Aku bingung.
Tiba-tiba ada seorang kawan bilang aku orang yang berbeda. Entahlah, sampai
saat ini belum kutanyakan maksudnya berbeda dalam hal apa. Jangan-jangan aku
mengalami semacam kelainan hingga dikatakan berbeda. Kalo memang kelainan,
kira-kira kelainan apa ya? mental apa fisik?
Beda. Bukankah
memang di dunia ini setiap mahkluk diciptakan berbeda-beda, berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku. Itu tandanya aku bukan orang special sebab aku hanyalah
bagian dari perbedaan-perbedaan yang diciptakan Tuhan.
Ada penyebabnya
mengapa dia bilang aku berbeda. Sorenya, kami membincangkan sesuatu. Seseorang lebih
tepatnya. Seseorang yang menangis dan aku ingin tahu alasannya menangis. Sebagai
seseorang dengan rasa ingin tahu yang minim, kupancing dia untuk bercerita,
berharap dengan bercerita aku bisa mendengarkan ceritanya. Sebab aku pendengar,
bukan peringan masalah. Yang meringankan masalah kan Tuhan.
Dari panjang
cerita, akhirnya aku bertanya,”Kira-kira apa yang bisa membuatmu bersemangat
kembali?”
“Aku bisa
berbaur dengan teman-teman”
“Sudah kau
coba?”
“Sudah. Tapi
gak berhasil. Iklim mereka gak cocok denganku”
“Kamu pikir
aku cocok sama mereka? Enggak. Tapi aku mencoba bisa. Kalau aku sedang butuh
teman, aku gak segan-segan ikut nimbrung dengan mereka, meski akhirnya kepalaku
pening. Tapi kalau aku pengen sendiri, ya aku sendiri”
“Oh,
pantaslah kamu suka menyepi”
“Maksudku,
kita butuh topeng!”
*kemudian
aku lupa percakapan lainnya*
Maka entah
kalian akan berpikir aku ini seperti apa. Bukankah setiap orang akan baik jika
ada maunya dengan seseorang yang lain?
Bahkan, yang
katanya seseorang suka menolong dengan tulus, bukankah dia juga ada maunya? Mau
mencari ridho Allah. Kita semua terjerumus dalam suatu kemauan. Apa hakikat
kemauan itu sendiri? Apakah ada tingkatannya suatu kemauan itu? kemauan yang
baik atau buruk.
Yang lebih
aneh adalah “teman” Maryos. Ketika aku datang hendak meminta sesuatu dia
bertanya,”Ngapain kamu kesini?”
“Di sini ada
****** gak, Pak?”
“Kamu kesini
kalo ada maunya ya? ha? Kamu butuh, baru kamu kesini. Kamu anggap apa tempat
ini?”
Aku tersenyum.
Dia melanjutkan
kalimatnya,”Kalo saya bilang ada, kamu mau apa. Kalo saya bilang gak, ada kamu
mau apa?”
“Kalo ada,
saya minta, kalo gak ada, yasudah”
“Sebenernya
ada, tapi saya bilangnya gak ada”
“Oh yaudah”
“Enak nggak
dibilang kayak gitu?”
“Biasa aja,
Pak”
“Kamu gak
ngerasa punya masalah ya?”
“Enggak”
“O yaudah.
Tadi kamu nyari apa?”
“******”
“Iya. Itu ada,
tapi saya bilang gak ada”
“Oh yaudah”
Hehe. Sebenernya
gak nyambung sama percakapan sebelumnya. Tapi marilah kita sambungkan. Begini Kawan,
mau, kemauan, keinginan, tujuan, menurutku hakikatnya sama. Kita melakukan sesuatu
karena sebuah kemauan, keinginan atau tujuan. Manusia itu ladang nafsu
sampai-sampai orang ekonomi bilang manusia itu terpenuhi kebutuhan satu muncul
kebutuhan lain. Bukankah kebutuhan juga suatu kemauan, keinginan atau tujuan? Salahkah
kita jika melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan hingga ada orang bilang,”Kamu
kesini kalo ada maunya saja”. Dan jawabannya,”Kalo saya gak butuh, ngapain saya
kesana”. Orang datang ke warung aja karena ada maunya, dia lapar. Orang mendatangi
kantor pos karena ada maunya, dia ingin mengirimkan sesuatu. Orang berbincang
dengan orang lain pun ada maunya, dia ingin berbagi cerita, berbagi pengalaman,
berbagi informasi. Orang cangkruk pun ada maunya, dia ingin melepas penat,
ingin bertemu kawan-kawan dan lain-lain. Orang membuat lagu juga ada maunya,
dia ingin yang ada di dalam pikirannya tersampaikan. Orang menyanyi ada maunya
juga, dia ingin suaranya di dengar, ingin yang mendengarkan terbawa dalam
emosi. Dan akhirnya, aku menulis ini pun ada maunya, aku ingin menuliskan apa
yang ada dipikiranku supaya orang lain mengenalku.
Hey, kita
terlalu hipokrit dengan mengatakan,”Dia datang ke aku kalau ada maunya saja”. Kita
mandi saja ada maunya, mau bersih harum tidak bau dll.
Manusia itu
banyak maunya memang, sampai-sampai orang-orang tua kita selalu bilang kalau jika
kita di surga kelak, kita akan mendapat apa yang kita mau. Mereka mengiming-imingi
kita dengan kemauan tak terbatas. Jadi apakah salah jika seseorang melakukan
sesuatu karena suatu kebutuhan atau kemauan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar