Senin, 31 Desember 2012

Dan jamku putus lagi. Setelah tak buat tiduran di bis. Menyedihkan. Jadi berfikir seberapa hebohnya tidurku. Jangan2 aku nglindur gigit2 sesuatu trus yang kegigit jam tanganku. Jangan2 aku nglindur nyobek2 sesuatu trus yang kesobek jam tangan.

Kemarin sama Arina liat2 jam tangan, tanya harganya, si mbaknya cuma bilang,"tiga ratusan mbak", tanpa menunjukkan spesifikasi harga yang tak tunjuk. Mungkin si mbaknya tau kalo yg nanya bersandal jepit, bersama temannya yg bersandal jepit juga dan dengan pakaian ala kadarnya seperti mau main ke tetangga sebelah itu menunjukkan bahwa si penanya hanya bertanya, tidak membeli.

Ketemuan sama Denti beserta pacar yang rencananya akan melangsungkan prosesi memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Denti memakasi celana di atas lutut dan kami kumal sekali. Hahaha. Denti memakai wedges dan kami memakai sandal jepit, aku merk An*o, Arina merk swall*w.

Minggu, 30 Desember 2012

Terlalu banyak pertanyaan tersudutkan dalam hati hingga tak tau lagi akan bertanya apa, hingga mulut ini pun sulit untuk berkata mempertanyakan. Mengapa mereka begini mengapa saya begitu mengapa saya tak begitu dan mereka tak begini. Mengapa mereka sibuk dengan itu sedang saya sibuk dengan dunia saya sendiri? Dunia yang mana? Ya...dunia yang ini. Yang mana? Yaa..nggak tau deh. *oposih
Menemukan baleho aneh di sekitar daerah Rungkut,"PD* menolak kenaikan tarif dasar listrik". Kalo cuma nulis begituan mah saya juga bisa buat baleho besar2,"Tiara menolak kenaikan tarif dasar listrik". Baleho harganya berapa sih? *nada sombong

Selasa, 25 Desember 2012

Jiwa Yang Bermain Part I

Aku terlanjur untuk bermimpi dan meletakkan mimpi-mimpi dalam daftar goresan tangan berjudul buku mimpi. Dan ketika malam terlanjur larut untuk kembali menjadi senja, ketika itu pula lah aku menyadari betapa tidak berartinya mimpi dalam sebuah angan yang tidak diwujudkan dalam tindakan. Seperti pagi yang terus menerus merengek untuk bertemu bulan, seperti malam yang sangat merindukan matahari, seperti itulah aku bermimpi.

Menengok jam dinding yang melulu berdetak kemudian menutup wajah dengan bantal. Lama kelamaan aku sulit bernafas, melepaskan bantal dari wajah dan kembali terdengar detak yang menjengkelkan. Ya, aku tak pernah menyukai waktu yang terus berputar. Jika dapat, ingin sekali meminta Tuhan untuk menghentikannya tapi sayangnya tak bisa. Berdiri mencari cermin dan mulai membisikkan sesuatu kepadanya. Membisikkan cerita tentang hari ini yang melelahkan. Ketika aku mendekat, bayangan di cermin ikut mendekat,"Hey, kau sangat tidak kreatif, sudah kubilang dengarkan saja ceritaku, tidak usah dekat2". Bayangan itu ikut memaki, sama percis seperti makianku kepadanya. Tidakkah ia tahu bahwa aku sudah lelah menjadi trendsetter-nya.

Kuhembuskan nafasku dan bayangan dalam cermin menarik nafas. Kutarik nafas dalam-dalam dan bayangan dalam cermin menghembuskan nafas. Aku mulai panik. Kuambil gelas susu yang telah habis kuminum.
"Jangan mendekat, atau kau akan kuhantam gelas ini"
Dia hanya tersenyum nyinyir.
"Sudah kubilang, kau tak perlu tampak, kau hanya perlu mendengarkan ceritaku"
Dia terduduk dan siap mendengarkanku bercerita. Mulailah ceritaku tentang sebuah raksasa yang ingin menerkamku. Kuceritakan kepadanya bahwa raksasa itu sebenarnya hanya ingin mencari perhatian, bukan lapar. Raksasa sangat lemah dan ringkih hatinya. Hatinya begitu lembut, ia hanya terperangkap dalam tubuh besar. Kulihat bayangan mulai menguap.

"Apa kau bosan dengan ceritaku?", mataku mulai berair. "Kau sama seperti mereka, sama-sama tak mau mendengarkan ceritaku".

Pyarrrrrr...
Untuk kelima kalinya dalam sebulan kaca-kaca yang berada di rumah kupecahkan.

Kutunggu pintu kamarku digedor dan tak ada satu pun yang menggedornya. Kemana perginya mama dan papa? Apakah aku hanya sendirian di rumah berhantu ini? Tidak, rumah ini tidak berhantu, hanya aku yang berhalusinasi. Tapi siapa bayangan yang ada di dalam cermin?

Tanyaku keterlaluan banyaknya hingga aku terlalu lelah dan jatuh tertidur.

***
Matahari terlalu terik membangunkanku. Bergegas aku ke kamar mandi. Tapi kuurungkan niatku. Takut hantu-hantu di rumah ini menyukaiku. Aku terlanjur sadar akan hal ini.

Mama mendatangi kamarku dan menangis. Aku mengambilkannya tissu dan mengusapkan tissu itu ke wajah yang mulai mengeriput meski beliau memakai anti aging sekalipun.
"Sampai kapan kau akan terus begini, Karin? Apa yang kau butuhkan? Bicaralah!"
Aku terus memandangi wajah Mama tanpa ekspresi. Memang, aku sudah lama tidak berbicara. Berbicara kepada manusia. Ada banyak alasan yang membuatku tak mengerti tentang manusia. Dan salah satunya tentangku.
"Untuk apa Mama bekerja siang malam jika kamu akhirnya begini. Tapi Mama tak sungguh tahu bagaimana nantinya jika Mama berhenti bekerja", Mama terus menangis. "Mama sudah tak kuat Karin. Bunuhlah Mama supaya hilang beban di pundak Mama".
Butiran air mata jatuh di pipiku. Tetap saja lidahku kelu. Selalu ada alasan yang membuatku tak mengeluarkan kata-kata. Andai saja Mama tahu apa alasan itu.
 

Bersambung...

Senin, 24 Desember 2012

Mengerti dan memahami. 2 kata yang selalu membuatku bingung. Kadang aku mengerti tapi tak kunjung faham. Kadang aku faham tapi malas mengerti. Layaknya angin yang mendesirkan sesuatu, sesuatu kadang terbawa dan tak kunjung mengerti maksud angin. Tapi angin terus menerus membawa sesuatu hingga akan sampai di satu titik sesuatu akan faham dan mengerti. Kini, akulah sesuatu itu, aku lah yang terbawa angin yang kini menjadikanku sebuah pemahaman dan pengertian yang menawan. Pemahaman dan pengertian yang mungkin banyak orang dapatkan. Pemahaman dan pengertian yang menjadikan seseorang menjadi dewasa sebelum umurnya, membuat dahi berkerut, yang kerutannya jelas tergambar dalam seraut wajah yang kelak akan mengerti dan faham. Bahwa bukanlah menjadi siapapun kelak, aku akan merasa bahagia, tapi membahagiakan siapa pun yang akan menjadikanku bahagia. Bahagia. Mengapa aku terus menerus mencari kebahagiaan? Mengapa dadaku ingin terus menerus buncah oleh perasaan senang? Mengapa bibirku ingin terus menerus tersenyum yang menandakan aku bahagia?

Itu artinya tak ada alasan untuk tidak mencapai kebahagiaan jika kebahagiaan adalah hanya dengan membagi senyuman kepada setiap orang.
Aku (mungkin) memang dilahirkan untuk berada di duniaku sendiri. Sekelumit perasaan yang terjebak dalam asumsi subyektif. Benar kata teman yang menawarkan diri menjadi sahabat, aku terlalu dingin dan sibuk dengan duniaku sendiri. Mungkin aku memang tak pantas untuk dijadikan sahabat, maka maafkan. Sudah. Ini sudah terlampau senja untuk mengemasi pikiranku kembali seperti sedia kala. Gunung yang menjulang pun tak mampu menghalangiku untuk kembali menatap duniaku. Maka panggillah aku. Batman.

Selasa, 18 Desember 2012

Untuk setiap doa2 yang terjawab, terima kasih Tuhan. Meski entah akan berakhir kapan tapi hari ini sungguh kedatangan ibu itu seolah oase di padang pasir. Tambah lagi satu keyakinanku jika janji Allah adalah benar,"Berdoalah kepadaKu, niscaya kuperkenankan doamu".

Sabtu, 15 Desember 2012

Merasa punya sahabat perjalanan (jadi sahabat nek pas pulang-pergi kampung tok)  membuatku meng-sms-nya (halah). "Yu, dolan yo, nandi ngono. Sirahku abot". Sebab kutahu dia rapat jarang2, gak kayak temen kampusku yang sepertinya tiap hari rapat, tiap hari sibuk. Kalo aku sih males datang syuro' (rapat dalam bahasa Indonesia) semenjak liat koran terus ada cerita orang jepang ngomong sama orang indonesia,"Orang Indonesia itu kebanyakan rapat ya!". Yah, mufakat tercapai memang dengan musyawarah tapi dengan semua dimusyawarahkan, individu2 jadi kehilangan tanggung jawab untuk sebuah keputusan. O iya, aku gak merasa paling benar kok. Jelas2 ini tulisan subyektif sekali jadi kalo ada yang baca dan merasa tulisan ini salah, silakan. Hehe

Kembali ke kepala berat. Wahyu mau dan kami memutuskan makan. Sebab kedua mengajak Wahyu adalah karena kupikir kalo mengajak teman2ku kampus bakalan makan di tempat2 mahal trus ujung2nya foto2 di tempat tersebut. Hehe. (yang ini sih sebagian, tapi di tulisan ini aku ingin lebay, plis jangan halangi aku untuk lebay).

Sampe di tempat makan pilihan Wahyu,"Heh, kok larang2 yo", bisikku. "Halah gampang, meh pesen opo iki?", wah seneng aku denger Wahyu ngomong demikian. Harapan untuk makan gratis.
"Kok nasi putih? Sego goreng ae lho sing akeh", pekikku
"Tenan?"
"Iyo. Lho kok pesen bakmi pisan?"
"Gak enak Tir mangan sego goreng tok"
"Halah"
Pesanan agak lama. Ya, walaupun omongan Wahyu garing tapi terima kasih sudah membuat sejenak menghilangkan kosakata,"Laporan KP".

Akhirnya nasi goreng dan mi datang. Ambil piring, ambil nasi goreng, ambil mi goreng, sendokan entah keberapa, ada makanan yang dateng lagi. "Heh, kowe pesen 3? Yakin entek?"
"Iyo, awakmu gak yakin a?"
Jadi di depan meja kami ada nasi goreng, mi goreng dan entahlah namanya yang jelas potongan ayam krispi kecil2 yang dibumbui saos merah kental.
"Mangan e slow ae Tir, ndak eneg", aku hanya mengangguk dan melanjutkan makanku. Wahyu gak aturan, comot sana comot sini, makan sampek keringetan, perasaan aku kedinginan. Dan hingga sampai pada saatnya kami kekenyangan makanan masih tersisa banyak. Ada lah acara pembungkusan.
"Trus aku melu urun ora ki?", tanyaku
"Terserah", jawaban ambigu. Terpaksa melu urun, yo opo maneh ngomong e mbe aku rasido lungo jogja goro2 duit e entek mosok iyo aku tego.

Oke, kalo urusan makan besok2 gak ngajak Wahyu lagi. Makan sendiri lebih irit ya sodara2. Untung gak punya pacar.

Dan selepas kami berpisah, kepalaku jadi berat lagi sampek sekarang. Sip.

Rabu, 12 Desember 2012

Laporan KP part II

Ibu, ibu sedang apa?
aku rindu
aku bingung bagaimana harus melangkahkan kaki
gadismu yang kau kira sudah besar
kini mengkerdil lagi

Ibu, bagaimana hari2mu?
Hari2ku menyeramkan
Seorang perempuan yang cantiknya seperti ibu membuatku resah
andai orang tersebut seperti ibu perangainya
pasti kemarin sore air mataku tak kan menetes
pasti kemarin kemarin doaku hanya teruntuk padamu dan bapak, bukan untuk dia

Ibu, ibu sedang masak apa?
aku bosan makan makanan masakan orang

Bapak, aku iri melihat laporan teman2ku sudah dijilid
mereka sudah dapat tertawa puas sedang aku masih was was

Bapak ibu, doakan aku

Sabtu, 08 Desember 2012

Ketika orang2 sibuk dengan rutinitas, harusnya aku juga ikut menyibukkan diri. Tapi selalu saja ada bisikan untuk berada di kamar seharian menikmati layar laptop yang mungkin sudah jenuh untuk dihidupkan. Kupikir rutinitas itu sangat menjenuhkan bukan? Sebab kamu tidak dapat menikmati kesendirian untuk merenungkan hal-hal yang sangat begitu tidak penting. Mungkin sebagian orang mencintai kesibukkan. Tapi memberi penghargaan kepada diri sendiri kadang dibutuhkan. Bukan mencintai zona nyaman, tapi sepertinya begitu. Haha

Selasa, 04 Desember 2012

Sedang tidak memikirkan apa-apa dan sedang tidak ingin menulis apa-apa. O iya se punya janji sama Mbak Rani mau jawab pertanyaannya lewat blog. Ehm  bagaimana kita tahu orang yang ada di dekat kita adalah seseorang yang tepat untuk kita. Dulu, aku tidak mengerti mengapa Tuhan menempatkanku di sini bukan di sana. Hingga aku terus menerus "memaksa" Tuhan untuk memberi tahuku mengapa Dia menempatkanku di sini. Tapi Tuhan tidak serta merta menjawab doaku. Tuhan menunggu saat yang tepat dimana kesadaranku penuh dan pemahamanku menjadi lebih baik untuk menerima jawaban2 doa “paksaanku”. Kukira waktu yang ikut membantu menjawab pertanyaan-pertanyaanku. 

Mengapa harus penasaran sekali, seseorang itu tepat untuk kita atau tidak? Sedangkan semuanya sudah tertulis di Lauh Mahfudz, jauh sebelum kita dilahirkan. Mbak Rani tahu kan perempuan baik untuk laki-laki baik? Nah, Mbak Rani juga paham kan kalau Allah, Tuhan kita, sangat sayang sekali kepada umatNya yang beriman, pasti Allah tidak akan terus menerus membiarkan seorang yang baik tumbuh bersama seorang yang buruk, atau bisa jadi seorang yang baik itu akan membaikkan seorang yang buruk, tapi jika seperti itu mengapa istri fir'aun baik ya? Gak ngerti wes. Tapi di sisi lain aku juga bingung, antara hambatan atau tidak diperbolehkan. Misal, ada suatu hubungan yang belum menikah, setiap hari ada masalah, orang tua tidak mengizinkan pula, dan masih banyak lagi hambatan lainnya. Yang aku bingungkan, apakah masalah itu adalah sebuah hambatan ataukah tanda dari Tuhan supaya tidak bertahan. Jadi, cobalah sensitif untuk memastikan apakah masalah2 tersebut adalah hambatan atau penolakan Tuhan.
Mbak, lamanya pacaran itu tidak menentukan harmonis tidaknya suatu hubungan kelak jika sudah menikah. Menikahlah, maka insyaAllah rezekinya tambah banyak.  Semoga Allah memberikan pemahaman baik untuk kita semua :D

Rabu, 28 November 2012

Selalu ada cerita

Kesedihan itu seketika hilang saat menjumpai wajah2 manis mereka. Tiba2 merasa beruntung menjadi bagi save stree child surabaya. Yaa..meski males dateng Jumat sehat, males ikut gathering juga (yang ini belum pernah ikut malah).

Dateng ke Taman Bungkul dan sepi. Gak kayak biasanya, kata Mbak Dina si gara2 hujan tapi daerah ITS gak hujan tuh. Risky dateng sama adeknya, Roky,"Mbak Tiara, mau lewat kebun bibit yo, Mbak? Aku mau weruh Mbak Tiara, helm e putih kan? Tas e miring kan?"
"Loh kok gak manggil, Mbak kan gak ngerti, Kik. Risky mbe sopo?"
"Karo bapak, ibuk, roky. Sing nggowo thermos mau lho mbak"
"Ohh..pantes iku mau aku ndelok koyo ibuke Risky. Yowes saiki belajar moco"
"Males mbak, nek sing koyo iki aku gelem", Risky menunjuk halaman pada bukunya.
"C..A.."
"Ca"
"C...I..."
"Ci"
"Dibaca?"
"Maci"
"CACI"
"CACI", ulang Risky.
"V..I.."
"Vi"
"V..I.."
"Vi"
"Dibaca?"
"Vavi"
"V..I.."
"Vi"
"V..I.."
"Vi"
"Dibaca?"
"Vavi"
"Vivi"
"Vivi", Risky mengulangi perkataanku
"S..A.."
"Sa"
"P...I.."
"Pi"
"Dibaca?"
"Sapi"
"Pinterrrrrrr"
Lamaa belajar baca sepertinya Risky bosan. Oiya, tapi sudah banyak kemajuan bacanya meski cuma bisa 2 suku kata tapi sudah banyak yang bisa dia eja.
Yudi datang dengan rambut gundul. Padahal cantikan gondrong. wkwkw. Tak suruh ambil buku dia diam, tak suruh belajar sama mbak lain dia diam, sepertinya Yudi malu rambutnya gundul *gak ono hubungane yaaaa
Karena Yudi gak mau ambil bukunya, akhirnya aku pake bukunya si Ilham, lha Ilham e ae malah mainan yawes bukune tak pakek. Yudi tak ajari menghitung luas dan keliling persegi dan persegi panjang. Susah katanya. Tapi tak paksa sampek si Yudi mblenek. Hahaha. Malah arek e crito tentang rumah hantu yang di Pasar Turi."Emang pasar turi endi Yud?", tanyaku. "Arek ndi si mbak?", tanya Samsul.
"Jawa tengah"
"Ah mbak Tiara mbijuki, jare ate ngajak aku nang jawa tengah", Yudi menyela
"Kan Mbak Tiara wes ngajaki. Jare Yudi, Yudi wedi gak mbalik Suroboyo maneh. Ki buktine Mbak Tiara mbalik"
Yudi diam
"Ayo Yud nang omahe Mbak Tiara, ngko tak sekolahke. Bapake mbak Tiara galak tapi apikan kok. Yo opo yo galak tapi apikan iku?"
"Gak eruh mbak",jawab Yudi polos. "Melu a mbak ndelok rumah hantu karo bapak ibuku. Mene jam 1", lanjut Yudi.
"Yaaa..mbak Tiara praktikum Yud"
Gak tau kenapa tiba2 tebak2an jumlah raka'at shalat sama anak2. Dan gak tau juga kenapa Irvan baca ayat kursi, aku juga ikut2an baca.
Hah, mereka pembungkus malam yang indah :D


Biarlah kebahagiaan datang sendiri layaknya kesedihan yang tiba-tiba bermunculan satu persatu dalam hitungan jam. Tentang teman yang menolak menerima penjelasan, tentang absen yang banyak sekali disilang, tentang penjaga parkir yang menyuruh menempelkan stiker, tentang penjaga ruang baca yang galak, tentang hobi tidur yang membuat banyak rencana gagal, tentang teman yang ngomel mendapatiku banyak bertanya, tentang pembicaraan yang banyak tanpa dasar membuat daftar sakit gilaku bertambah.
Jika aku merubah hidup, kelakuan, perilaku dan tabiatku, maukah kalian merubah semuanya menjadi lebih baik dari yang sedang kualami? Kenyataannya tidak. Cinta tetap melengos bertemu denganku, absen filsafatku tetap disilang banyak, penjaga parkir psikolog akan tetap menyuruhku memasang stiker “Parkir Psikologi”, Pak Wawan akan tetap galak, hobiku tetap tidur, Tito tetap protes kalo aku banyak tanya, bicarku tanpa dasarku mungkin bisa kukurangi supaya kelainan jiwaku tidak nampak.
Mungkin kalian akan lebih senang jika melihatku diam, tertunduk lesu, tak ada gairah, tak menyimpan rahasia apapun, tak surat-menyurat dengan siapapun, tak membuat penasaran. Jika itu mau kalian, aku akan menyimpan rapat-rapat semua rahasia hingga tak ada seorang pun yang cemburu ada yang kuceritai rahasiaku. Aku tak akan berbicara banyak-banyak. Aku tidak akan bercerita tentang apapun kepada siapapun. Seperti Uti bilang, aku manusia yang tidak bisa dipercaya. Maka dari itu, jangan bercerita denganku. Maaf untuk kalian semua. Maaf untuk kecerobohanku yang membocorkan rahasia salah seorang dari kalian. Maaf untuk rahasia yang tak ingin kamu mengetahuinya. Maaf untuk kelakuan yang membuat kalian berkata,”Tiara ki yo opo se, percuma la’an aku ngongkon awakmu njupukno bukuku”. Maaf aku tidak bisa diandalkan.
Terima kasih untuk yang menghindariku. Terima kasih untuk yang membentakku. Terima kasih untuk yang menasihatiku. Terima kasih untuk semuanya.

Minggu, 25 November 2012

Laporan KP

Merasa dibutuhkan oleh anak-anak itu menyenangkan sekali. Haha. Belum masuk pintu mushola tempat mengajar sudah disambut gerudukan sama anak-anak. Indah rebutan sama Fajar minta diajari. Akhirnya Fajar terjepit karena Indah bersama teman-temannya terus menggandengku. Ngajarin Indah sebentar, Toni nimbrung,"Mbak aku ajari sing koyo Fajar po'o". Sementara aku ngajari Toni, Indah ngambek soale gak direken. Aku ngajari Indah, Toni berok-berok minta diajarin. Oke, aku ngelu.
Jam 5 selesai, si Fajar ndeketin aku,"Mbak sesuk rene mbak. Mesti mbak Tiara nek senen gak teko". Kemarin Senin memang praktikum sore jadi gak bisa ngajarin adek-adek Ambengan,"Iya sesok insyaAllah. Aku wingi praktikum lho, Jar".

Kalo yang suka protes di Taman Bungkul tu Risky,"Mesti mbak iki gak tau teko nek Rebo. Malesi". Kejadian serupa (diperebutkan minta dibikinin soal dan diajari) juga pernah terjadi di Taman Bungkul. Tak suruh sama mbak2 yang lainnya lho gak mau. Kata Rio,"Mbak Tiara ae lho sing wes ngerti dadi langsung digawekno soal. Nek karo mbak2 laine atek ditakon-takoni disik". Mungkin antara bangga dan pusing itu beda tipis hingga aku sulit membedakannya.

Tiba-tiba jadi inget dulu waktu kecil, SD kalo gak salah, ada anak tetangga yang masih kecil, Fikri, main ke rumah. Padahal sebelumnya gak pernah main kerumahku dan aku juga gak pernah main ke rumahnya eee pas main malah gak mau pulang. Sejak itu sering banget Fikri mau main kerumah tapi aku selalu ngumpet. Jaman dulu merasa gak level main sama anak kecil *anak SD yang sombong, sudah merasa besar.

Temenku bilang aku kayak nyi pelet. Dikit-dikit bisa kenalan sama orang dan ngobrol kayak nyambung2o. Tapi kenapa ya kalo bicara di depan umum grogi banget. Gak bisa malah. Mending suruh nulis paper 10 halaman daripada berbicara 10menit *lebay.
Yaaa pada akhirnya setiap orang punya kekurangan.

Heeeeeeehhh... urusi laporan kp muuuu...ojok ngebolog aeee...

Hehe

Sabtu, 24 November 2012

Mereka, Bukan aku

Seperti angin yang tak terkendali
Menerbangkan apapun yang dilewatinya
tapi bukan aku
Seperti air yang terus menerus menetes dari atas gua
Maka batu-batu itu berlubang
tapi bukan aku
Seperti busur panahyang tepat membidik sasaran
tapi bukan aku
Seperti elang yang mencengkeram
tapi bukan aku

Seperti apapun mereka
yang jelas bukan aku

Selamat pagi, jadilah diri sendiri untuk hari ini dan seterusnya :D

Menggigil

Seminar kepenulisan di UNAIR menghadirkan Tere Liye dan kebetulan saya menghadirinya. Yahh,,seperti di seminar2 menulis yang lainnya mereka akan mengatakan (dibaca: para pembicara) bahwa menulis itu mudah, tidak butuh biaya banyak dan cara termudah untuk menulis ya ditulis. Mungkin sekitar 199 peserta malam tadi atau pagi ini termotivasi untuk menulis tapi mengapa saya tidak. Hanya menggigil di ruangan ber-AC tersebut. Konsentrasi saya pecah karena kedinginan.
Agak kecewa juga dengan yang diceritakan Tere Liye sebab saya pernah baca cerita tersebut di page fesbuknya. Entahlah mungkin Tere Liye sedang tidak ada ide. Mungkinkah penulis bisa kehabisan ide? dan jawabannya mungkin. Bang Tere mengaku jika Hafalan Shalat Delisa adalah salah satu novel yang akhirnya diberi kata TAMAT ketika dia bingung sudah kehabisan ide. Sekaliber Tere Liye yang mulai menulis dan tulisannya dimuat sejak umur 9 tahun saja bisa kehabisan ide, apalagi saya.
O iya, kemarin menghadirkan Satria Darma juga. Bapak ini menyadarkan saya bahwa membaca adalah salah satu perintah Tuhan, seperti layaknya sholat. Terbukti wahyu pertama yang turun untuk Rasullulah saw. adalah iqro' (bacalah), bahkan Jibril menyuruh Rasul saw membaca sampai 3 x. Pertanyaannya, pada saat Malaikat Jibril mendatangi Rasul saw, apakah Jibril membawa tulisan yang harus dibaca oleh Muhammad?

Kamis, 22 November 2012

Jangan Tiru Aku

Gara-gara kemampuan menundaku yang besar, beginilah jadinya, laporan kerja praktek tidak kunjung selesai. Meski bersama 2 kelompok lainya yang belum selesai juga, tetap saja iri melihat laporan KP teman-teman yang sudah dijilid. Semoga tahun ini ibu itu berbaik hati untuk tidak mengobrak abrik laporan KP ku dan teman-teman yang memang sudah berantakan.
Andai aku seperti teman-temanku yang ketika kerja praktek selesai, laporan KP juga selesai. Tapi sayang, berkata andai kan dosa.
Jika memang Tuhan mentakdirkan KP ku ngulang semester depan, aku ikhlas kok. Tapi harus berjuang dulu sebelum tanggal 14 Desember. Semoga bukan hanya aku yang semangat menyelesaikan laporan ini.
Yaaaa...entah mengapa setiap kali teman-teman membicarakan KP jantungku terpacu lebih cepat dan aku lebih memilih pergi supaya tidak mendengar pembicaraan mereka.
Doakan ya teman-teman supaya laporan kerja praktek ku selesai 2 minggu lagi

Selasa, 20 November 2012

Berhentilah...

Terus menerus melangkahkan kaki bukanlah suatu pilihan yang tepat terkadang. Kita perlu berhenti sejenak untuk menikmati apa yang ada di sekitar seraya berucap syukur. Perlu menengok masa lalu untuk belajar dari pengalaman. Hidup memang dinamis, melulu bergerak tanpa kita perintah dan tak dapat dicegah meski menangis darah. Tapi berdiam sejenak dan mengamati di sekitar kita sungguh pembelajaran yang indah bagi yang mengerti. Agaknya kita sudah terlalu tersibukkan dengan rutinitas sehari-hari hingga tak pernah menyadari bahwa oksigen sangatlah baik, malam sangatlah indah, siang sangatlah riang dan banyak lagi.
Lihat, kita semakin jauh dari hidup yang sederhana. Atau kita yang terlalu sederhana, sesederhana rutinitas yang kita jalani setiap hari (kebanyakan monotone). Sebenarnya hidup itu harus sederhana atau tidak? Yang jelas hidup harus bahagia dan yang terpenting adalah membahagiakan sesama. Bukankah kebahagiaan kita tidak penting? Bukankah dengan membahagiakan sesama, otomatis kita akan bahagia? Begitu implisitnya kira-kira. Bahagia dengan melihat orang lain bahagia sepertinya kalimat tersebut sedikit hipokrit. Tapi cobalah untuk membahagiakan sesama, maka nikmat luar biasa akan didapat.
Jika kamu tidak mendapati kenikmatan saat berbuat kebaikan, pasti ada yang salah dengan dirimu.
Begitu yang pernah aku baca. Maka, berhentilah sejenak dari perhelatan mendapatkan ambisi, amati keadaan sekitar, ulurkan tangan kepada siapa saja yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan dan rasakanlah nikmatnya kebahagiaan :D
Waktunya pulang mengajar dan aku masih melihat Yudi menatap benci pada Risky. 
Benar-benar bingung harus berbuat apa melihat amarah Yudi meletup-letup. Hanya bisa mendengarkannya meluapkan amarah sambil terus mengelus-elus punggungnya dan berkata,"Sabar..sabar...".

Ini curhatan Yudi...

Awale adekku dijejek mbak, gak trimo aku, arek e trus ngilokno wong tuoku. Biyen2 tak neng no ae mbak, sue2 kok nglamak. Arek iku ket awal ng bungkul tak apiki, pernah njaluk tukoke panganan tak tukoke sing 1500an ng mburi. Wingi iku arek e tibo mundur2 ndog e pecah, tak ganteni 2000 wes an, malah wadul nang ibuku. Teko2 aku sing digepuk ibuku. Wingi pas podo nggarai Rio arek e melok2. Aku gak melok2, lha lapo tukaran wong karo konco, podo2 golek duit e, podo2 gak duwe ne

Matanya menyimpan amarah yang ia tumpuk-tumpuk. Datanglah ibu si Risky...

Ibu Risky : Arek siji kok dikroyok wong akeh
Yudi : lha anake sampean sing nggarai sik. Njejek dimas
Ibu Risky : tapi dimas sing nggarai sik, dimas ojok pecicilan dim
Yudi : dimas dikon juan
Ibu Risky : wan, kon ojok wanine ambek arek cilik. kon iku pantes e nglawan bapak e risky
(gilaa...anak umur paling 8-9 tahun disuruh nglawan bapak2)
Juan : *hening cipta
Ibu Risky : arek kok gaweane tukaran ae, aku ki iso ngelesno selain nang kene (dibaca : taman bungkul, ssc)
(buk..buk..anak mu aja gak mbok sekolahin gitu lho)
Sementara Ibuknya Risky marahin Juan, si Yudi ngomel2 sama Risky
Yudi : kon gak usah gowo2 wong tuo kon. Opo maneh ibuk. Dipikir e nek ibuk kui manusia biasa paling. Ibuk kui surgo. Nang kene ne (nunjuk telapak kaki) onok surgo e. Sayang e gak ketok.
Ibuke Risky : nek ngilokno wong tua, gantian ilokno, gak usah atek tangan
(saran yang sangat buruk)

Jleb...
Inget nggak dulu pas SMP atau SMA sering saling ejek nama orang tua? Bocah 9 tahun marah sangat sangat ketika tau ibunya diejek. Dia bilang ibu itu bukan manusia biasa. Bocah sekecil itu menjaga nama baik orang tuanya. Dia paham benar bahwa surga ada di telapak kaki ibu, meski pemahamannya baru sampai telapak kaki dalam arti sesungguhnya, tapi tengoklah kita yang sudah dewasa, sampai dimana kita bisa menjaga nama baik orang tua?
Semoga pemahaman baik selalu mengiringi langkah adek2 kecilku :D

Selasa, 13 November 2012

Gak tau kenapa setiap pulang dari bungkul ada aja yang membuatku pengen nangis. Semoga aku bisa tetap melihat wajah2 bahagia mereka.

Senin, 12 November 2012

Antara Prestige Guru sampai Pelajaran Moral


Guru adalah seseorang yang dianggap pintar oleh murid-muridnya. Menjadi guru bukanlah hal yang mudah. Menghadapi murid-murid dari beragam karakter memerlukan suatu keahlian khusus. Meski keahlian ini dapat diasah, akankah melulu seorang guru berasal dari orang yang biasa-biasa saja.
Coba kita cermati, orang terpintar di sekolah kita, kuliah jurusan apa? Dapat dipastikan mereka-mereka yang menempati rangking-rangking atas di sekolah, rata-rata kuliah dokter, teknik, psikologi, komunikasi dan jurusan mentereng lainnya. Bukannya saya menyebut jurusan pendidikan tidak mentereng tapi beginilah kenyataannya, semacam prestige bila orang tua bisa menjadikan anaknya seorang dokter. Bahkan media pun mendukung hal ini, mereka akan mengangkat kisah seorang anak jenius dari keluarga kurang mampu yang mendapatkan beasiswa pendidikan dokter, bukan seorang guru. Dan pertanyaan yang muncul adalah seburuk apakah citra pendidikan guru di Indonesia? Kini, guru sudah menjadi primadona banyak lulusan sekolah menengah atas. Tapi tetap saja, mereka yang berperingkat baik, memilih untuk tidak menjadi guru.
Bisa karena biasa. Semua bisa jadi guru. Tapi pernahkah kamu bayangkan jika orang-orang yang menempati peringkat tertinggi di sekolahan menjadi guru? Bisa jadi muridnya akan hebat-hebat. Dengan tidak merendahkan kualitas guru saat ini, dengan guru-guru yang sekarang pun tercipta generasi-generasi yang hebat. Terbukti dengan mendapatnya medali di olimpiade tingkat internasional.
Bukankah menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang mulia? Memang suatu pekerjaan tidak dapat dipaksakan. Tidak mungkin juga semua lulusan SMA menjadi guru. Tapi mengapakah menjadi guru tidak disejajarkan stratanya dengan dokter? Soal mengabdi, guru pengabdi nomor 1. Rata-rata dari kita mulai sekolah umur 5 tahun. Lihatlah anak umur 5 tahun, ajarilah dia membaca dan menulis. Susahnya minta ampun. Dan saya rasa hanya guru lah yang mampu. Orang tua kita memang tempat belajar pertama kali, tapi mereka lebih mempercayakan anaknya kepada sekolah-sekolah, khususnya kepada guru. Bisa dibayangkan bagaimana kesabaran seorang guru selalu tidak dianggap oleh kita. Dengan mudahnya kita melupakan guru TK dan SD kita. Padahal yang membuka mata kita untuk dapat membaca deret demi deret huruf, mengartikan kata demi kata dan menerjemahkan maksud angka-angka adalah guru. Walaupun seorang guru hanyalah fasilitator untuk belajar, jangan pernah menganggap remeh seorang guru. Dengannya kita belajar untuk membuka dunia.
Hanya satu yang tidak kita dapatkan dari bangku-bangku sekolahan, pelajaran hidup. Tidak semua guru mau mengajarkan pelajaran hidup kepada murid-muridnya. Ini yang tidak pernah bisa dipelajari di sekolahan. Andai kurikulum menetapkan bahwa pelajaran hidup menjadi satu bagian penting dalam pembelajaran, mungkin koruptor di Indonesia tidak akan sebanyak saat ini. Meski hidup sangatlah sulit untuk dipelajari, tapi tidak ada salahnya bukan untuk menerapkan pelajaran ini sebagai pelajaran wajib. Yang sangat lebih disayangkan adalah ketika kita memasuki dunia perkuliahan. Tidak ada pelajaran tata krama. Sadar atau tidak kita telah melupakan tata krama setelah kita lulus sekolah dasar. Harusnya tata krama memanglah dasar untuk kita berkehidupan, tetapi bukankah banyak juga mahasiswa yang moralnya perlu dibenahi? Ini juga salah satu cara untuk mengurangi koruptor. Apa korelasi tata krama dengan korupsi? Tata krama mengajarkan kita untuk tidak menerima yang bukan haknya, mengatur apa yang harus kita lakukan jika menerima apa yang seharusnya tidak kita terima. Atau mungkin sistem pendidikan di Indonesia sudah mengira bahwa moral dan tata krama siswa-siswi Indonesia sudah sempurna sehingga mereka tak lagi perlu memberikannya sebagai pelajaran. Tapi bagaimana dengan kenyataannya? Jangan serahkan rumput yang bergoyang untuk menjawab. Ini tanggung jawab kita bersama, bangsa Indonesia

Maaf untuk kamu yang selalu menyuruhku mengganti profile picture facebook, bukannya gak mau ganti, tapi emang gak bisa diganti, hehe. Bukan aku gak tau caranya ganti *alibi, tapi emang gak bisa diganti. Atau mungkin kamu tak punya bahan yang akan dibicarakan lagi hingga kamu terus mengulangi pertanyaan yang sama?
"PP mu gak ganti tir? Udah jadul, hitam putih, mbok ganti tir"
Terima kasih atas perhatiannya :D

Jumat, 09 November 2012

Lihatlah, seminggu ini pasti topik bahasan di kampus bakalan seputar Pak Habibie, percis seperti Pak Dahlan Iskan yang dulu pernah ngasih kuliah umum tekno, percis seperti Vino G. Bastian yang syuting film di graha, percis juga seperti Sheila on 7 yang manggung di grand city (kebanyakan yang nonton anak ITS sama UNAIR).

Karena Sabtu ini temanku gak jadi ke Surabaya, akhirnya aku ikut orasi ilmiahnya Pak Habibie.
Setelah Rektor ITS, Pak Triyogi, memberikan sambutan, paduan suara ITS menyanyikan lagu kesukaan Pak Habibie. Dan lagu kesukaannya adalah Widuri. Waaa...itu lagu kan dulu sering tak buat karokean sama bapak. Berarti kesukaanku sama Pak Habibie sama dong *trus lapo?. Pak Habibie sedikit2 menyanyikan sampek topi (gak tau ini namanya apa, yang biasanya dipake sama toga itu lho) beliau hampir jatuh, tapi kayaknya penyanyinya salah lirik deh, yang bener itu,"Widuriii...bukalah pintu hatiii..untukku", bapak yang nyanyi,"Widurii..bukalah mata hatiii...untukku". Mata sama pintu beda jauh to? Andai mata itu jadi pintu, pasti sakit matanya, atau pintu yang jadi mata, wajahnya segede apa kira2?

Kalo ditanya orasi ilmiahnya tentang apa, hehe, jangan tanya aku, kalo ditanya sehumoris atau seromantis apa Pak Habibie, baru tanya aku #sokkenal #babah.
Haha..jadi pengen punya suami kayak Pak Habibie, wes ganteng, pinter, low profile, sayang anak istri. Paket lengkap. Si Luvi girang banget bisa cium tangannya Pak Habibie,"Lembut dan wangiiiii banget, lembutnya tu kayak bayi", katanya menggebu-gebu. Spontan Luvi tak suruh bandingin lembutan mana sama tanganku, ee dia mau dan katanya lembutan Pak Habibie *gak penting.

Kamis, 08 November 2012

Aku ini anak merdeka
Tak berpunya tapi merasa kaya
Semua di dunia milik bersama 
Untuk dibagi secara adil dan merata
Kubawa-bawa matahariku
Kubagi-bagi layaknya roti
Semua mendapatkannya
Semua senang bersama-sama

Haha..baru nemu tu lirik. Penasaran banget pas acara Jumat Sehat yang di adain SSCS, adek-adeknya nyanyi itu. Lagunya lucu ya. O iya, dapet cerita dari Nunis, katanya pas rumah adek-adek yang di JMP dirubuhin dia nangis. Kasian banget katanya. Aku yang gak menyaksikan langsung, cuma baca ini tok jmp hari ini ae nangis. Hehe. Padahal belum pernah ngajar di daerah JMP. Jadi pengen cepet-cepet hari Selasa, pengen cepet-cepet ngajar lagi.

Kok akhir-akhir ini jadi lebih seneng ngajar daripada belajar ya? Hehe. Semangat! Besok uts sosiologi. Doakan lancar ya teman-teman :D

Rabu, 07 November 2012

Tiba-tiba kepalaku pusing setelah membacakan cerita untuk Reza. Diketawain sama Nunis gara-gara suara dan ekspresiku yang datar. Apalagi pas part,"Dan buah kemuning itu menjadi berwarna merah". Reza nyeplos,"Lho iku kok kuning mbak?".
"O iyo salah. Cat e warna abang entek paling za", jawabku sekenanya.

Liat Riski jualan kok kepalaku malah tambah pusing. Biasanya aku yang ngobrak-ngobrak dia buat belajar tapi tadi belajar cuma sebentar tok, aku gak bisa melarangnya buat jualan.


Senin, 05 November 2012

Lagi-lagi hidup saya hampa entah mengapa. Saya kira dengan ikut mengajar hidup saya akan berwarna. Ya benar berwarna saat mengajar, saat bertemu wajah-wajah polos anak-anak, tapi setelah itu sama saja. Hambar. Seperti bosan menjalani rutinitas yang selalu mengikat. Bagaimana Indonesia mau maju kalo remajanya seperti saya? Kyaaaaaa...
Indonesia butuh siapa sih supaya bisa maju? Dari jaman dulu sampek sekarang kok berkembang terus, lama-lama jadi mimpes malah.

Ketika semua orang merencenakan mimpi-mimpi kemudian bertindak untuk merealisasikannya, aku hanya duduk terdiam, termangu, seperti entah menunggu apa. Asal kamu tahu, orang yang paling bersedih itu bukan orang yang tidak mempunyai mimpi atau tujuan yang akan dicapai, tapi orang yang ingin sekali bermimpi tapi tak tahu apa mimpinya dan bagaimana cara mewujudkannya. Bagaimana mewujudkan sedang mimpi pun tak ada? Mengapa kita semua ingin menjadi yang berpenghasilan mapan, tinggal di rumah yang nyaman tanpa gangguan panas dan hujan, tidur dengan nyenyak karena sudah tidak bingung besok akan makan apa? Mengapa kita menginginkan semua yang ada di dunia? Mengapa kita semua merasa selalu kekurangan saat kebutuhan satu tercukupi? Mengapa hanya aku yang duduk diam menulis ini tanpa bertindak mewujudkan mimpi-mimpi? Sudah kubilang, aku tak punya mimpi, bagaimana mewujudkannya? Apakah salah orang tidak mempunyai mimpi itu? mengapa semua orang harus mempunyai tujuan jika suatu saat nanti kita pasti mati. Tujuan kita hidup, hanya menunggu mati bukan? Tidak-tidak, itu bukan tujuan kita, tapi tujuanku. Aku, mengapa tak kunjung paham dengan kehidupan dunia ini? Aku tak pernah paham mengapa 1+1 harus 2. Mengapa aku diciptakan sebagai perempuan, mengapa tak laki-laki, mengapa tak bencong? Mengapa aku harus hidup? Mengapa aku harus bersekolah hingga jauh-jauh ke Surabaya? Mengapa aku selalu mencari aman? Tidak, tidak ada yang salah dengan diriku. Hanya aku yang selalu menyalahkan diri sendiri. Aku senang menyalahkan diri sendiri tapi mengapa saat ada yang menyalahkanku, aku akan membencinya? Apakah aku memang manusia pada umumnya? Jangan-jangan, hanya bayanganku saja bahwa aku manusia.