Hari ini aku mulai menyetujui kalimat bahwa cinta sejati itu melepaskan, maka ada saja kebetulan nasib yang akan mempertemukan bila memang berjodoh.
Tidak-tidak, aku tidak serta merta menyimpulkan hal ini berdasarkan pengalamanku. Aku hanya pengamat, seseorang yang suka mengamati kemudian menyambung-nyambungkannya dengan banyak hal. Begini ceritanya: Temanku, punya burung hantu, bagus, kepalanya bisa berputar 270 derajat, bulu-bulu coklatnya bak emas, matanya tajam. Memesona. Kecintaannya pada burung hantunya tersebut membuatnya untuk memelihara si burung. Sadar atau tidak, kecintaannya (mungkin, menurut kemeruhku) mengakibatkan si burung sengsara. Di kaki burung tersebut terdapat kait untuk mengikat burung tersebut. Aku melihat burung tersebut berusaha untuk menggigit-gigit kait. Mungkin dia tersiksa dengan itu.
"Nek kon cinta, kon kudune ngeculne", kataku.
"Sakno lah, de'e lho gek bayi, nek diculne iso mati, de'e lak gurung iso berburu", sangkalnya.
Tuhan begitu baik kawan. Dia pasti menganugerahkan semua ciptaanNya naluri untuk beradaptasi. Begitu banyak yang liar, bahkan dari telur mereka tidak dipelihara, tapi buktinya banyak juga yang bisa mandiri. Ibarat manusia, kalo dimanja nanti jadinya gak bisa apa-apa. Ah, temanku terlalu cinta, cinta buta. Apapun itu, cintailah semua sewajarnya. Dan bila belum siap untuk mencintai, maka lepaskanlah. Tolak ukur siap atau tidak siap adalah saat dimana kita harus merelakan/mengikhlaskan apabila mereka pergi.
Eh eh, barusaja temanku si pemelihara owl muntah.
"Lapo, diteleki yo?" tanyaku
"Iyo, mayak eg"
"Jare cinta, cinta itu harus menerima kekurangan"
"Preketek"
hahahahaha....kapok..kapokk
Eh eh, barusaja temanku si pemelihara owl muntah.
"Lapo, diteleki yo?" tanyaku
"Iyo, mayak eg"
"Jare cinta, cinta itu harus menerima kekurangan"
"Preketek"
hahahahaha....kapok..kapokk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar