Kamis, 19 Juni 2014

Sepi sekali di sini...

Jalanan begitu sepi. Biasanya ramai kendaraan lalu lalang. Tapi entahlah mengapa orang-orang mengatakan minusku bertambah banyak. Katanya jalan begitu ramai, bahkan macet oleh kendaraan-kendaraan bervolume besar.

"Oh, mungkin hatiku saja yang sedang sepi" kukatakan sekenanya.

Mengapa harus memedulikan omongan orang?

"Kau terlalu apatis!" kata kawan suatu hari.

Bukan aku yang terlalu apatis. Kalian yang terlalu dramatis.

"Mengapa selalu kau salahkan orang lain? Tak bisakah kau menyalahkan dirimu sendiri?" kawan beringsut pergi dari sisi meredam benci.

*aku hanya tersenyum kecut*

*hening*

*ditinggalkan, sendirian*

*hening*

*berpikir*

*hening*

*muncul kawan baru*

*muncul kawan baru lagi*

*muncul kawan baru lagi*

*muncul kawan baru lagi*

.......

*kawan lama datang*

Dengan wajah benci memandang remeh,"Bagaimana bisa kau punya banyak kawan?"

Aku diam tak menjawab. Kupikir pertanyaannya sia-sia.

"Ah, topeng!"

Aku masih diam. Bukankah diam lebih baik daripada bicara tanpa manfaat?

"Hidupmu terlalu sulit kumengerti"


Kawan, aku tak selalu ingin dimengerti. Mungkin hanya duduk berdua dengan satu cone ice cream ditangan masing-masing akan memperbaiki hubungan kita. Atau dengan diam dan sesekali menimpali beberapa ceritaku yang selalu kau katakan,"Yang itu sudah pernah kau ceritai". Atau dengan menikmati semilir angin yang kita rasakan bersama.

Tapi sayang, kau tak pernah menyukai ice cream sepertiku. Kau juga sudah malas mendengar ceritaku. Dan kaupun tak pernah mau kuajak duduk berdua menikmati sepi dengan angin sepoi-sepoi yang terkadang membuat perut agak sedikit kembung.

Orang boleh datang. Orang boleh pergi. Bukankah hatiku bagai rumah, menunggu orang-orang tersayang untuk pulang. Sebab, sejauh apapun kau melangkah, kau pasti selalu merindukan pulang, ke rumah.

Tidak ada komentar: