Di sebuah sudut kota, kota yang tersudutkan, lelaki kecil bernyanyi riang. Tak jelas apa yang dinyanyikannya. Dia bersenandung untuk dirinya sendiri. Hidup seolah hanya untuk hari itu. Bukan untuk kemarin atau besok. Tak hiraukan kemarin menangis tersedu karena cubitan ibunya. Lupakan tangisan kemarin karena tendangan bapaknya. Surga kah di telapak kaki orang tua? Dia juga tak hiraukan itu. Surga-Neraka hanyalah cerita, baginya.
Tak adakah yang mengajarinya agama?
Agama ia cari, bukan ia dapatkan dari warisan orang tua, atau topeng kala dia mencintai gadis pujaan anak kyai.
Mungkin setelah ia besar nanti, surga-neraka bukanlah cerita, melainkan jebakan, jebakan untuk orang-orang pamrih. Berbuat baik ingin mendapat surga~bukankah itu suatu pamrih?
Semoga Tuhan selalu menjadi tujuan utama.
Tak adakah yang mengajarinya agama?
Agama ia cari, bukan ia dapatkan dari warisan orang tua, atau topeng kala dia mencintai gadis pujaan anak kyai.
Mungkin setelah ia besar nanti, surga-neraka bukanlah cerita, melainkan jebakan, jebakan untuk orang-orang pamrih. Berbuat baik ingin mendapat surga~bukankah itu suatu pamrih?
Semoga Tuhan selalu menjadi tujuan utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar