Dulu, waktu belum musim pacaran, mbakku sudah pacaran, tepatnya kelas 2 SMP. Terlalu dini memang. Ehm orang menyebutnya sebagai masa puber. Definisi masa puber silakan cari di google.
Setiap pulang sekolah, setelah makan, mau tidur selalu bercerita tentang pacarnya, pacarnya dan pacarnya. Sampai2 ditulis di diary. Nah, karena rasa penasaranku yang teramat dalam terhadap buku yang bernama seperti penyakit tersebut, diam2 aku mengambil buku diary milik mbakku dan membacanya. Dan aku sangat terkejut dengan tulisan di dalam buku tersebut. Kau tahu, hampir semua isi diary sudah pernah diceritakan oleh mbakku. Rasanya seperti mau muntah bacanya. Sambil membolak-balik buku diary,"Lha sing iki wes tau dicritake, iki yo uwis, iki malah ping akeh". Mbakku sangatlah kreatif.
Setiap pulang sekolah, setelah makan, mau tidur selalu bercerita tentang pacarnya, pacarnya dan pacarnya. Sampai2 ditulis di diary. Nah, karena rasa penasaranku yang teramat dalam terhadap buku yang bernama seperti penyakit tersebut, diam2 aku mengambil buku diary milik mbakku dan membacanya. Dan aku sangat terkejut dengan tulisan di dalam buku tersebut. Kau tahu, hampir semua isi diary sudah pernah diceritakan oleh mbakku. Rasanya seperti mau muntah bacanya. Sambil membolak-balik buku diary,"Lha sing iki wes tau dicritake, iki yo uwis, iki malah ping akeh". Mbakku sangatlah kreatif.
"Hayo gek ngopo?", Mbak Rani mengagetkanku sambil merebut buku diary nya.
"Halah, sing di tulis wes tau dicritakke kabeh", dengan nada kesal aku menyahut.
"Salah e pengen ngerti urusan e wong liyo", akhirnya aku mengalah dengan pergi meninggalkan mbak Rani. Dalam hati,"Tiwas wes deg2an wedi ketahuan trus diseneni ee malah isine wes tau dicritakke kabeh"
Di keluarga besar kami, bapakku lah orang yang paling disegani. Dulu jaman sepupuku masih muda dan pacaran, bapakku orang yang marah2 dulu sebelum orangtuanya. Kata bapak,"Meh sekolah opo meh pacaran". Eee lha kok malah anake dewe sing pacaran. Mbakku bilang dia BACKSTREET sama pacarnya. Back itu belakang street itu celana. Jadi backstreet itu celana bagian belakang.
Mas Tomi, pacar pertama mbakku. Dia tak pernah memanjangkan rambutnya. Mungkin alasan utama rambutnya selalu hampir botak adalah dia takut ketahuan kalo dia sebenarnya adalah Tini. Bapak menyebutnya ndas bulus. Nama kerennya turtle head. Suatu hari pas nonton sinetron Kisah Sedih di Hari Minggu,"Mbak-mbak, mirip pacarmu". Agak mirip si, selebihnya biar mbakku senang saja.
Puncaknya, Mas Tomi dan Mbak Rani yang mengaku celana bagian belakang backstreet, dengan nekatnya ingin bermain bersama ke Bruno ke rumah Mbak Ingga. Bapak tidak percaya kalo mereka berdua teman biasa. Bapak menyuruhku mengawasi kegiatan mereka berdua. Walah, aku yang saat itu masih kelas 4 SD tak tahu apa2 mengiyakan saja. Dengan celana gombrang, rambut merah kriwil mirip anak kereta, badan kurus kerempeng, aku dipercaya bapak sebagai MATA-MATA.
Ternyata Bruno jauh bray. Kami berempat naik angkot yang dipenuhi oleh orang pasar. Berangkat dengan selamat. Di sana foto2 di pinggir jalan. Entah kamera milik siapa yang jelas aku tak suka dengan foto2 itu. Raiku gak onok sing ayu pek. Sebenarnya kami ingin main di air terjun, tapi kata mbak Ingga ada babi hutannya di sana. Akhirnya kami bermain di sungai kecil. Sedang senang2nya bermain tiba2 ada eek lewat. Dan sang pemilik eek sedang bersembunyi di balik batu besar.
Hari semakin petang. Cuaca tak bersahabat. Kami memutuskan pulang. Sayang angkot penuh sesak. Dengan sangat terpaksa dan entah mengapa aku dipangku Mas Tomi bukan Mbak Rani.
"Ran, bokong e adek mu lancip"
4 komentar:
Keren-^ mampir blog ku yah! :)
okeee Faiz :D
sek2 bentar, kamu orang jawa barat?itu ada bhs jawanya,ngrt kah kok bisa bilang keren??hehe
Ngerti, sdikit2 hehe
Posting Komentar