Sabtu, 26 April 2014

Kau pernah tidak dianggap? Aku sering. Ketika kau sudah mengorbankan banyak waktumu untuk sesuatu dan nyatanya kau tak dianggap, ternyata sakit (sudah tau dari dulu sih). Oke, mungkin dari sini saya bisa lebih memilih mana yang harus diprioritaskan. Kebaikan itu tak harus diketahui orang-orang sekitar. Kebaikan itu tak harus seluruh penjuru dunia tahu. Bahkan kebodohan yang dilakukan demi kebaikan pun tak ada salahnya. Dan pertanyaannya, kenapa kemarin saya mau disuruh-suruh kalau ternyata, saya lah pelengkap penggembira. Pulang selarut apapun tak masalah jika ada hasil, nah ini nihil. Hasil belum tentu menang, setidaknya dianggap pun cukup. Yayaya...lai-lagi naluri manusia saya keluar, naluri untuk dianggap.

Ya, cahaya tak harus lilin. Dan saya bukan cahaya.

Sabtu, 19 April 2014

Benteng

Laki-laki pura-pura tak tahu, maka ia bertanya
Perempuan pura-pura menjawab, padahal ia tahu
Tahu laki-laki berpura-pura

Mereka bersembunyi
di benteng kepura-puraan
entah sampai kapan

Benteng yang menjadikan mereka terkotak-kotak
Maka akan selamanya begitu
Tak ada yang mau memulai merobohkan benteng

Biar saja
Biarkan saja
Biarkan saja terus begitu
Sampai datang suatu hari
Saat mereka benar-benar mempunyai kekuatan lebih untuk merobohkannya
Kekuatan itu...
Tak termiliki oleh seorang ambisius
Tak termiliki oleh seorang pecinta dunia
Tak termiliki oleh seorang yang mudah putus asa
Iya, itu

Kamis, 17 April 2014

Mencoba Bercerita

Jika ditanya apa yang membuat sampai detik ini saya masih ikut belajar di SSChild Surabaya , yaa meski sudah sangat jarang, jawabannya adalah karena terlanjur cinta sama adik-adik. Terlanjur. Banyak kawan saya yang ingin ikut mengajar, tapi tidak sedikit yang bilang kalau,"Aku gak isok ngajar, asline aku pengen melok, Tir!". Seseorang bisa mengajari orang lain karena salah satunya dia lebih dulu tahu, belum tentu karena pintar. Jadi kita semua bisa mengajari adik-adik.

Asal kalian tahu, saya juga tidak bisa mengajar. Saya hanya memberikan apa yang saya ketahui supaya adik-adik bisa mengetahui. Makanya saya agak risih kalau disebut sebagai pengajar karena biasanya di spot-spot pembelajaran, saya hanya bermain atau mendengarkan mereka bercerita. Agak egois memang jika hanya ingin membuat diri sendiri bahagia dengan bermain bersama mereka. Tapi itulah yang saya bisa.

Awal sekali saya ikut belajar di Bungkul, hampir tiap kali datang, saya selalu disuruh buat titik-titik sama Dwi atau April atau Roki atau Lia,"Ayo talah, Mbak, tititk-titik ae," kata mereka kala itu. Saking seringnya bikin titik-titik yang membentuk huruf atau angka, kalau pas gak nemu-nemu cara nyelesein tugas, saya pasti bikin titik-titik, atau pas gak mudeng-mudeng dijelasin sama dosen terus bosen, pasti bikin titik-titik.

Kembali ke terlanjur. Saya adalah orang yang belum bisa memanajemen waktu dengan baik dan gak bisa kalau gak fokus. Jadi, saya memutuskan untuk mengurangi banyak kegiatan saya di SSCS, karena IPK saya jelek. Oke, IPK bukan segalanya tapi itu salah satu yang bisa membahagiakan orang tua, SALAH SATU. Terkadang iri sama Mbak Anis yang prestasi di kampus bagus, di SSCS juga aktif. Orang jaman sekarang menyebutnya, wanita karier sukses. Hehe.

Tapi tapi tapi...
Saya terlanjur sayang sama adik-adik...
Kalau lama gak nengok mereka rasanya kangen banget. Yaa..walaupun gak ada yang kangen sama saya..hehe...Jadi sepadat apapun jadwal kuliah, sebanyak apapun tugas masih suka nyempet-nyempetin datang ke adik-adik, meski cuma sebentar. Ya itu tadi, gara-gara terlanjur.

Bukan lagi rasa kasihan selama berada di antara mereka tapi kasih sayang. Saya selalu menganggap mereka adalah seorang anak biasa, bukan anak jalanan. Bagi saya, kita semua adalah anak jalanan. Hampir setiap hari, kita melakukan perjalanan. Dari rumah ke kampus/sekolah. Dari rumah ke kantor. Dari rumah ke mall. Dari rumah ke pasar, dan masih banyak lagi yang intinya, yang menghubungkan kita dengan tempat yang dituju ialah jalan. Berarti kita semua anak jalanan. Itu definisi saya lho yaaa...

Ada satu hal yang saya takutkan dari adik-adik. Saya takut suatu hari nanti mereka tahu arti kata Save Street Child, saya takut ada labelling di mindset mereka bahwa mereka adalah anak jalanan. Bukan berarti saya tidak setuju dengan nama itu, saya hanya takut. Tapi saya juga berdoa, semoga karena label itu, adik-adik kita mempunyai jutaan semangat untuk bangkit dan tidak lagi menjadi anak jalanan.

Pernah terfikir gak kalau suatu hari nanti di Surabaya saja misalnya, tidak ada anak jalanan, jadi komunitas SSCS tidak ada, kita bubar. Dan saya selalu berdoa seperti itu. Tidak berarti saya menginginkan SSCS bubar, tapi saya ingin tidak ada lagi adik-adik kecil yang berjualan di jalan. Atau mungkin memang sudah begitu seharusnya, Tuhan ciptakan adik-adik yang jualan di jalan supaya ada kita, SSC. Ya, mungkin memang seperti itu. Supaya dunia ini seimbang, ada pembeda. Kaya-miskin. Hitam-putih. Baik-buruk. Mungkin jika semua orang di seluruh pelosok negeri ini kaya, maka dunia tamat.

Jadi pada intinya, tulisan ini gak ada intinya. Hehe. Saya hanya mencoba bercerita lewat tulisan terus ikut lomba blog SSC. Untung-untung kalau menang. Hehe. Lagian yang pinter-pinter nulis yang saya kenal udah jadi juri, Mas Indra, Mbak Oci, Mbak Anis, jadi gak mungkin kan mereka nulis sendiri di juriin sendiri. Wkwkwkw.

Besok, kalau saya ada paketan internet lagi, tak nulis lagi deh, tentang adik-adik hebat yang pernah saya temui. Dan celakanya, semua adik yang saya temui adalah adik-adik hebat 8)

Kotak Kebahagiaan

Perempuan tiba-tiba mendulang kesedihan. Wajahnya tak hanya tertutup mendung tapi hujan. Dulu, ia sangat mencintai hujan. Baginya hujan ialah pelepas lelah, penghilang penat dan juga rahmat. Senyumnya selalu semburat dikala hujan tiba,"Hujan selalu dapat menghapus rasa sedihku,"katanya suatu hari.

Kini, iklim berubah. Hujan tak datang enam bulan sekali tapi hampir setiap hari. 

Perempuan tertegun, benih-benih bunga yang ia semai terbawa air, banjir. Benih-benih yang ia nantikan berbulan-bulan lenyap.

Masih rahmatkah hujan?

Hujan tetaplah rahmat. Tapi perempuan tetap saja menangis. Mungkin jika kebahagiaan itu dapat dikotak-kotakkan maka kebahagiaannya hanya dibatasi oleh sebuah kotak. Ya, hanya sebuah dan tak memiliki yang lainnya.

Hujan masih tetap rahmat dan hidup harus tetap berlanjut.

"Lebih baik menimba air daripada harus menanti embun, walaupun harus menimba dengan ember yang bocor sekalipun," kata salah seorang sahabatnya. Maka perlahan ia membangun kotak-kotak kebahagiaan, tak cukup satu tapi lebih dari seribu. Jika ada salah satu kotak rusak, maka ia akan membangun kembali kotak tersebut supaya tak hilang kebahagiaannya.

Ternyata, terus menerus diselimuti kebahagiaan membuatnya bosan. Sebab bahagia hanya untuk dirinya sendiri. Perempuan berfikir keras, selalu ada yang kurang setiap kali ia merasa bahagia, sendiri. Ya, meski terlambat menyadari, setidaknya ia belajar dari itu. Ia sadar bahwa kotak-kotaknya harus ia bagikan supaya tak hanya ia seorang diri yang terus menerus merasa bahagia tapi orang-orang di sekitarnya juga. Mulai hari itu, ia tak hanya membangun dan memperbaiki kotak tapi juga membagikannya ke orang-orang baik yang dikenalnya maupun tidak. Ia ingin tak hanya dirinya saja yang tersenyum bahagia tapi juga orang-orang di sekitarnya.

Hujan masih tetap rahmat. Tak hujan juga rahmat. Cuaca boleh berganti. Iklim juga. Dan bersyukur apapun yang terjadi adalah cara terbaik menikmati hidup. Hujan-panas hanyalah fase.

Lambat laun ia mulai mengganti tujuan hidupnya, bukan lagi untuk membahagiakan orang lain tapi untuk mencintai Tuhan dengan membahagiakan orang lain.

Maka, apakah sama antara orang yang berpikir dengan yang tidak?

Sabtu, 05 April 2014

Tidak ada alasan untuk tetap bertahan dengan keterpurukan, apalagi menangisinya. Tuhan tak suka hamba-Nya berputus asa. Bapak dan ibu tak pernah mengajari saya untuk menyerah, tapi tawakal, setelah usaha-usaha dilakukan, serahkan semua pada Tuhan. 

Lagi-lagi saya bertanya pada diri sendiri. Adakah puncak kebahagiaan itu? Jika ada, saya takut menuruni puncak tersebut. Mungkin bahagia itu biasa saja, kesedihan itu biasa, jadi kita tidak perlu takut seandainya sedang "merasa" ada di puncak. Semuanya wajib kita syukuri. Entah itu bahagia ataupun rasa sedih. 

Kepala terlalu banyak mimpi. Mungkin kalian pernah mendengar ada orang depresi gara-gara mimpinya ketinggian. Bisa jadi memang gila adalah suatu ketentuan Tuhan atau mimpi-mimpi yang tinggi tak disertai dengan usaha. Saya tahu, usaha tidak ada hubungannya dengan hasil, tapi setidaknya jika kita berusaha, Tuhan punya catatan lebih tentang kegigihan kita untuk bersungguh-sungguh meraih mimpi. Tidak ada yang sia-sia dari usaha. Tidak ada.

Semoga Tuhan memberkahi langkah-langkah kecil kita. Aamiin

Rabu, 02 April 2014

Tuhan, aku punya mimpi. Banyak. Telecekan. Jika Tuhan tak mengizinkan salah satunya tak apa tapi jangan semuanya yang tidak diizinkan, Tuhan. 
Yaaaa...udah lama gak menjamah blog. Hal ini dikarenakan
1. Banyak tugas
2. Gak paketan internet
Udah 2 itu aja. Sebenernya bisa sih nulis dulu terus kalau ada paketan baru posting. Tapi mau buka word aja malesnya minta ampun. Sekarang kalau buka laptop cuma buka Matlab kalau enggak ya excel. Hahaha. Sedang mencoba menikmati menjadi mahasiswa yang banyak tugas. Jenuh si banget tapi harus tetap semangat. Sahabat bilang saya terlalu berlebihan kalau stres gara-gara kuliah. Yey, porsi stres orang beda-beda. Relatif si. Mending semangat buat ningkatin IPK yang jeleknya minta ampun. Semangat!