Minggu, 26 Januari 2014

Ada saja cara Tuhan mengingatkanku. Benar kata padi, hidup tak selamanya indah. Terima kasih Tuhan. Mungkin memang harus terjatuh dulu supaya lebih cepat berlari.

Untuk apa memikirkan kesuksesan orang lain. Bagaimanapun cara mereka mendapatkannya, setidaknya itulah usaha. Daripada berfokus pada yang negatif, mending berpikiran positif. Tapi belajar menerima itu yang paling penting. Mungkin usahaku kurang, mungkin aku punya dosa yang akan terhapus dengan musibah ini. Hehe...aamiin. Yaaa...belajar intropeksi diri lah.

Selasa, 21 Januari 2014

Sambal Penyet

Pemimpi kembali goyah. Ia tak tahu harus berbuat apa ketika harapan tak sesuai kenyataan. Bukankah kesedihan adalah pertanda keputusasaan? Maka jika harus memilih, ia tetap memilih bersedih. Menangisi satu pintu kesempatan yang tertutup. Berlama-lama mengetuk pintu tersebut, meneriaki orang yang di dalamnya bahkan ia mencoba mendobrak pintu. Pintu terbuat dari baja kokoh yang tak bisa ia dobrak. Ia terus berdoa kepada Tuhan. Pikirnya tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Ia lupa. Sungguh lupa. Tuhan tak suka di dikte. Semua kejadian adalah sesuai yang tertulis.

Doa-doa terbaik apakah mampu meluluhkan Tuhan?

Ya, dia mengeluh kepada Tuhan. Memang, Tuhan sebaik-baik penolong. Tapi sayang, Tuhan hanya dijadikan pelariannya disaat Tuhan memberinya ujian. Mana ada sembahyang saat Tuhan mengujinya dengan kesenangan. Tak ada. Air mata mengering. Dengan congkak berjalan di muka bumi sambil berseru kebaikan tapi sendirinya menyeleweng. Perilaku orang munafik.

Maka di sepertiga malam ia kembali, sumber air matanya ialah hati. Tuhan mengujinya dengan kesedihan. Ia malu. Malu sekali. Maka sebab kemaluannya itu ia memutuskan tak berdoa. Ia bingung. Bingung sekali. Bingung akan berdoa apa.

Tobatnya bak makan sambal, tahu jika makan sambal kepedasan dan membuat perut sakit. Tapi setelah sembuh dari sakit ia akan makan sambal lagi.

Maukah Tuhan memaafkan setelah ia berbuat sedemikian rupa?

Dia bertanya tentang jawaban. Mengapa semua begitu membingungkan. Apakah Tuhan menunggu? Menunggu kita siap menerimanya atau menunggu malaikat meniup sangkakala? Mungkin tak semua pertanyaan memberi jawaban.

Mungkin Tuhan ingin membuatnya jera. Kesempatan terbaik milik orang-orang baik. Kehidupan memberikan pilihan. Mungkin mulai hari itu pemimpi akan membangun dirinya yang hancur lagi. Sebab saat ini ia berfikir sedang hancur. Yang tersisa hanya hati. Segumpal yang menentukan baik-buruk seseorang.

Tentang doa, kau mau tahu, doanya begitu singkat. Dia belajar berdoa.

Cintai aku Tuhan, bisiknya dalam doa

Impossible is nothing

Kita ditindas Kota

Murni berjalan sendiri. Tertatih. Rudi telah pergi meninggalkannya sebelum mereka benar-benar dekat. Mungkin dulu Rudi tak sungguhan mencintainya. Mungkin dulu Rudi hanya singgah melepas lelah. Mungkin memang Tuhan tak mengizinkan. Mungkin Murni yang terlalu percaya diri.

Kemudian Murni memutuskan pergi. Meski tetap tertatih. Dia menemukan tempat-tempat baru, kawan-kawan baru, pengalaman baru dan kesempatan baru. Rudi mulai tak memedulikannya. Murni pun mulai lupa. Baginya masa lalu hanyalah pelajaran yang harus diambil hikmah.

Murni selalu begitu, terlalu cepat jatuh cinta dan terlalu cepat melupakan. Ia tak pernah mau stagnan dengan satu orang. Tak ada paksaan dalam mencintai. Jika satu orang pergi tanpa janji mengapa harus menunggunya kembali? Mengapa tak mencari pengganti?

Bukankah hakikat cinta itu melepaskan? Saat ayah begitu mencintai anaknya, maka ayah harus merelakan sang anak pergi menggapai mimpi. Ayah tak pernah khawatir sebab suatu hari nanti anak pasti kembali. Sebab bagi anak, rumah adalah tempat kembali. Maka Murni menjadikan hatinya sebagai rumah, tempat kembalinya orang-orang yang benar-benar mencintainya.

*to be continue...

Pernahkah kamu merasa tak bisa berbuat apa-apa kecuali menunggu keputusan Tuhan? Akhir-akhir ini aku sering sekali. Yakin Tuhan sudah menyiapkan obat saat Dia menciptakan penyakit. Hanya orang-orang tertentu yang tau macam obat. Tapi kupikir aku tak butuh orang lain sebagai penyembuh. Cukuplah Tuhan sebagai penolongku.

Minggu, 19 Januari 2014

Akan ada saat dimana kita lupa dengan apa yang kita ucapkan taoi orang lain hafal betul tiap titik koma pengucapan kita

Selasa, 14 Januari 2014

Alam bawah sadar kita sudah terdoktrin dari kecil, kalau gak sekolah mau jadi apa kamu besok besar. Kita sudah terlalu mensucikan lembaga sekolah sebagai institusi yang bisa menjadikan seseorang besar. Padahal sekolah hanyalah salah satu usaha dari sekian banyak usaha. Bukankah orang-orang yang menyangkal penjelasan,"Tidak ada hubungan sebab akibat itu", menjelaskan tentang ayat Tuhan,"Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jikalau kaum itu tidak mengubahnya sendiri". Mungkin pikiran kita terlalu dangkal dengan apa yang disebut dengan usaha. Bukankah usaha untuk menjadi kaya itu bermacam-macam. Tidak munafik bahwa kebanyakan orang bersekolah tinggi tujuannya untuk hidup yang lebih baik. Harta, tahta atau sekadar ingin hidup nyaman. 

Kembali ke usaha. Usaha itu bermacam-macam, tidak hanya sekolah. Tapi sayang kita sudah terperangkap dalam zaman dimana orang-orang begitu menyucikan lembaga sekolah. Maka akan ada pertanyaan,"Berarti besok kalau kamu punya anak gak bakal disekolahin, Tir?". Haha. Ya tetep tak sekolahin tapi tak akan kupaksa untuk sekolah. Lihatlah orang-orang lulusan teknik yang bekerja di bank atau lulusan manajemen yang menjadi wiraswata. Maka akan muncul pernyataan,"Ya emang di situ sih rejekinya". Ya jalan hidup itu memang begitu misterius. Kita bukan Tuhan yang serba tahu semuanya. Jadi jalani saja. Trus hubungannya sama usaha apa? Ehmmm...Usaha tidak ada hubungannya dengan hasil kawan, usaha itu perintah hasil itu pemberian Tuhan. Tuhan memang menyuruh kita berusaha. Tapi Tuhan tak mau di dikte. Hak prerogatif Tuhan untuk mengatur apapun yang ada pada diri kita. Jadi berusahalah semaksimal mungkin, jika Tuhan tidak berkenan dengan mimpimu, Tuhan pasti mengganti dengan yang lebih indah. Selamat bermimpi, selamat berusaha, selamat menikmati kejutan dari Tuhan dan selamat siang!

Mimpi

Bermimpilah! Maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.

Dulu, kawan bercerita tentang mimpinya yang ingin bersekolah jauh-jauh dari sini. Selang beberapa bulan, Tuhan menjawab, mengganti setiap sakitnya "belajar". Dia pergi ke tempat yang ia inginkan, negeri di mana dalam satu tahun musim berganti selama empat kali. Waktu berjalan, akupun jua, meski di tempat.

Kini, datang kawan baru, pun bercerita tentang mimpinya. Mimpi menikmati dinginnya salju, teriknya matahari, kerasnya hidup dan perjuangan demi sebuah mimpi. Sama percis seperti 3 tahun yang lalu, yang hanya ada Tuhan, dia dan aku.
Aku tetap sama, tak punya mimpi setinggi mereka. Mimpiku hanya satu.

Jika suatu hari nanti Tuhan mengabulkan mimpi kawan baruku, aku pasti ikut bahagia.

Tapi kini, kuputuskan untuk membuat mimpi. Menulis kembali daftar-daftar mimpiku. Terus "belajar" supaya Tuhan melihatku. Terus berdoa supaya Tuhan mengasihku.

Mimpi, akhirnya kutemukan kau kembali!

Senin, 13 Januari 2014

Masa lalu

Pecinta masa lalu hidupnya tak akan damai
Terhantui bayang-bayang
Meragukan masa depan
Merindukan jawaban penantian

Simpan saja masa lalu pada kotak
Tutup rapat
Lalu sembunyikan kuncinya

Jika kau rindu, kau dapat membukanya
Jika tiap hari merindu?
Tak ada salahnya
Tapi apa guna kotak?

Kalau begitu, buang saja kotak ke laut
Beri batu kotak itu
Biar dia tenggelam
Tenggelam bersama kenangan
Kata kawan,"Masa lalu bukan hanya tentang kenangan"
Kataku,"Masa lalu hanyalah pemeran figuran"

Minggu, 12 Januari 2014

Sang Pemberani

Sebelum datang, anak membohongi dirinya dengan berani. Bilang ke mamak bapaknya bahwa inilah waktunya. Maka hari itu, keluarga kecil datang dengan semangat mamak bapak, anak tidak. Datang ke sebuah gedung bertingkat di jalan basuki rahmat. Masuk ke sebuah kotak yang yang dapat bergerak, ke atas dan ke bawah. Tiba di ruangan yang dapat membuat menggigil kedinginan.

Anak mendapat giliran tengah-tengah. Namanya dipanggil saat dia sedang berdoa supaya Tuhan menguatkan hatinya. Dia terus bertanya pada kawannya,"Enggak sakit kan?". Tanpa ia sadari, ia telah belajar membesarkan hati, sendiri.

Saat dokter memasukkan benda tajam ke dalam tubuhnya ia menangis. Lari, terbirit-birit ketakutan. Mamak bapak mengejar. Meyakinkan. Ikut membesarkan hati. Setelah dibujuk untuk kesekian kalinya, sambil menyeka air mata, anak mencoba berani masuk kembali. Tapi ia lari lagi. Mamak marah-marah. Anak minta maaf. Mamak reda, bapak marah-marah,"Kau tahu, hatimu sekecil ini", bapak menunjuk pucuk kelingking. Anak tambah menangis. Bapak membesarkan hati dengan mengecilkan hati sang anak. Anak tetap menangis. Pada detik sekian, sakit jantung bapak kumat. Ia memegangi dadanya. Anak tak peduli, menangis. Mamak kemana entah pergi, malu anaknya tak mau-mau.

Dalam tangisannya sang anak berpikir,"Tak apa aku sakit, asal mamak bapak bahagia". Ya, memang harus ada yang dikorbankan. Meski tidak semua kebahagiaan.

Untuk ketiga kalinya anak masuk, menyeka air mata. Dokter ikut membesarkan hati. Mamak bapak disampingnya mengaji, pun anak. Tuhan ada dalam setiap hembusan nafas mereka. Anak dibius kembali. Tenang sambil mengaji dan tak menangis sama sekali. Keluar dari ruang, anak tersenyum kembali saya ledeki,"Cieee si pemberani"

Doa Ibu

Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ia menyerah
Mengaku kalah
Dan tak mau lagi melangkah

Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ia tersandung
Jatuh
Dan tertinggal jauh

Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ibu sudah berdoa yang terbaik
Untuk anak yang dianggapnya paling baik

Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Memang Tuhan tak merestui
Tapi Tuhan mengganti
Sesuai dengan doa doa terbaik sang ibu

Kamis, 09 Januari 2014

Tuhan baik beri semua yang ia mau. Ia kemudian terlena dengan posisinya. Ia ingin seperti kawan-kawannya yang lain, membagi. Tapi ia belum cukup bekal untuk membagi sebab setelah dibagi-bagikannya, ia malah merugi. Bermanfaat untuk orang lain tapi membawa mudorot untuk dirinya sendiri, layaknya lilin. Ia tahu, cahaya tak berarti harus lilin. Tapi ia bisa apa. Kawan-kawan yang menginginkannya. Kawan mendekat bila ia terlihat. Kawan menjauh saat ia terbunuh. Kemudian ia berpikir untuk tak berteman. Tidak tidak. Dia juga takut kesepian. Maka ia memutuskan untuk menambal luka-lukannya sendirian. Mungkin setelah tertambal ia akan kembali bergabung dengan kawan-kawannya. Sebab ia berpikir kawan hanyalah orng yang ingin melihatnya bahagia.

Selasa, 07 Januari 2014

Suatu Hari Nanti

Suatu hari kau akan tahu
Suatu hari kau akan paham
Tapi suatu hari

Sebab hari ini,
Tak kubiarkan kau tahu
Remah-remah kukunyah sendiri
Menikmatinya sambil berlalu
Menggerusnya tanpa kau tahu

Entah,
Suatu hari nanti
Kau akan tahu sendiri
Atau aku memberi tahu
Yang jelas, kau tak akan kuberi tahu

Mungkin dengan diam aku mengatakan
Mungkin dengan bernyanyi aku mengatakan
Mungkin dengan menulis aku mengatakan

Kopi dingin

Kopi dingin
Padahal tak kutambahkan bongkah es
Udara memainkan perannya

Kopi dingin
Tetap kuseruput
Tak peduli dingin, panas
Tak peduli pahit
Asal jangan terlalu manis

Kopi dingin
Sedingin perlakuanmu, padaku

Sabtu, 04 Januari 2014

Kembang Api

Kembang api disulut
satu menit
dua menit
tiga menit
tak ada bunyi ledakan
benda silinder panjang tersebut diam

Kau beri aku api
setelah sebelumnya kau beri aku air
air dan api tak mau jadi satu

Anak menyulut kembali
berusaha kemudian berharap
"salah siapa tak menyala?" batinnya dalam hati

Mengapa kau terus memaksa?
Tak adakah cara lain supaya aku bisa menyala?

Satu menit
dua menit
tiga menit
lagi-lagi tak mau menyala

Anak terdiam
tertunduk
menangis
tersedu