Minggu, 02 Februari 2014

Gadis kecil di balik jeruji

Sebatang coklat untuk gadis kecil di balik jeruji. Senyumnya malu-malu tertahan. Ia ingin cepat pulang tapi waktu belum mengizinkan. Cerianya tetap tak terenggut jeruji besi. Salah siapa?
Keadaan?
Kemiskinan?
Orang tua?
Dia mengikhlaskan sorenya untuk jalanan. Menunggu lampu hijau berganti merah. Salah siapa?

Bagiku, tak ada siapa yang lebih beruntung dari siapa. Dengan bersyukur dan menikmati semua yang Tuhan berikan bahkan lebih dari cukup untuk sebutan beruntung. Aku beruntung menjadiku. Kau beruntung menjadimu.

Gadis kecil, baik-baik disana. Tuhan begitu sayang padamu. Tubuh kecilmu harus menghadapi kepungan mahkluk-mahkluk besar suruhan orang yang menganggap dirinya besar. Buanglah jauh kecewamu pada dunia. Dunia begitu adil, Sayang! Hanya mahkluknya saja yang lebih banyak mengagung-agungkan estetika tanpa tahu etika. Hanya ibumu saja yang memulangkanmu terlalu larut. Kelak kau besar, jangan salahkan orang tuamu, Sayang! Kau hanya perlu menunjukkan pada mereka bahwa kau bisa lebih dari apa yang banyak orang pikir. Kau hanya perlu menunjukkan lekuk-lekuk bekas perjuanganmu dengan hasil yang kelak kau peroleh. Tapi ingat, dunia hanyalah tempat berteduh di kala perjalanan panjang. Perjalanan masih jauh, berikan waktumu kepada Tuhan!

Kami tak pernah berharap banyak padamu gadis kecil. Yang kami ingin, engkau sehat dan menjaga terus mimpi-mimpimu sampai Tuhan mempertemukannya dengan kenyataan.

Tidak ada komentar: