Sabtu, 28 Juni 2014

Jumat, 20 Juni 2014

Pas shalat subuh tadi pagi tiba-tiba kepikiran Buk Su (panggilan untuk Bude saya). Gak tau kenapa aku merasa Buk Su bakal meninggal. Habis shalat tidur lagi (jangan dicontoh). Kayaknya baru sebentar tidur, Mbak Furo ketok2 pintu kamar.

"Tir, bapakmu telepon ke Hajar, bilang kalau Mbok Su meninggal"

Langsung bangun dan hilang keseimbangan.

Buk Su itu...orang yang cengeng. Saat aku telpon ibuk, ngadu terus nangis, Buk Su yang saat itu berada di samping ibukku ikut nangis (kebetulan telponnya di loudspeaker), ibuk aja gak nangis.

Buk Su itu...kata bapak, orang yang paling sayang sama bapak di antara kakak-kakaknya.

Buk Su itu...selalu ceria kalau ditelfon. Terakhir kali telfon waktu aku pulang ke rumah,"Sesok teko nikahane Dek Nurul, Ya!"

Dan aku gak dateng ke nikahan cucunya. 

Ah, Tuhan, ampuni dosa-dosanya, ya

Kamis, 19 Juni 2014

Sepi sekali di sini...

Jalanan begitu sepi. Biasanya ramai kendaraan lalu lalang. Tapi entahlah mengapa orang-orang mengatakan minusku bertambah banyak. Katanya jalan begitu ramai, bahkan macet oleh kendaraan-kendaraan bervolume besar.

"Oh, mungkin hatiku saja yang sedang sepi" kukatakan sekenanya.

Mengapa harus memedulikan omongan orang?

"Kau terlalu apatis!" kata kawan suatu hari.

Bukan aku yang terlalu apatis. Kalian yang terlalu dramatis.

"Mengapa selalu kau salahkan orang lain? Tak bisakah kau menyalahkan dirimu sendiri?" kawan beringsut pergi dari sisi meredam benci.

*aku hanya tersenyum kecut*

*hening*

*ditinggalkan, sendirian*

*hening*

*berpikir*

*hening*

*muncul kawan baru*

*muncul kawan baru lagi*

*muncul kawan baru lagi*

*muncul kawan baru lagi*

.......

*kawan lama datang*

Dengan wajah benci memandang remeh,"Bagaimana bisa kau punya banyak kawan?"

Aku diam tak menjawab. Kupikir pertanyaannya sia-sia.

"Ah, topeng!"

Aku masih diam. Bukankah diam lebih baik daripada bicara tanpa manfaat?

"Hidupmu terlalu sulit kumengerti"


Kawan, aku tak selalu ingin dimengerti. Mungkin hanya duduk berdua dengan satu cone ice cream ditangan masing-masing akan memperbaiki hubungan kita. Atau dengan diam dan sesekali menimpali beberapa ceritaku yang selalu kau katakan,"Yang itu sudah pernah kau ceritai". Atau dengan menikmati semilir angin yang kita rasakan bersama.

Tapi sayang, kau tak pernah menyukai ice cream sepertiku. Kau juga sudah malas mendengar ceritaku. Dan kaupun tak pernah mau kuajak duduk berdua menikmati sepi dengan angin sepoi-sepoi yang terkadang membuat perut agak sedikit kembung.

Orang boleh datang. Orang boleh pergi. Bukankah hatiku bagai rumah, menunggu orang-orang tersayang untuk pulang. Sebab, sejauh apapun kau melangkah, kau pasti selalu merindukan pulang, ke rumah.

Rabu, 18 Juni 2014

Untuk kawan tak kenal apa itu lelah,
terima kasih
terima kasih banyak
Maaf terlalu banyak merepotkan
Maaf terlalu banyak membosankan

Kamis, 05 Juni 2014

Kami tidak sedang di atas panggung
tapi kalian menertawakan
Kami tidak sedang berdiri di atas podium
tapi kalian bertepuk tangan
Apa kalian terlalu butuh hiburan?

Kami tidak sedang bermain peran, Kawan!
Oh, mungkin kalian benar-benar butuh hiburan
Tapi kami tidak sedang ingin ditertawakan, Kawan!

Kami bukan tontonan
dan kalian bukan penonton
Kita sama-sama berada di atas panggung
Panggung sandiwara, bukan?

Butuh Bahu

Butuh bahu ibu
hanya itu

Hanya ingin menyandarkan kepala sambil mendengarkan cerita
Hanya ingin melepaskan beban-beban dunia
Cukup diam dan bersandar
kemudian mendengar

Tak perlu kau tahu ceritaku, Bu
Hanya ingin mendengarkanmu bercerita hingga aku tertidur dan bermimpi
Mimpi tentang hidup yang begitu adil

"Bukankah hidup memang selalu adil, Nak?!" katamu

Ibu, aku butuh bahumu
Di sini tak ada yang mau kupinjami bahu
Semua orang sibuk mengangkat bahu
Sementara aku sibuk mencari bahu

"Mengapa kau ingin menyandarkan kepalamu? Terlalu beratkah bebanmu?"

Entahlah, Bu
Aku sedang merasa hidupku tidak seimbang
aku takut Tuhan marah padaku

"Tuhan bukan untuk ditakuti, tapi dicintai, Nak! Jangan kau hiraukan bebanmu. Ikhlaslah, Nak! Jangan biarkan beban-bebanmu membuatmu tak mensyukuri hidup. Tuhan sungguh keterlaluan sayangnya kepada kita. Jangan kau sia-siakan kasih sayangNya"

Ibu,
aku malu pada Tuhan
juga padamu

Senin, 02 Juni 2014

Rindu

Tuhan beri semua
aku beri sedikit waktuku
Tuhan beri rahmatNya
aku berulang kali meninggalkanNya
meski kutahu
akulah yang sejatinya tertinggal
Tuhan,
aku rindu
Berkali-kali diingatkan kawan-kawan tentang prioritas.
"Kamu harusnya tahu mana yang harus diprioritaskan, rapat kan bisa ditunda" atau "Gak usah ikut aja, kan kamu lagi UAS"

Oke, sebenarnya saya sangat tahu diri kalau saya bukan seseorang yang cerdas dan cepat paham akan sesuatu. Saya harus belajar keras terlebih dahulu baru bisa mengerti. Kenyataannya, akhir-akhir ini saya sering sekali mengabaikan tentang "belajar keras". Ya, seperti posting sebelumnya~Ketika banyak orang sibuk membicarakan dan mengejar mimpi-mimpi mereka, mimpi-mimpi saya temaram begitu saja.
Entahlah, bukankah damai yang dicari setiap orang? Saya ingin menentukan kedamaian saya sendiri. Dulu sampai detik ini saya berpikir, mungkin membuat orang lain bahagia membuat saya bahagia, damai. Tapi saya rindu berdamai dengan diri sendiri. Apa wujud damai itu? Cair, padat atau gas? Mungkin damai menyerupai gas, tak bisa dilihat tapi bisa dirasakan.
Tentang mimpi yang temaram, saya lelah berambisi, saya lelah pura-pura mengejar mimpi. Saya hanya ingin belajar ikhlas, ikhlas dalam melakukan sesuatu, supaya tak ada kata menyesal dan gagal. Bukankah kegagalan atau kesuksesan kita sendiri yang menentukan? Apa kegagalan itu? Apakah saat kita berusaha dan hasilnya tak sebaik milik orang lain dinamakan gagal? Orang-orang yang ikhlas tak akan pernah merasa gagal. Mereka berusaha semaksimal mungkin kemudian tawakal. Jika hasilnya dianggap buruk oleh orang lain, ia tak akan menganggap dirinya gagal sebab baginya cukup Tuhan yang tahu seberapa besar dia berusaha. Mungkin usaha-usahanya tak berarti di dunia tapi belum tentu tak berarti di akhirat bukan? Itulah mengapa saya selalu iri dengan orang-orang yang ikhlas dan mencintai apa yang mereka lakukan. Ajari saya ikhlas...

Bukan mengabaikan sih, tapi akhir-akhir ini saya berpikir tentang tujuan hidup saya. Saya bisa saja meninggalkan semuanya. Toh sekarang saya sudah jarang sekali mengajar. Tapi saya pikir apa tujuan hidup saya sehingga saya harus fokus belajar saja. Iya belajar juga suatu ibadah.