Sabtu, 11 Mei 2013

Kemauan


Aku bingung. Tiba-tiba ada seorang kawan bilang aku orang yang berbeda. Entahlah, sampai saat ini belum kutanyakan maksudnya berbeda dalam hal apa. Jangan-jangan aku mengalami semacam kelainan hingga dikatakan berbeda. Kalo memang kelainan, kira-kira kelainan apa ya? mental apa fisik?

Beda. Bukankah memang di dunia ini setiap mahkluk diciptakan berbeda-beda, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Itu tandanya aku bukan orang special sebab aku hanyalah bagian dari perbedaan-perbedaan yang diciptakan Tuhan.
Ada penyebabnya mengapa dia bilang aku berbeda. Sorenya, kami membincangkan sesuatu. Seseorang lebih tepatnya. Seseorang yang menangis dan aku ingin tahu alasannya menangis. Sebagai seseorang dengan rasa ingin tahu yang minim, kupancing dia untuk bercerita, berharap dengan bercerita aku bisa mendengarkan ceritanya. Sebab aku pendengar, bukan peringan masalah. Yang meringankan masalah kan Tuhan.
Dari panjang cerita, akhirnya aku bertanya,”Kira-kira apa yang bisa membuatmu bersemangat kembali?”
“Aku bisa berbaur dengan teman-teman”
“Sudah kau coba?”
“Sudah. Tapi gak berhasil. Iklim mereka gak cocok denganku”
“Kamu pikir aku cocok sama mereka? Enggak. Tapi aku mencoba bisa. Kalau aku sedang butuh teman, aku gak segan-segan ikut nimbrung dengan mereka, meski akhirnya kepalaku pening. Tapi kalau aku pengen sendiri, ya aku sendiri”
“Oh, pantaslah kamu suka menyepi”
“Maksudku, kita butuh topeng!”
*kemudian aku lupa percakapan lainnya*

Maka entah kalian akan berpikir aku ini seperti apa. Bukankah setiap orang akan baik jika ada maunya dengan seseorang yang lain?
Bahkan, yang katanya seseorang suka menolong dengan tulus, bukankah dia juga ada maunya? Mau mencari ridho Allah. Kita semua terjerumus dalam suatu kemauan. Apa hakikat kemauan itu sendiri? Apakah ada tingkatannya suatu kemauan itu? kemauan yang baik atau buruk.

Yang lebih aneh adalah “teman” Maryos. Ketika aku datang hendak meminta sesuatu dia bertanya,”Ngapain kamu kesini?”
“Di sini ada ****** gak, Pak?”
“Kamu kesini kalo ada maunya ya? ha? Kamu butuh, baru kamu kesini. Kamu anggap apa tempat ini?”
Aku tersenyum.
Dia melanjutkan kalimatnya,”Kalo saya bilang ada, kamu mau apa. Kalo saya bilang gak, ada kamu mau apa?”
“Kalo ada, saya minta, kalo gak ada, yasudah”
“Sebenernya ada, tapi saya bilangnya gak ada”
“Oh yaudah”
“Enak nggak dibilang kayak gitu?”
“Biasa aja, Pak”
“Kamu gak ngerasa punya masalah ya?”
“Enggak”
“O yaudah. Tadi kamu nyari apa?”
“******”
“Iya. Itu ada, tapi saya bilang gak ada”
“Oh yaudah”

Hehe. Sebenernya gak nyambung sama percakapan sebelumnya. Tapi marilah kita sambungkan. Begini Kawan, mau, kemauan, keinginan, tujuan, menurutku hakikatnya sama. Kita melakukan sesuatu karena sebuah kemauan, keinginan atau tujuan. Manusia itu ladang nafsu sampai-sampai orang ekonomi bilang manusia itu terpenuhi kebutuhan satu muncul kebutuhan lain. Bukankah kebutuhan juga suatu kemauan, keinginan atau tujuan? Salahkah kita jika melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan hingga ada orang bilang,”Kamu kesini kalo ada maunya saja”. Dan jawabannya,”Kalo saya gak butuh, ngapain saya kesana”. Orang datang ke warung aja karena ada maunya, dia lapar. Orang mendatangi kantor pos karena ada maunya, dia ingin mengirimkan sesuatu. Orang berbincang dengan orang lain pun ada maunya, dia ingin berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi informasi. Orang cangkruk pun ada maunya, dia ingin melepas penat, ingin bertemu kawan-kawan dan lain-lain. Orang membuat lagu juga ada maunya, dia ingin yang ada di dalam pikirannya tersampaikan. Orang menyanyi ada maunya juga, dia ingin suaranya di dengar, ingin yang mendengarkan terbawa dalam emosi. Dan akhirnya, aku menulis ini pun ada maunya, aku ingin menuliskan apa yang ada dipikiranku supaya orang lain mengenalku.

Hey, kita terlalu hipokrit dengan mengatakan,”Dia datang ke aku kalau ada maunya saja”. Kita mandi saja ada maunya, mau bersih harum tidak bau dll.
Manusia itu banyak maunya memang, sampai-sampai orang-orang tua kita selalu bilang kalau jika kita di surga kelak, kita akan mendapat apa yang kita mau. Mereka mengiming-imingi kita dengan kemauan tak terbatas. Jadi apakah salah jika seseorang melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan atau kemauan?

Tidak ada komentar: