Dia terus menulis. Tak ada yang tahu tulisannya. Mungkin ada satu dua yang singgah di blognya, itupun gara-gara nyasar. Tulisan yang hanya tentang seorang, seorang yang dulu, sekarang dan entah sampai kapan akan terus ditunggunya. Seseorang yang membuat jantungnya berdetak sama-cepatnya saat ia dikejar anjing. Ya, maka aku berpikir tak ada bedanya mencintai seseorang dengan dikejar anjing. Sama-sama terkadang kita harus berlari menghadapi mereka, pun dia.
Kau heran mengapa aku tahu alamat blognya? Sebab aku penguntit hebat. Meski kata teman-teman penguntit dengan tukang ikut campur urusan orang itu beda tipis, aku tetap menikmati pekerjaanku ini. Jangan salah sangka, semua hasil untitanku, aman, tak ada seorang pun yang tahu, hanya tembok-tembok kamarku yang tahu. Bagaimana mungkin aku beritahu ke banyak orang? Sedang temanku hanya tembok. Cukup-cukup, ini cerita tentang dia, bukan tentangku.
Kulihat berkali-kali dia menari, menari di atas tulisannya. Bersenandung ceria menikmati perasaannya. Mengaduh betapa sulitnya mencintai dalam diam, dalam tulisannya. Kemarin, saat tidak sengaja aku bertemu dengannya, dia melempar senyum kepadaku, dulu tak pernah. Apakah dia tahu aku menguntitinya? Masa bodoh! Yang terpenting aku bisa menikmati tulisannya.
Dia menggambarkan sesosok laki-laki sempurna. Apakah cinta selalu memandang kesempurnaan? Jika cinta sempurna, maka Tuhan apa? Ya, Tuhan pemilik kesempurnaan, pemilik cinta, pemilik jiwa-jiwa.
Kau heran mengapa aku tahu alamat blognya? Sebab aku penguntit hebat. Meski kata teman-teman penguntit dengan tukang ikut campur urusan orang itu beda tipis, aku tetap menikmati pekerjaanku ini. Jangan salah sangka, semua hasil untitanku, aman, tak ada seorang pun yang tahu, hanya tembok-tembok kamarku yang tahu. Bagaimana mungkin aku beritahu ke banyak orang? Sedang temanku hanya tembok. Cukup-cukup, ini cerita tentang dia, bukan tentangku.
Kulihat berkali-kali dia menari, menari di atas tulisannya. Bersenandung ceria menikmati perasaannya. Mengaduh betapa sulitnya mencintai dalam diam, dalam tulisannya. Kemarin, saat tidak sengaja aku bertemu dengannya, dia melempar senyum kepadaku, dulu tak pernah. Apakah dia tahu aku menguntitinya? Masa bodoh! Yang terpenting aku bisa menikmati tulisannya.
Dia menggambarkan sesosok laki-laki sempurna. Apakah cinta selalu memandang kesempurnaan? Jika cinta sempurna, maka Tuhan apa? Ya, Tuhan pemilik kesempurnaan, pemilik cinta, pemilik jiwa-jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar