Senin, 31 Desember 2012

Dan jamku putus lagi. Setelah tak buat tiduran di bis. Menyedihkan. Jadi berfikir seberapa hebohnya tidurku. Jangan2 aku nglindur gigit2 sesuatu trus yang kegigit jam tanganku. Jangan2 aku nglindur nyobek2 sesuatu trus yang kesobek jam tangan.

Kemarin sama Arina liat2 jam tangan, tanya harganya, si mbaknya cuma bilang,"tiga ratusan mbak", tanpa menunjukkan spesifikasi harga yang tak tunjuk. Mungkin si mbaknya tau kalo yg nanya bersandal jepit, bersama temannya yg bersandal jepit juga dan dengan pakaian ala kadarnya seperti mau main ke tetangga sebelah itu menunjukkan bahwa si penanya hanya bertanya, tidak membeli.

Ketemuan sama Denti beserta pacar yang rencananya akan melangsungkan prosesi memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Denti memakasi celana di atas lutut dan kami kumal sekali. Hahaha. Denti memakai wedges dan kami memakai sandal jepit, aku merk An*o, Arina merk swall*w.

Minggu, 30 Desember 2012

Terlalu banyak pertanyaan tersudutkan dalam hati hingga tak tau lagi akan bertanya apa, hingga mulut ini pun sulit untuk berkata mempertanyakan. Mengapa mereka begini mengapa saya begitu mengapa saya tak begitu dan mereka tak begini. Mengapa mereka sibuk dengan itu sedang saya sibuk dengan dunia saya sendiri? Dunia yang mana? Ya...dunia yang ini. Yang mana? Yaa..nggak tau deh. *oposih
Menemukan baleho aneh di sekitar daerah Rungkut,"PD* menolak kenaikan tarif dasar listrik". Kalo cuma nulis begituan mah saya juga bisa buat baleho besar2,"Tiara menolak kenaikan tarif dasar listrik". Baleho harganya berapa sih? *nada sombong

Selasa, 25 Desember 2012

Jiwa Yang Bermain Part I

Aku terlanjur untuk bermimpi dan meletakkan mimpi-mimpi dalam daftar goresan tangan berjudul buku mimpi. Dan ketika malam terlanjur larut untuk kembali menjadi senja, ketika itu pula lah aku menyadari betapa tidak berartinya mimpi dalam sebuah angan yang tidak diwujudkan dalam tindakan. Seperti pagi yang terus menerus merengek untuk bertemu bulan, seperti malam yang sangat merindukan matahari, seperti itulah aku bermimpi.

Menengok jam dinding yang melulu berdetak kemudian menutup wajah dengan bantal. Lama kelamaan aku sulit bernafas, melepaskan bantal dari wajah dan kembali terdengar detak yang menjengkelkan. Ya, aku tak pernah menyukai waktu yang terus berputar. Jika dapat, ingin sekali meminta Tuhan untuk menghentikannya tapi sayangnya tak bisa. Berdiri mencari cermin dan mulai membisikkan sesuatu kepadanya. Membisikkan cerita tentang hari ini yang melelahkan. Ketika aku mendekat, bayangan di cermin ikut mendekat,"Hey, kau sangat tidak kreatif, sudah kubilang dengarkan saja ceritaku, tidak usah dekat2". Bayangan itu ikut memaki, sama percis seperti makianku kepadanya. Tidakkah ia tahu bahwa aku sudah lelah menjadi trendsetter-nya.

Kuhembuskan nafasku dan bayangan dalam cermin menarik nafas. Kutarik nafas dalam-dalam dan bayangan dalam cermin menghembuskan nafas. Aku mulai panik. Kuambil gelas susu yang telah habis kuminum.
"Jangan mendekat, atau kau akan kuhantam gelas ini"
Dia hanya tersenyum nyinyir.
"Sudah kubilang, kau tak perlu tampak, kau hanya perlu mendengarkan ceritaku"
Dia terduduk dan siap mendengarkanku bercerita. Mulailah ceritaku tentang sebuah raksasa yang ingin menerkamku. Kuceritakan kepadanya bahwa raksasa itu sebenarnya hanya ingin mencari perhatian, bukan lapar. Raksasa sangat lemah dan ringkih hatinya. Hatinya begitu lembut, ia hanya terperangkap dalam tubuh besar. Kulihat bayangan mulai menguap.

"Apa kau bosan dengan ceritaku?", mataku mulai berair. "Kau sama seperti mereka, sama-sama tak mau mendengarkan ceritaku".

Pyarrrrrr...
Untuk kelima kalinya dalam sebulan kaca-kaca yang berada di rumah kupecahkan.

Kutunggu pintu kamarku digedor dan tak ada satu pun yang menggedornya. Kemana perginya mama dan papa? Apakah aku hanya sendirian di rumah berhantu ini? Tidak, rumah ini tidak berhantu, hanya aku yang berhalusinasi. Tapi siapa bayangan yang ada di dalam cermin?

Tanyaku keterlaluan banyaknya hingga aku terlalu lelah dan jatuh tertidur.

***
Matahari terlalu terik membangunkanku. Bergegas aku ke kamar mandi. Tapi kuurungkan niatku. Takut hantu-hantu di rumah ini menyukaiku. Aku terlanjur sadar akan hal ini.

Mama mendatangi kamarku dan menangis. Aku mengambilkannya tissu dan mengusapkan tissu itu ke wajah yang mulai mengeriput meski beliau memakai anti aging sekalipun.
"Sampai kapan kau akan terus begini, Karin? Apa yang kau butuhkan? Bicaralah!"
Aku terus memandangi wajah Mama tanpa ekspresi. Memang, aku sudah lama tidak berbicara. Berbicara kepada manusia. Ada banyak alasan yang membuatku tak mengerti tentang manusia. Dan salah satunya tentangku.
"Untuk apa Mama bekerja siang malam jika kamu akhirnya begini. Tapi Mama tak sungguh tahu bagaimana nantinya jika Mama berhenti bekerja", Mama terus menangis. "Mama sudah tak kuat Karin. Bunuhlah Mama supaya hilang beban di pundak Mama".
Butiran air mata jatuh di pipiku. Tetap saja lidahku kelu. Selalu ada alasan yang membuatku tak mengeluarkan kata-kata. Andai saja Mama tahu apa alasan itu.
 

Bersambung...

Senin, 24 Desember 2012

Mengerti dan memahami. 2 kata yang selalu membuatku bingung. Kadang aku mengerti tapi tak kunjung faham. Kadang aku faham tapi malas mengerti. Layaknya angin yang mendesirkan sesuatu, sesuatu kadang terbawa dan tak kunjung mengerti maksud angin. Tapi angin terus menerus membawa sesuatu hingga akan sampai di satu titik sesuatu akan faham dan mengerti. Kini, akulah sesuatu itu, aku lah yang terbawa angin yang kini menjadikanku sebuah pemahaman dan pengertian yang menawan. Pemahaman dan pengertian yang mungkin banyak orang dapatkan. Pemahaman dan pengertian yang menjadikan seseorang menjadi dewasa sebelum umurnya, membuat dahi berkerut, yang kerutannya jelas tergambar dalam seraut wajah yang kelak akan mengerti dan faham. Bahwa bukanlah menjadi siapapun kelak, aku akan merasa bahagia, tapi membahagiakan siapa pun yang akan menjadikanku bahagia. Bahagia. Mengapa aku terus menerus mencari kebahagiaan? Mengapa dadaku ingin terus menerus buncah oleh perasaan senang? Mengapa bibirku ingin terus menerus tersenyum yang menandakan aku bahagia?

Itu artinya tak ada alasan untuk tidak mencapai kebahagiaan jika kebahagiaan adalah hanya dengan membagi senyuman kepada setiap orang.
Aku (mungkin) memang dilahirkan untuk berada di duniaku sendiri. Sekelumit perasaan yang terjebak dalam asumsi subyektif. Benar kata teman yang menawarkan diri menjadi sahabat, aku terlalu dingin dan sibuk dengan duniaku sendiri. Mungkin aku memang tak pantas untuk dijadikan sahabat, maka maafkan. Sudah. Ini sudah terlampau senja untuk mengemasi pikiranku kembali seperti sedia kala. Gunung yang menjulang pun tak mampu menghalangiku untuk kembali menatap duniaku. Maka panggillah aku. Batman.

Selasa, 18 Desember 2012

Untuk setiap doa2 yang terjawab, terima kasih Tuhan. Meski entah akan berakhir kapan tapi hari ini sungguh kedatangan ibu itu seolah oase di padang pasir. Tambah lagi satu keyakinanku jika janji Allah adalah benar,"Berdoalah kepadaKu, niscaya kuperkenankan doamu".

Sabtu, 15 Desember 2012

Merasa punya sahabat perjalanan (jadi sahabat nek pas pulang-pergi kampung tok)  membuatku meng-sms-nya (halah). "Yu, dolan yo, nandi ngono. Sirahku abot". Sebab kutahu dia rapat jarang2, gak kayak temen kampusku yang sepertinya tiap hari rapat, tiap hari sibuk. Kalo aku sih males datang syuro' (rapat dalam bahasa Indonesia) semenjak liat koran terus ada cerita orang jepang ngomong sama orang indonesia,"Orang Indonesia itu kebanyakan rapat ya!". Yah, mufakat tercapai memang dengan musyawarah tapi dengan semua dimusyawarahkan, individu2 jadi kehilangan tanggung jawab untuk sebuah keputusan. O iya, aku gak merasa paling benar kok. Jelas2 ini tulisan subyektif sekali jadi kalo ada yang baca dan merasa tulisan ini salah, silakan. Hehe

Kembali ke kepala berat. Wahyu mau dan kami memutuskan makan. Sebab kedua mengajak Wahyu adalah karena kupikir kalo mengajak teman2ku kampus bakalan makan di tempat2 mahal trus ujung2nya foto2 di tempat tersebut. Hehe. (yang ini sih sebagian, tapi di tulisan ini aku ingin lebay, plis jangan halangi aku untuk lebay).

Sampe di tempat makan pilihan Wahyu,"Heh, kok larang2 yo", bisikku. "Halah gampang, meh pesen opo iki?", wah seneng aku denger Wahyu ngomong demikian. Harapan untuk makan gratis.
"Kok nasi putih? Sego goreng ae lho sing akeh", pekikku
"Tenan?"
"Iyo. Lho kok pesen bakmi pisan?"
"Gak enak Tir mangan sego goreng tok"
"Halah"
Pesanan agak lama. Ya, walaupun omongan Wahyu garing tapi terima kasih sudah membuat sejenak menghilangkan kosakata,"Laporan KP".

Akhirnya nasi goreng dan mi datang. Ambil piring, ambil nasi goreng, ambil mi goreng, sendokan entah keberapa, ada makanan yang dateng lagi. "Heh, kowe pesen 3? Yakin entek?"
"Iyo, awakmu gak yakin a?"
Jadi di depan meja kami ada nasi goreng, mi goreng dan entahlah namanya yang jelas potongan ayam krispi kecil2 yang dibumbui saos merah kental.
"Mangan e slow ae Tir, ndak eneg", aku hanya mengangguk dan melanjutkan makanku. Wahyu gak aturan, comot sana comot sini, makan sampek keringetan, perasaan aku kedinginan. Dan hingga sampai pada saatnya kami kekenyangan makanan masih tersisa banyak. Ada lah acara pembungkusan.
"Trus aku melu urun ora ki?", tanyaku
"Terserah", jawaban ambigu. Terpaksa melu urun, yo opo maneh ngomong e mbe aku rasido lungo jogja goro2 duit e entek mosok iyo aku tego.

Oke, kalo urusan makan besok2 gak ngajak Wahyu lagi. Makan sendiri lebih irit ya sodara2. Untung gak punya pacar.

Dan selepas kami berpisah, kepalaku jadi berat lagi sampek sekarang. Sip.

Rabu, 12 Desember 2012

Laporan KP part II

Ibu, ibu sedang apa?
aku rindu
aku bingung bagaimana harus melangkahkan kaki
gadismu yang kau kira sudah besar
kini mengkerdil lagi

Ibu, bagaimana hari2mu?
Hari2ku menyeramkan
Seorang perempuan yang cantiknya seperti ibu membuatku resah
andai orang tersebut seperti ibu perangainya
pasti kemarin sore air mataku tak kan menetes
pasti kemarin kemarin doaku hanya teruntuk padamu dan bapak, bukan untuk dia

Ibu, ibu sedang masak apa?
aku bosan makan makanan masakan orang

Bapak, aku iri melihat laporan teman2ku sudah dijilid
mereka sudah dapat tertawa puas sedang aku masih was was

Bapak ibu, doakan aku

Sabtu, 08 Desember 2012

Ketika orang2 sibuk dengan rutinitas, harusnya aku juga ikut menyibukkan diri. Tapi selalu saja ada bisikan untuk berada di kamar seharian menikmati layar laptop yang mungkin sudah jenuh untuk dihidupkan. Kupikir rutinitas itu sangat menjenuhkan bukan? Sebab kamu tidak dapat menikmati kesendirian untuk merenungkan hal-hal yang sangat begitu tidak penting. Mungkin sebagian orang mencintai kesibukkan. Tapi memberi penghargaan kepada diri sendiri kadang dibutuhkan. Bukan mencintai zona nyaman, tapi sepertinya begitu. Haha

Selasa, 04 Desember 2012

Sedang tidak memikirkan apa-apa dan sedang tidak ingin menulis apa-apa. O iya se punya janji sama Mbak Rani mau jawab pertanyaannya lewat blog. Ehm  bagaimana kita tahu orang yang ada di dekat kita adalah seseorang yang tepat untuk kita. Dulu, aku tidak mengerti mengapa Tuhan menempatkanku di sini bukan di sana. Hingga aku terus menerus "memaksa" Tuhan untuk memberi tahuku mengapa Dia menempatkanku di sini. Tapi Tuhan tidak serta merta menjawab doaku. Tuhan menunggu saat yang tepat dimana kesadaranku penuh dan pemahamanku menjadi lebih baik untuk menerima jawaban2 doa “paksaanku”. Kukira waktu yang ikut membantu menjawab pertanyaan-pertanyaanku. 

Mengapa harus penasaran sekali, seseorang itu tepat untuk kita atau tidak? Sedangkan semuanya sudah tertulis di Lauh Mahfudz, jauh sebelum kita dilahirkan. Mbak Rani tahu kan perempuan baik untuk laki-laki baik? Nah, Mbak Rani juga paham kan kalau Allah, Tuhan kita, sangat sayang sekali kepada umatNya yang beriman, pasti Allah tidak akan terus menerus membiarkan seorang yang baik tumbuh bersama seorang yang buruk, atau bisa jadi seorang yang baik itu akan membaikkan seorang yang buruk, tapi jika seperti itu mengapa istri fir'aun baik ya? Gak ngerti wes. Tapi di sisi lain aku juga bingung, antara hambatan atau tidak diperbolehkan. Misal, ada suatu hubungan yang belum menikah, setiap hari ada masalah, orang tua tidak mengizinkan pula, dan masih banyak lagi hambatan lainnya. Yang aku bingungkan, apakah masalah itu adalah sebuah hambatan ataukah tanda dari Tuhan supaya tidak bertahan. Jadi, cobalah sensitif untuk memastikan apakah masalah2 tersebut adalah hambatan atau penolakan Tuhan.
Mbak, lamanya pacaran itu tidak menentukan harmonis tidaknya suatu hubungan kelak jika sudah menikah. Menikahlah, maka insyaAllah rezekinya tambah banyak.  Semoga Allah memberikan pemahaman baik untuk kita semua :D