Minggu, 21 April 2013

Retoris

Tak seharusnya aku menuduh Tuhan tidak adil pada hidupku. Fase, ya, itu hanya fase yang seiring dengan berjalannya waktu akan beralih ke fase selanjutnya. Saat masalah menjelaskan padaku tentang kesulitannya, dia mengiming-imingiku dengan kemudahan. Begitu bukan janji Tuhan?

"Aku tahu kamu sholat, mengaji, mengadu apa-apa pada Tuhan. Kenapa kamu masih ragu kalau Tuhan itu adil? Bukankah kamu tahu Dia itu Maha segalanya?", kata sahabat setelah menyimak ceritaku.

"Aku yakin Tuhan itu ada. Aku juga yakin Tuhan itu Maha segalanya. Aku hanya ingin bertanya kepada Tuhan, mengapa harus aku? Apakah aku spesial di hadapan-Nya sehingga harus aku?"

"Iya, kamu spesial. Tuhan tahu kamu mampu dan kuat."

"Mengapa kamu lebih tahu aku, ketimbang aku sendiri?"

"Karena yang bisa melihat diri sendiri adalah orang lain. Dulu aku sepertimu, merasa hidup itu tidak adil. Tapi aku belajar dari orang-orang 'di bawahku' dan aku mendapat bahwa Tuhan sangat adil"
"Kau menabrak-tabrakan logika untuk urusan sesensitif ini!", katanya menambahkan.

"Bukankah katamu aku terlalu menggunakan perasaan? Aku tidak mengerti apa hubungannya dengan logika. Aku hanya menyimpulkan dari realita"

"Iya itu namanya kau menggunakan logikamu"

Hening.

"Kawan, apakah Tuhan sayang padaku?"

"Iya"

"Apakah Tuhan sayang padamu?"

"Entah"

"Kenapa kau tahu Tuhan sayang kepadaku sementara kau sendiri tak tahu Tuhan sayang padamu atau tidak?"

"Buktinya, kau selalu tahu jika kau berbuat dosa kau akan ditegur"

"Memang kau tak pernah ditegur Tuhan?"

"Mungkin pernah, tapi aku tak merasa, mungkin"

"Coba Tuhan punya twitter yang setiap kali aku mention langsung dibalas. Jadi aku tahu bagaimana aku harus melangkah seharusnya"

Sahabat tersenyum.

"Sekarang, kau mau pilih mana, setiap berbuat dosa Tuhan memperingatkanmu, atau tidak"

"Iya, aku pilih Tuhan memperingatkanku, tapi mengapa harus sepahit ini?"

"Aku tidak akan menasihatimu tentang sabar. Sebab aku paham, kau mengerti akan hal ini"

Pembicaraan dengan seorang kawan yang ditambah dan dikurangi, kurang lebih begitu. Dari pembicaraan tersebut aku merasa membutuhkan guru. Ada yang mau jadi guruku?


Tidak ada komentar: