Kamis, 07 Maret 2013

Jalan-jalan

Menyambut kedatangan Anies dengan suka cita meski kepala berat dan suara pun ikut memberat. Bingung saat Anies ingin berjalan-jalan di sekitar Surabaya. Bukannya gak tau jalan Surabaya, tapi emang gak tau. Untungnya Anies cuma pengen di depan patung Surabaya. Kebetulan dari dulu aku juga pengen banget tapi gak pernah berhasil membujuk teman untuk foto di situ.

Akhirnya memutuskan untuk ke Malang. Awalnya Cin, Nia, KD mau ikut, takut capek mungkin jadi gak jadi. Secara berangkat dari Surabaya Sabtu malam. Jalan Surabaya-Malang macet, sampai di rumah Arina udah gelap. Memakan waktu sekitar 4 jam. Kata Arina biasanya 3 jam. Jalan selalu memberikan kejutan memang. Sampai di rumah Arina langsung makan, sholat kemudian tidur. Paginya bingung mau kemana. Arina menunjukkan foto-foto waktu dia dan teman-temanku yang lain ke sempu. "Oke, karena baru saja kita sudah ke Sempu, berarti kita ke Goa Cina", kataku. Yah, kupikir aku cukup puas membayangkan bagaimana sempu dengan hanya melihat foto.



Perjalanan ke Goa Cina sekitar 2 jam an. Aku bonceng Arina.  Belum sampai tempat tujuan,"Tir, apik, foto sek hyuh"


Tujuan awalnya Goa Cina, tapi ternyata si lokasi udah kelewatan. Yaudah ke Ungapan dulu. Waktu itu mendung. Jadi wajahku keliatan item banget *ngeles
Kita berjalan cukup jauh waktu itu, berjalan menuju Bajulmati. Ternyata nyambung antara Ungapan sama Bajulmati. Kayaknya sih nyambung juga sama Goa Cina tapi dibatasi sama karang besar *sok tahu.
Dalam perjalanan, kami bertemu 2 bapak-bapak yang sedang memancing. Memancing di pantai, baru sekali itu aku liat. Ikan yang di dapet lumayan juga tapi. Tapi ya kata bapaknya mancingnya dari pagi.

Pertama kami menginjakkan kaki, langit mendung. Setelah kami berjalan, panas sekali. Rasanya kayak di Surabaya. Sampai sana langsung nyari yang jualan minum. Ada es kelapa muda. Kata ibuk-ibuk penjual es,"Iya mbak, gak tau kenapa hari ini panas banget, padahal biasanya gak kayak gini".
Di sebelah warung tempat kami singgah ada mas-mas ganteng sama keluarganya. Sang bapak melepas baju dan sang mas-mas ganteng ikut-ikutan. Oke mas, kamu gak jadi ganteng!

Balik lagi ke Ungapan. Wajah Arina pucat, perutnya sakit. "Wes, awakmu mbonceng Anies, aku tak gawe motormu" *sok pahlawan padahal gak tau medan. Arina mbonceng Anies dan entah mengapa jalannya jelek banget. Batu-batu putih besar, gak bisa dibayangkan kalo pas ujan. Jalannya naik turun lagi. Setiap ada jalan turun aku berdoa semoga cepat sampai.

Sampai sana malah gak tega liat wajah Arina mringis kesakitan. Aku sama Anies ikut-ikutan mringis liatnya. "Coba ng kamar mandi Rin", kataku. Arina nurut.
"Dewe sedilit ae, sakno Arina", pinta Anies yang kuiyakan. Setelah beberapa saat dia keluar. Aku sama Anies kayak nunggu dokter memeriksa keluarganya terus mendekat bersama-sama dengan wajah cemas saat dokter keluar. "Piye?"
"Wes rodok mendingan"
Berjalan...dan kita bertemu pasir putih yang diameternya lebih besar dari pasir di Ungapan. Sepi dan ombaknya kecil. Dengan wajah menahan sakit, Arina tetep ngajak foto. Jadilah dia berfoto dengan wajah tertahan.


"Eh eh foto bertiga yuk ben ono kenang-kenangane", pintaku. Dan kupikir Arina sudah kembali sehat. Horeeee..

Kami berjalan melewati karang besar dan ternyata ahhhhhhh...ombak biru, pasir putih, laut biru kehijauan. Anies langsung membuka bajunya. Dia pake baju dobel, alasannya waktu berangkat pagi, dingin. Aku dan Arina iri, ikut menceburkan diri. Ombaknya besar dan bertubi-tubi. Setiap kali ombak datang aku berteriak. Alhasil sampai rumah Arina, aku masih mengunyah pasir.

Ini gak tau kenapa pantainya jadi terlihat tidak seindah aslinya, mungkin faktor siapa yang di belakang kamera ya. Hehe

Tidak ada komentar: