Minggu, 02 Maret 2014

Tak Termakan Teori

Hujan membungkus kota. Perempuan-perempuan kecil elok menari di tengahnya. Tak hiraukan bapak ibu pulang akan memarahinya. Tahu apa mereka tentang kesedihan? Tak ada. Bagi mereka kesedihan hanyalah 2 menit pertama setelah "sakit". Menit selanjutnya adalah sudah lupa. Kecuali jika setelah sakit kemudian pulang ke rumah dengan air mata. Bapak, ibu mana yang tega anaknya disakiti temannya? Maka, adalah bapak ibu yang kurang bijaksana memarahi kawan-kawannya. Kemudian kawan-kawan merasa bersalah dengan menjauhi. Tapi itu hanya sementara. Lihatlah saat hujan kembali tiba, mereka akan bernyanyi dan menari bersama.

Adalah seorang lelaki kecil yang termakan teori-teori orang tua. Tak berani ia melawan hujan. Badannya ringkih karena sugesti-sugesti "jangan ini" dan "jangan itu". Ia tumbuh dengan ketakutan. Orang tua keterlaluan mecintai anaknya. Memang, anak-anak adalah ujian. Dan bahwasanya sesuatu yang berlebihan memang tak baik. Lagi-lagi hakikat cinta ialah melepaskan bukan mencengkeram. Biarkan anak-anak tumbuh dengan bebas. Bebas tak berarti liar. Bebas ialah melepaskan dengan pengawasan. Beri mereka ilmu-ilmu agama dan sosial kemudian biarkan mereka berkreasi dengan ilmu-ilmu mereka. Tegur jika memang salah. Luruskan jika memang bengkok. Beri pengertian jika memang kurang atau tak mengerti.

Selamat pagi,

Tidak ada komentar: