"Kau tak merasa kita punya masalah?" Dimas mengawali pembicaraan di teras rumah. Sengaja aku tak menyuruhnya masuk rumah, biar di luar, biar masuk angin. Akhir-akhir ini udara yang bergerak di Surabaya membuat badan tak enak. Musim mulai tak jelas. Sama tak jelasnya dengan hubunganku dengan Dimas.
Yang ditanya asyik memainkan handphone, tak peduli pada lawan bicaranya. Aku sudah mendiamkan Dimas dari sebulan yang lalu. Dia tidak punya salah apa-apa. Aku hanya jenuh. Boleh dibilang ini salahku. Tapi apakah jenuh adalah suatu kesalahan?
"Ada yang lain selain aku?" Dimas bertanya lagi. Aku tetap tak acuh. "Aku tak bisa kau diamkan terus menerus. Kau terlalu asyik dengan duniamu. Kamu mau kita putus?" nadanya mulai meninggi.
*hening
"Yaaaa...kalah kan! Kamu sih ganggu konsentrasiku!" aku kembali asyik dengan game setelah menyalahkan Dimas. Diam-diam kudengar Dimas mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya. Berat. Sepertinya dia ancang-ancang ingin beranjak dari tempat duduknya, kemudian duduk kembali.
"Aku pulang!" katanya kemudian. Beranjak, menoleh ke tuan rumah, berjalan satu langkah, menoleh kembali kemudian menghembuskan nafas kesal.
"Besok Riska ulang tahun, kalau kamu mau kita bisa berangkat bareng, tapi kalau kamu nggak mau yaudah!" kataku sambil berlalu masuk ke dalam rumah.
Sebenarnya aku juga merasa aneh dengan sikapku akhir-akhir ini. Ini gara-gara aku membaca artikel yang isinya cinta itu cuma bertahan 3 tahun. Nah, aku sama Dimas udah pacaran 3,5 tahun. Itu artinya, cinta kami harusnya sudah habis. Harusnya. Tapi aku merasa biasa saja. Anehnya, setelah membaca artikel tersebut, aku merasa jenuh dengan Dimas, semacam tersugesti untuk menjadi jenuh. Ternyata susah juga jadi orang yang mudah tersugesti. Sedikit-sedikit ikut arus. Sedikit-sedikit ikut sedih. Sedikit-sedikit ikut termotivasi.
Beberapa menit setelah Dimas pulang, telepon genggamku berbunyi. Layarnya tertulis nama Dimas Singodimejo. Kutekan tombol "accept"
"Kin, aku nggak mau terus-terusan kayak gini. Kalau kamu mau kita putus, aku rela" yang diseberang berbicara dengan nada lemah.
*hening
"Kin?" dia sepertinya menunggu aku bicara.
"Sebenernya yang pengen putus aku apa kamu sih? Yaudah kita putus" aku menjawab kesal kemudian memutus sambungan telepon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar