Hari yang melelahkan tapi seneng. Dimulai dari pagi hari yang selalu terburu2. Padahal udah memperhitungkan waktu, tapi tetep aja keburu2. Pake rok item dan kemeja dimasukkin. Karena Ijah bilang mirip maba, alhasil aku pake sweater item dan jadilah mirip pelayat. Jaket buluk kucuci jadi option terakhir pinjem jaket Ijah. Turun tangga ada Mbak Asa dan Mbak Uyun. "Tirr, melok aliran opo maneh kok rok an?", tanya Mbak As. "Gak mbak, ate ngawasi psikotes. Budal sik Mbak. Assalamualaikum", pamitku terburu2.
Hari ini aku mengawasi psikotest anak bimbel. Dengan iming2 uang dan nambah pengalaman, sebagai anak kos yang baik, aku mengiyakan tawaran temanku jadi pengawas.
Sampek di bimbel ternyata masih tutup. Sepertinya karena terlalu semangat aku jadi kepagian pikirku. Ternyata e ternyata salah tempat. Pantesan.
Sampek di tempat yang benar. Masuk dan ternyata terjadi ketidakcocokan data antara lembaga psikologi dan bimbel. Data psikologi menunjukkan daftar siswa smp yang akan tes hanya ada 10 orang sedang data bimbel ada 32 orang. Kekurangan soal lah, kekurangan lembar jawaban lah. Yang menjadi masalah adalah pihak bimbel gak mau siswanya dibagi menjadi 3 sesi. Kata mereka, orang tuanya banyak yang rewel kalo anaknya pulang telat. Yang menjadi masalah lagi adalah sekarang hari minggu, jarang fotokopian buka. Molor lah waktu tes 1 jam yang akhirnya dibagi juga menjadi sesi. Kebetulan aku megang anak smp.
"Adek2 maaf ya terlambat, soalnya ada kesalahfahaman tadi. Ehm, ini dibagi menjadi 2. Jadi yang tes 9 orang dulu, ntar yang lain habisnya ini. Maaf sekali ya!". Hish, kalimat pembuka yang sudah kupersiapkan hilang semua. Gak ada salam, gak ada perkenalan dan gak ada doa.
Kebetulan soalnya ada 11 dan yang di dalam kelas 12 orang. "Ada yang bersedia keluar gak? satu orang aja. Soalnya cuma ada 11", krik krik krik gak ada jawaban. "Ini beneran gak ada yang mau keluar?", krik krik krik gak ada jawaban lagi. "Ya udah tapi nanti 1 orang ada yang gantian soal ya", krik krik krik kayaknya mereka semua lagi sakit gigi.
Aku bagi soal, kuberi instruksi dan ada yang bingung. Kujelaskan, mereka mengerti dan mengerjakan dengan tenang, hening dan tanpa suara. Hanya ada suara,"Pinjem penghapus". Sesi satu selesai. Kira2 satu jam lebih seperempat.
Bergantilah sesi dua. Adek2 gendut dengan nafas patah2 duduk di sampingku. "Bisa duduk di kursi kamu?", pertanyaan sekaligus pernyataan. "Bentar Mbak, aku capek". Kelas rame, gak teratur, aku ke bawah ambil kertas HVS karena lembar jawaban belum juga dateng. Masuk kelas dan tambah rame. Aku suruh mereka duduk semua, salam, perkenalan, berdoa. Kubagi soal dan salah satu diantara mereka nyeletuk,"Mbak pake softlens ya?". Hanya tersenyum dan berkata tidak. Kuberikan instruksi untuk soal Logika I. Logika I berisi deretan angka, mereka disuruh meneruskan 1 angka. Ini reaksi mereka:
"Yak. Waktu selesai", ujarku. Mereka semua ber,"Yaaa", kecewa. "Mayak mbak e", eaaa cah gede diomong mayak.
Dilanjut logika II, agaknya mereka lumayan mudeng. Soalnya, mereka disuruh mengisi deret huruf selanjutnya. Misal ABC, BCD maka selanjutnya CDE. Mereka mudeng, tapi ngejanya itu nggak nguati, semua ngeja dengan bersuara. "Tenang ya adek2", pintaku. "Untung mbak e sabar yo", kata salah satu dari mereka. "Yo nek psikolog ncen kudu sabar", temannya menimpali. "Mbak, mbak psikolog ya?". Dalam hati, aamiin. "Bukan, mbak cuma staf.
Aritmatika I. Mereka harus menambahkan angka2 yang ada di dalam kolom. Kali ini mereka nggak ngomong sendiri2, tapi mereka menghitung menggunakan mulut. Kayak lebah. Kudu ngguyu nonton e. Semua anak menghitung,"Satu dua tiga empat lima enam.....", dasar anak2. "Ngitung nya dalam hati ya, kasihan temannya yang pengen tenang ngerjain", "Aku juga mau ngerjain mbak...dua tiga dua empat...". Kata Luvi, "Tir, nek sesok anak mu koyo ngene kabeh piye Tir?", pertanyaan yang sulit. Dan kelas tetap berdengung suara empat satu empat dua empat tiga. "Mbak ojok diguyu ta", satu anak menegurku.
Waktu habis dan mereka marah2 lagi. Hahahaha....
Aritmatika II mereka disuruh menambah, mengurang, membagi dan mengali. Kelas sepi. Plok plok plok....*standing applause
Selanjutnya T.A I, II, III. Gak tau kepanjangan T. A apa, ada yang tanya tadi tapi tak slimurno, wkwkw.
Ada option dimana mereka harus memilih 3 dari 19 pilihan profesi yang mereka inginkan di masa depan. "Mbak, boleh nulis yang gak ada di sini gak?"
"Enggak dek"
"Lho, masak memasak nggak ada ta?", kata teman sampingnya. "Gak ada", jawab anak itu. "Ya udah kamu pilih aja apa yang ada", masih teman sampingnya. Kayaknya dia terinspirasi master chef nih pikirku. Betapa televisi sangat mempengaruhi cita2.
Yang terakhir adalah menggambar rumah, pohon, orang. Kertas baliknya menggambar lagi kelelawar menggantung dan kelelawar terbang.
Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Horeeee. Ada 2 anak yang ngajak salaman eee tanganku dicium. Haha. Berasa tua
Hari ini aku mengawasi psikotest anak bimbel. Dengan iming2 uang dan nambah pengalaman, sebagai anak kos yang baik, aku mengiyakan tawaran temanku jadi pengawas.
Sampek di bimbel ternyata masih tutup. Sepertinya karena terlalu semangat aku jadi kepagian pikirku. Ternyata e ternyata salah tempat. Pantesan.
Sampek di tempat yang benar. Masuk dan ternyata terjadi ketidakcocokan data antara lembaga psikologi dan bimbel. Data psikologi menunjukkan daftar siswa smp yang akan tes hanya ada 10 orang sedang data bimbel ada 32 orang. Kekurangan soal lah, kekurangan lembar jawaban lah. Yang menjadi masalah adalah pihak bimbel gak mau siswanya dibagi menjadi 3 sesi. Kata mereka, orang tuanya banyak yang rewel kalo anaknya pulang telat. Yang menjadi masalah lagi adalah sekarang hari minggu, jarang fotokopian buka. Molor lah waktu tes 1 jam yang akhirnya dibagi juga menjadi sesi. Kebetulan aku megang anak smp.
"Adek2 maaf ya terlambat, soalnya ada kesalahfahaman tadi. Ehm, ini dibagi menjadi 2. Jadi yang tes 9 orang dulu, ntar yang lain habisnya ini. Maaf sekali ya!". Hish, kalimat pembuka yang sudah kupersiapkan hilang semua. Gak ada salam, gak ada perkenalan dan gak ada doa.
Kebetulan soalnya ada 11 dan yang di dalam kelas 12 orang. "Ada yang bersedia keluar gak? satu orang aja. Soalnya cuma ada 11", krik krik krik gak ada jawaban. "Ini beneran gak ada yang mau keluar?", krik krik krik gak ada jawaban lagi. "Ya udah tapi nanti 1 orang ada yang gantian soal ya", krik krik krik kayaknya mereka semua lagi sakit gigi.
Aku bagi soal, kuberi instruksi dan ada yang bingung. Kujelaskan, mereka mengerti dan mengerjakan dengan tenang, hening dan tanpa suara. Hanya ada suara,"Pinjem penghapus". Sesi satu selesai. Kira2 satu jam lebih seperempat.
Bergantilah sesi dua. Adek2 gendut dengan nafas patah2 duduk di sampingku. "Bisa duduk di kursi kamu?", pertanyaan sekaligus pernyataan. "Bentar Mbak, aku capek". Kelas rame, gak teratur, aku ke bawah ambil kertas HVS karena lembar jawaban belum juga dateng. Masuk kelas dan tambah rame. Aku suruh mereka duduk semua, salam, perkenalan, berdoa. Kubagi soal dan salah satu diantara mereka nyeletuk,"Mbak pake softlens ya?". Hanya tersenyum dan berkata tidak. Kuberikan instruksi untuk soal Logika I. Logika I berisi deretan angka, mereka disuruh meneruskan 1 angka. Ini reaksi mereka:
- Haduh mbak gak mudeng
- Yo opo iki garape
- Cek angel e soale, mentolo
- Lak ketoro bodone lek gak isok garap
- Mbak aku bingung, tapi gak tau bingung kenapa
- Kalo gak diisi boleh nggak mbak?
- He rek, jawaban nomer 1 opo?
- Mbak, kei conto po o, nomer 1 ae mbak
- Iki sing dicontokno penak tapi soal e angel2
- Tapi nek gak tak isi ngko ketoro bodo ne mbak
"Yak. Waktu selesai", ujarku. Mereka semua ber,"Yaaa", kecewa. "Mayak mbak e", eaaa cah gede diomong mayak.
Dilanjut logika II, agaknya mereka lumayan mudeng. Soalnya, mereka disuruh mengisi deret huruf selanjutnya. Misal ABC, BCD maka selanjutnya CDE. Mereka mudeng, tapi ngejanya itu nggak nguati, semua ngeja dengan bersuara. "Tenang ya adek2", pintaku. "Untung mbak e sabar yo", kata salah satu dari mereka. "Yo nek psikolog ncen kudu sabar", temannya menimpali. "Mbak, mbak psikolog ya?". Dalam hati, aamiin. "Bukan, mbak cuma staf.
Aritmatika I. Mereka harus menambahkan angka2 yang ada di dalam kolom. Kali ini mereka nggak ngomong sendiri2, tapi mereka menghitung menggunakan mulut. Kayak lebah. Kudu ngguyu nonton e. Semua anak menghitung,"Satu dua tiga empat lima enam.....", dasar anak2. "Ngitung nya dalam hati ya, kasihan temannya yang pengen tenang ngerjain", "Aku juga mau ngerjain mbak...dua tiga dua empat...". Kata Luvi, "Tir, nek sesok anak mu koyo ngene kabeh piye Tir?", pertanyaan yang sulit. Dan kelas tetap berdengung suara empat satu empat dua empat tiga. "Mbak ojok diguyu ta", satu anak menegurku.
Waktu habis dan mereka marah2 lagi. Hahahaha....
Aritmatika II mereka disuruh menambah, mengurang, membagi dan mengali. Kelas sepi. Plok plok plok....*standing applause
Selanjutnya T.A I, II, III. Gak tau kepanjangan T. A apa, ada yang tanya tadi tapi tak slimurno, wkwkw.
Ada option dimana mereka harus memilih 3 dari 19 pilihan profesi yang mereka inginkan di masa depan. "Mbak, boleh nulis yang gak ada di sini gak?"
"Enggak dek"
"Lho, masak memasak nggak ada ta?", kata teman sampingnya. "Gak ada", jawab anak itu. "Ya udah kamu pilih aja apa yang ada", masih teman sampingnya. Kayaknya dia terinspirasi master chef nih pikirku. Betapa televisi sangat mempengaruhi cita2.
Yang terakhir adalah menggambar rumah, pohon, orang. Kertas baliknya menggambar lagi kelelawar menggantung dan kelelawar terbang.
Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Horeeee. Ada 2 anak yang ngajak salaman eee tanganku dicium. Haha. Berasa tua
1 komentar:
wehhh kereen tenann iki hahhaha :D
Posting Komentar