Kamis, 22 Desember 2011

Gak nyambung, tapi kan iki postinganku, yo terserah aku sing posting

Awalnya tunas tumbuh liar, setelah lama terus menerus dipupuk dan disiram, akhirnya tumbuh besar dan berbunga indah. Tapi mengapa kau membiarkan bunga yang merekah itu layu? Karena semua ada masa tenggangnya. Apakah cinta juga ada masa tenggangnya? Cinta kepada manusia iya, tapi kepada Tuhan tidak.

Manusia, mengapa manusia sangat lemah sekali. Hanya menjaga perasaan saja tak dapat. Atau gara-gara dia lelaki jadi tak punya perasaan. Hanya logika yang bermain di otaknya. Ah, mana kutahu. Aku kan perempuan. 
Tidak, jangan berpikir aku mencintai. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tak buta. Aku belajar segala hal dari semua yang aku lihat. Belajar tak harus yang baik-baik. Sakit merupakan salah satu pembelajaran juga bahwa sehat itu indah.

Kalau cinta kepada lawan jenis saja bisa dipupuk dan disiram, mengapa cinta kepada kuliah tak bisa? Yap, harus belajar mencintai apa yang aku kerjakan. Tapi aku tak sungguh tahu apakah kini aku belajar dengan cinta atau tidak. Yang jelas, aku adalah seorang engineer yang kata dosenku tak boleh feminim, tak boleh membayangkan kerja di ruangan ber-AC, menggunakan sepatu hak tinggi/pantofel  atau mengenakan baju kantoran layaknya eksekutif muda. Kami disuruh membayangkan kami kelak kami bekerja belepotan oli. Tapi yang aku tak habis pikir, di lain kalimat si Dosen menganjurkan kami untuk menjadi seorang entrepreneur. Apakah seorang entrepreneur harus belepotan oli?

Kalau aku memaknai belepotan oli diibaratkan sebagai ketidakstabilan. Bahwa hidup tak harus stabil. Bahwa hidup penuh gejolak. Bahwa hidup tak selalu bersih. Noda yang besar akan membuat kita mandi, tapi noda kecil mungkin hanya akan kita lap dengan tissu. 

1 komentar:

Devi Istiya mengatakan...

sebenarnya semakin tinggi pohon semakin besar angin yang menerpa..semakin tinggi pendidikan semakin banyak tantangan semangat..=)