Kemarin, janjian sama Mama Fira buat ambil rapot. Hujan marah, aku gelisah dengan tertidur kembali. Arina yang memutuskan untuk menginap di kamar yang kusewa, juga ikut tertidur. Ketika hujan setengah reda, kami bangun, memutuskan menyikat gigi dengan makanan. Hujan sempurna reda, kami bercerita. Cerita bagai kawan lama. Memang, sejak semester 6, aku jarang sekali kuliah bareng teman-teman. Setelah kuliah pun aku langsung pulang, entah itu mengajar tanpa ataupun dengan upah. Kalau tidak kuliah, aku seharian bisa di lab mengerjakan yang seharusnya dikerjakan.
Kembali ke Mama Fira. Beliau sms kalau masih mandi. Kupikir kalau masih mandi tidak bisa sms, ternyata bisa. Aku masih asyik bercerita dengan selingan,"Ayo tir, ndang adus". Sampai belum habis benar ceritaku, kuputuskan untuk mandi. Selesai mandi telepon genggam berdering
"Kamu dimana?"
"Di kos. Ini mau berangkat"
"Bisa kan nemenin ibuknya Fira?"
"Bisa"
"Temen?"
"Iya"
Terimakasih sudah meragukanku.
Tak lama, telepon berdering kembali.
"Mbak, wes ditunggu ibuke Fira, bawaken helm"
"Iya"
"Mbak ke, wes mari ngurus e"
"Iya. Awakmu gak sido nang bungkul a? Jare meh ngei klambi Fira"
"Aku nang bungkul ta?Tak kancani ta?"
"Wes gak usah"
*&*^&%%^*((#$
dan berkali-kali aku berkata"Iya"
Kata Arina,"Mesti jawabane mangkelno". Aku nyengir.
Di atas sepeda berkali-kali aku "nggrundel". Harusnya mereka kubuatkan pilihan, percaya kemudian serahkan padaku atau tidak sama sekali.
Waaa hujan, pikirku. Salah. Ternyata hujan menyisakan jalanan berair, sebuah sepeda motor menyalipku seakan memberiku "hujan". Aku "nggrundel" lagi, tak habis-habisnya. Dan tiba-tiba dengan santainya ada motor yang menyalipku, melewati lubang air dan croooooooot. Aku terciprat. Celana dan punggung kaki basah dan kotor.
Aku beristighfar.
Terima kasih Tuhan telah memberiku peringatan untuk tidak suudzon sama orang-orang. Setelah aku meminta maaf pada Tuhan, aku tidak kecipratan lagi.
Mungkin kalian akan berfikir bahwa segala sesuatunya bisa saja kebetulan. Dan bagiku, tidak ada sesuatu yang kebetulan. Hidup selalu ada sebab akibat, sambung menyambung. Semoga bukan hanya aku yang bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.
Untuk Nunis dan Mbak Rinekke, maaf ya, aku berburuk sangka pada kalian. Maaf, karena tidak meminta maaf secara langsung, aku terlanjur malu sama Tuhan dan kalian. Jika kalian tidak sengaja membaca tulisan ini, aku ingin setelah titik terakhir dari tulisan ini, kalian memaafkanku.