Selasa, 11 Agustus 2015

Rindu keberapa yang tak terelakkan, menjatuhkan air matanya. Tak hanya jatuh, bahkan tumpah.

"Tuhan tak pernah kemana-mana. Hanya kau terlalu banyak tamasya," seru tembok kepadanya. 
"Me...me...ngapa lah kau muncul lagi?" tanyanya mendekati tembok bermulut kalut.
"Sebab kupikir kau butuh bicara. Bicara denganmu sendiri. Aku ada karena kau yang berpikir bahwa aku ada. Mungkin aku hati nuranimu"
"Ah i..i..ya" suaranya masih sesenggukan.


Hening


"Mengapa kau tak banyak tanya seperti dulu lagi?" tembok memulai percakapan.
"Kepalaku penuh muatan. Mungkin aku perlu membongkarnya untuk memulai seperti dulu"


Hening kembali


"Aku miris melihatmu begitu compang camping" tembok memulai percakapan kembali
"Tak lihatkah kau aku memakai baju terindah di dunia, rambutku panjang, hitam dan wangi, sepatuku kulit ternama. Tak lihatkah kau?"
"Bukan itu, tapi hatimu" tegas tembok yang kemudian meninggalkan dengan penuh tanda tanya.
Hening
begitu saja kira-kira
Terkadang takut menjadi diri sendiri

~Hanya itu