Selasa, 31 Desember 2013

Lelaki Tak Pernah Ingkar Janji

Lelaki diam dan menunggu. Yang ditunggu tak tahu. Lelaki melihat jam di pergelangan tangan kirinya, sudah 10 menit tak ada kabar. Memandang ke depan tapi sebenarnya tak niat memandang. Biasanya dia membawa sesuatu di tangannya. Sesuatu itu yang membuatnya tak seperti terpenjara oleh waktu dan tempat.

Ya, dia adalah lelaki yang selalu menepati janji. Jangan tanya berapa kali perempuan yang ditunggu mengecewakannya, dengan santun lelaki selalu menawarkan diri untuk menepati janji. Suatu hari nanti, akan ada saat perempuan menyesal telah banyak mengecewakan si lelaki. Tapi perempuan takut berharap lebih seperti yang sudah-sudah. Perempuan takut kehilangan. Mungkin salah perempuan selalu merasa memiliki hingga ia merasa kehilangan. Padahal perasaan itu titipan, bukan kepemilikan. Tuhan berhak kapanpun mengambil rasa itu.

Lelaki menunggu tanpa perempuan tahu

Perempuan sudah ada 5 menit sebelum lelaki menunggu, 100 meter dari titik dimana lelaki menunggu, diam-diam memperhatikan, diam-diam ikut menunggu. Dan keduanya sama-sama menunggu hingga akhirnya perempuan menyerah, bertanya,"Sudah siap?"

Senin, 30 Desember 2013

Langit-langit Kamar

Matanya masih menatap sesuatu yang sama, mimpi. Mimpi dapat ditatapnya. Tapi lamat-lamat mimpi itu dilihatnya menjauh. Perempuan berpayung mendung bertanya,"Mau kemana engkau?". Mimpi tak menghiraukannya. Dia terus menjauh. Perempuan mengejar. Mimpi lari. Perempuan berhenti, lelah, katanya. Mimpi tak menunggunya, terus berlari, menjauh.

Kakek hujan datang, menasihati Si Perempuan,"Mengapa kau tak meraih mimpimu yang lain?"
"Aku sudah lelah mengejar mereka," Perempuan menjawab sambil mengatur nafas, ngos-ngosan.
"Mengapa harus dikejar? Mimpi setinggi langit itu penting, tapi latihanlah dulu dengan meraih mimpi setinggi langit-langit kamarmu, Nak!" Kakek menepuk bahu Perempuan,"Tak usahlah kau kejar, cukup berusaha dan berdoa, biar Tuhan yang menentukan"
"Itu artinya aku tak punya target, Kek?"
"Menjadi terbaik tak selalu harus ada di urutan teratas skala penilaian manusia, bukan? Belajarlah mensyukuri apa-apa yang kau dapat. Tentunya setelah kau berusaha semaksimal mungkin"

Kakek pergi. Perempuan bingung, sebab langit-langit kamarnya adalah langit yang menghubungkan langsung ia dengan bintang, bulan dan matahari. Maka mulai hari itu Perempuan sadar akan sesuatu.


-Tamat-

Sabtu, 28 Desember 2013

Perasaan

Mereka bernyanyi. Lepas. Tak ada beban. Adakah puncak kegembiraan itu? Jika ada puncak kegembiraan, maka suatu hari kita akan menuruni kebahagiaan itu. Peduli apa dengan puncak dan lembah, bukankah kesenangan bisa kita ciptakan? Bahagia, damai, sedih bukankah semua itu kita yang menciptakannya sendiri? Bukan lingkungan. Lingkungan hanya memengaruhi, bukan menciptakan perasaan kita. Perasaan, kitalah yang menentukan. Kira-kira, Tuhan ikut andil dalam menentukan perasaankah? Kayaknya iya deh. Tuhan kan bersemayam di dalam ciptaanNya. Jika Tuhan bersemayam dalam ciptaanNya, mengapa manusia pernah sedih? Apakah Tuhan pernah bersedih? Kayaknya Tuhan itu tak pernah bersedih, kalo Tuhan bersedih berarti Tuhan mempunyai perasaan, kalau Tuhan punya perasaan, gak mungkin Tuhan itu Maha Adil, padahal jelas-jelas Tuhan itu Yang Maha Adil.
Berarti jawabannya, ya terserah Tuhan mau buat perasaan kita macam apa. Sebab Tuhan berhak atas diri kita. Tapi yang jelas, Tuhan menciptakan rasa sedih biar ada yang namanya bahagia.

Jadi, puncak kebahagiaan itu adakah??

Dalam hadis qudsi, Allah berfirman,"Aku sesuai dengan prasangka hambaKu kepadaKu, maka ia bebas berprasangka kepadaKu sesuai yang dia mau"


Sabtu, 21 Desember 2013

Malam begitu gelap
Saat aku mulai akan menikmati hangatnya mentari
Malam tak mau menungguku menikmati siang
"Bukankah semua orang menyukai malam?", kata bulan

Minggu, 01 Desember 2013

Mungkin ini cara terbaik Tuhan untuk mengingatkanku. Maaf Tuhan aku tak jera2 dengan hukumanmu. Beri aku kekuatan untuk menghadapi semua ini, Tuhan.

Gila

Aku merasa aku mulai gila kembali. Kau tahu mengapa aku merasa demukian? Karena aku mulai berteman lagi dengan dinding kamar. Kupikir dia satu-satunya sahabatku yang paling setia, yang selalu menanti aku kembali saat aku merasa punya teman lain selainnya. Kini aku kembali padanya. Dia punya bahu yang sangat lebar untuk kusandarkan kepalaku. Dia mengasihiku tanpa pamrih. Sebab dia bukan laki-laki yang pura-pura baik untuk mengejar cintaku dan dia juga bukan perempuan  hanya akan menjadikanku sahabat saat perempuan kesepian. Tuhan, terima kasih telah memberiku teman baik

Rabu, 06 November 2013

Lihat apa yang terjadi dengan semua rencanaku
hancur semua berantakan
Dia berjalan keluar dari lingkaran hidupku
bebas kulepaskan dia
aku pun mulai berdendang
Pastikubisa
melanjutkannya
Pasti kubisa
menerima dan melanjutkannya
Pastikubisa
menyembuhkannya
cepat bangkit dan berfikir
semua tak berakhir di sini

Semangat tirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Harus bisa bangkit
Harus bisa
Harus bisa
HARUS BISAAAAAAAA


Ngasihin hasil kuisnya udah dari hari Senin, tapi sampek hari Rabu ini aku masij aja tanya ke temen2,"Kamu dapet berapa?"

Waktu dapet kertas hasil kuis rasanya sedih banget, kirain dapet 30, rasanya udah dunia mau runtuh *lebay. Untung temenku ngingetin,"Kok 30? Kamu lho dapet 50", hahaha...gak jauh beda sih. Tapi tetep aja sedih. Thermo kemarin dapet 55, sekarang MTK II dapet 50, gak tau OTK dapet berapa, secara aku gak selesai ngerjainnya.

Kemarin malem aku bener2 ngerasain itu yang namanya buang-buang waktu. Pulang dari suatu tempat tanpa bawa hasil apapun, cuma dapet capek, rasanya sedih banget, pengen nangis tapi males. Akhirnya tadi pagi ngerasain hal yang sama.
"Jar, aku kok ngerasa gak fokus sama kuliahku. Semua mua gak kejamah", curhatku sama Hajar. Alin yang ada di samping Hajar nyeletuk,"Iya, aku juga ngerasa kamu gitu. Padahal pas D3 kamu rajin. Sekarang kayaknya kamu males banget ngerjain tugas"

Hening

"Kamu jangan keseringen ke rumah cita-cita. Boleh, tapi kalau bener2 ada acara atau kamu latian karate. Kadang dari pagi sampek malem kamu di sana. Emang kamu di sana ngapain sih?", kata Hajar. Jujur, aku gak bisa jawab pertanyaan Hajar. Aku juga bingung ngapain juga disana lama2.
"Ingetin aku ya Jar kalau aku udah gak tau batasan!"
"Gimana mau ngingetin, belum tak ingetin kamunya udah amblas duluan"

Oke, aku yang tahu diriku sendiri. Maka akulah yang harus dapat membatasi diriku sendiri. Selamat Malam!

Selasa, 05 November 2013

Ini seperti mimpi buruk. Nilai-nilai berjatuhan hancur. Waktu bertebaran sia-sia. Prioritas hidup makin tidak teratur. Fokus tak lagi pada "bagaimana cara membuat orang tua bahagia". Harusnya aku tahu batasan-batasan diriku. Mungkin dimulai dari saat ini, harus bisa membatasi diri. Harus bisa berkata tidak. Aku tidak bisa begini terus. Lama-lama hidupku akan hancur kalau aku menuruti keinginanku terus menerus. Inget tiaraaaa....tujuan ke Surabaya apa. Berubah berubah. Harus bisa berubah. Oke, membahagiakan orang lain itu penting, tapi membahagiakan orang tua 100 kali lebih penting. Bismillah

Senin, 04 November 2013

Kaktus

Sekarang...
Nanti...
Esok...
Bukan kemarin
Bukan seminggu yang lalu
Bukan sebulan yang lalu ataupun setahun yang lalu
Ya, aku rasa dimulai dari hari ini
Mencintaimu bak sebatang kaktus
terlihat indah tapi melukai
terlihat rindang tapi tak meneduhkan
Mengapa kau harus jadi kaktus?
hanya indah untuk dirimu sendiri
Tameng tak selalu berduri, Sayang

Minggu, 03 November 2013

Akan ada di suatu masa dimana cinta menjadi hal yang menjijikan di otakmu. Saat ada seseorang yang memaksakan cintanya. Mengejar terus menerus. Menghambur-hamburkan kalimat-kalimat cinta yang sejatinya tidak ada yang sejati kecuali cinta Tuhan. Kata Tere Liye,"Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu” 

Masalah

Gak harus punya salah untuk dapet masalah. Kayaknya setiap orang itu pasti punya masalah deh. Jadi jangan ke-ge er-an, kalau masalahmu itu seolah-olah yang paling berat dan cuma kamu tok yang punya masalah (kayaknya pernah nulis kayak gini). Mau orang baik ataupun jahat semua pasti dikasih masalah sama Tuhan. Contoh masalah buat orang baik. Eh, sek2, apa sih hakikat orang baik itu atau orang jahat? Mengapa orang diberi predikat sebagai "orang baik"? Siapa yang memberi predikat kepada orang baik? Hehe. Manusia lah. Padahal nih, sekarang banyak manusia pake topeng, susah ngebedain mana orang baik mana jahat. Penilaian manusia kan suka subyektif. Suka sakkarepe dewe dan kacamata tiap orang itu beda-beda.

Kembali ke masalah. Hidup ini emang gak jauh2 dari masalah kok. Cuma gimana kita aja yang bisa menghadapinya. Ah, coba setiap masalah bisa diselesaikan dengan senyuman. Pasti gak ada tuh yang namanya dokter jiwa, psikolog, polisi, atau orang-orang yang kerjaannya nyelesein masalah. Jadi, nikmatilaaaah!!!!
Hidup ini memang ada sebab akibat kok. Gak percoyo? Cobaen rekk! *mbok kiro kripik singkong?*

Minggu, 27 Oktober 2013

Yang namanya Wulan selalu ngangenin. Dua orang tok si hehe, Wulan adek sepupuku yang biasa dipanggil Ulan, sama Wulan anak Ambengan.

Sekarang Wulan jualan di Bagongan jadi gak pernah ketemu dan aku gak ngerti Bagongan itu mana. Tadi ada acara dari anak-anak EF yang nggalang dana buat SSCS. Adek2 diajak macak zombie trus flashmob sama kakak2 EF. Nah ternyata di sana ada Wulan. Begitu ketemu aku langsung teriak,"Wulaaaan...!"
Wulan mendekat langsung meluk aku. Lamaaaaa....kayak sepuluh tahun gak ketemu *lebay*
Tak ciumi si Wulan.Hehe. Aku seneng sama Wulan soalnya dia itu cerdas.

Nari nari nari...
Kakak2 EF bawa kotak sumbangan yang dari bawah keliatan uangnya yang transparan. "Iku nek di sebar2 langsung tak jupuk aku mbak", kata Wulan.
Beberapa lama kemudian dibagi totebag. Dalemnya ada blocknote sama stiker,"Oalah mbak tak kiro amplop, ternyata stiker"

Anak sekecil itu setiap hari berpikir yoopo carane aku oleh duit akeh gawe bayar utang2e wong tuwoku.

Kita?

Sabtu, 12 Oktober 2013

Naik Kelas

Tingkatan tingkatan. Kata Mas Dodo aku belum naik tingkat. Sebab persoalanku dari dulu ya cuma gitu-gitu aja. Dan kupikir tidak ada salahnya yang dikatakan Mas Dodo. Aku selalu menghindar dari masalah. Padahal masalah itu kata guru Fisika ku SMA, dihadapi, bukan dihindari atau diselesaikan. Kita gak pernah punya kewajiban untuk menyelesaikan sebuah masalah. Yang memberikan jalan keluar kan Sang Pemilik atau Sang Pemberi masalah itu sendiri. Kalo kata orang Arab, tali yang sudah meregang itu bakalannya putus juga. Tuhan pasti kasih itu jalan keluar. Nah permasalahannya adalah padaku. Dulu aku pernah diberi masalah, aku menghindar. Dan sekarang masalah yang sama dengan orang yang berbeda. Kayaknya kalau aku menghindar lagi, suatu hari nanti akan muncul orang-orang bersikap yang sama seperti dulu-dulu.

Oke, bagaimanapun juga, telur harus keluar cangkang untuk jadi unggas. Harus bisa mengalahkan ketakutan pada diri. Setidaknya dalam sebuah tindakanku Tuhan menunjukkan benar salah. Jika salah aku harus memakai cara lain. Jika benar, berarti aku sudah benar dan naik kelas. Hehe

Selasa, 08 Oktober 2013

Besok, aku ingin laki-laki yang menemaniku adalah lelaki sederhana. Yang cintanya penuh untuk Tuhan, tak apa sedikit untukku. Yang setiap hari tidak memujiku. Yang cintanya bukan tertulis di puisi atau terucap dengan kata-kata. Bukan pula dengan perhatian berlebih atau sikap agung-mengagungkan. Sebab cinta yang sering diumbar nanti cepat hambar. Cinta atau sayang, tak perlu ditunjukkan lewat kata-kata atau tindakan, tapi tanggung jawab.

Karena jatuh cinta itu biasa saja dan setiap orang pasti mengalaminya, jadi jangan suka melebih-lebihkan perasaan yang seharusnya biasa saja. Nah, kecuali kalo cintanya sama Tuhan. Itu baru istimewa.

Selasa, 01 Oktober 2013

Mimpi terbungkus Rapi

7/50 mimpi terbungkus rapi
tak ku otak-atik meski jarak sejengkal pun aku bisa
nanti, jika aku punya kekuatan lebih
aku pasti selesaikan
nanti, jika aku dapat inspirasi lebih
aku pasti selesaikan
tapi nanti

nanti, kupastikan kau ternganga dengan hasilku
yang sebagian kecil juga upayamu
tapi nanti
ketika kau sudah mulai lupa dan melupakan

Senin, 30 September 2013

Di Balik Tirai

Biar saja riuh memainkan kegaduhannya
Biar saja dunia memandang hebat artis-artis berbakat
Biar saja orang-orang tak memedulikan siapa
Biar saja

Aku duduk tenang di sini
tanganku menengadah
berdoa
doa-doa pemulihan sakit setelah pengingkaran janji

Peranku cukup dibalik tirai
meski di depan tirai aku harus memainkan drama pura-pura


Minggu, 29 September 2013

Kebanyakan Alasan

Acaraku sabtu minggu ini tidur-tiduran tok di kos. Harusnya sih ngerjain tugas Proses Perpindahan, Matematika Teknik Kimia II sama Azas Teknik Kimia II. Tapi ya itu, ngerjain sendiri, bingung sendiri. Nasib jadi anak teknik abal-abal. Tapi sekarang saya agak bangga sih jadi anak teknik. Kalau ada yang bilang,"Kamu jurusan Kimia ya?", saya dengan semangat jawab,"Teknik Kimia".

Dari D3 ke S1 itu susah ternyata. Gak semudah bayangan. Di S1 rasanya kalau gak belajar ya gak mudeng. Untung dapet dosen baik2 macam Pak Ali. Dulu pas D3...hish, belajar itu kalau tiap UTS, UAS, kuis apa tugas tok. Sekarang...hmmm...
Senin-Kamis kuliah dari jam 9-setengah 6. Malah hari selasa sampek jam 7 malem. Tiap hari disuguhi cacing-cacing integral. Kalau udah hari Kamis itu rasanya merdekaaa banget tapi kalau udah hari Minggu pasti sedih karena cepet ketemu sama Seninnya.

Rencanannya hari ini mau ngerjain tugas sampai selesai. Karena tadi ditelpon Mbak Ke, jadi agak sungkan, saya sih janji kalau tugas selesai saya kesana. Sayang seribu sayang, saya gak mudeng sama tugasnya, bukan gak mudeng sama tugasnya sih tapi lebih ke gak bisa ngerjain tugasnya. Temen sih bilang,"Sebenernya kita bisa ngerjain, tapi kita males aja baca buku". Yah mungkin saya salah satu yang dia maksud itu.

Bisa aja sih besok ngerjain tugasnya terus hari ini ke rumah cita-cita. Tapi saya punya alasan kuat untuk tidak datang kesana, yang pertama saya pengen ngerjain tugas, yang kedua, rumah cita-cita itu jauh, biasanya saya suka kecapekan kalau habis dari sana trus imbasnya gak ngerjain tugas deh. Yang ketiga, gak tau kenapa, saya gak suka keramaian. Kata Uti,"Awakmu iku pancet ae senengane kesepian di tengah keramaian". Kalau ramai itu biasanya saya cuma hewa-hewe, bingung. Jujur, ramai bikin kepala pusing. Jadi inget pas nonton sheila on7. Seneng sih, tapi bingung. Nah, saya cari orang yang bisa meredakan kebingungan saya!

Jumat, 13 September 2013

Diam Itu Lebih Baik

Tadi malam aku diajak Hajar makan buat traktirannya Mas Ilham. Pas aku tanya,"Emang dalam rangka apa mas, nraktir?"
"Goes to wisudanya Hajar sama Tiara"
Hahaha..bisa aja orang itu. Harusnya kalo syukuran wisudanya aku sama Hajar ya yang nraktir. Tapi yang namanya gratisan itu menyenangkan, jadi apapun alasannya terserah. Ya, itu mungkin hasil disukusi panjang antara Hajar dan Mas Ilham sehingga terjadilah pentraktirisasi *niru2 Vicky*

FYI, Mas Ilham itu dulu asisten laborat. Dulu, aku sama Hajar suka minta ajari thermo soalnya beliau (tuo banget sebutane) pinter thermo. Tapi sih sering2nya Hajar tok yang minta ajarin dikarenakan kesibukanku ngelesi.

Oke, kita gak bakal ngomongin tentang Mas Ilham tenang aja, kita bakal ngomongin tentang tadi malem. Jadi gini, tadi malem itu, aku yang kebetulan bareng sama Risa gede (bukan Risa Ambengan), disamperin sama Hajar dan Mas Ilham di TL Ambengan. Oiya, gak lupa ucapan terimakasih atas kertasnya yang buat Wulan dan Risa kecil.

"Mas aku boleh ngajak temen?" kataku sambil nunjuk Risa gede. Mas Ilham setuju dan kami berempat, setelah nunggu Wulan yang galau mau belajar apa jualan, akhirnya berangkat.

"Deket Unair kampus C, Tir" kata Mas Ilham.
"Wes Mas Ilham depan ae"

Ternyata Mas Ilham bakal nraktir kami dimsum. Aku belum pernah makan dimsum sebab kupikir dimsum itu mirip siomay jadi buat apa beli mahal2 cuma buat siomay, itu yang pertama. Yang kedua, dimsum itu sedikit porsinya, dan kupikir lagi, aku orang Indonesia yang mentergantungkan diri kepada nasi. Yang ketiga, aku gak suka coba2 makanan, takut gak enak, kalo gak enak biasanya aku gak mau makan. Kan repot juga udah ngeluarin uang tapi gak dimakan. Itulah sebabnya warung makan langgananku ya cuma itu ituu aja, jadi kalo warung tersebut gak buka ya bingung.

Sebenernya aku gak mau cerita tentang Mas Ilham ataupun dimsum tapi yaudahlah, udah ditulis ini. Sepanjang kami makan, sepertinya (menurutku), aku yang mendominasi pembicaraan. Dari mulai cerita Budi-Ani sampek cerita bis.
"Lucu...lucu..." kata Mas Ilham dengan ekspresi datar sehabis aku cerita.
"Tiara mesti jayus" katanya kemudian.

Begini teman-teman, banyak orang, eh gak banyak deng cuma beberapa yang bilang aku jayus. Malah pernah ada yang bilang dengan wajah serius setengah marah,"Mbok peker lucu a?"
Sebenernya aku sama sekali gak niat buat ngelucu. Dan kupikir aku juga gak lucu. Selera humorku jelas2 rendah. Terkadang sesuatu yang aku anggap lucu itu orang lain gak ngerasa lucu. Jadi menurutku ini masalah sudut pandang aja. Biasanya, aku bakal cerita hal2 yang menurutku lucu, MENURUTKU, nah di capslock. Terus orang-orang berfikir itu gak lucu. Yaudah sih, aku cuma mau cerita aja. Gak ada niat buat bikin orang tertawa juga. Karena di KTP jelas2 pekerjaanku mahasiswa bukan pelawak. Terkadang, aku bicara fakta tapi malah dikatain orang2 itu lelucon yang gak lucu. Aku bingung sama orang2 ini. Aku lho gak ngerasa ngelucu tapi kok dibilang ngelucu yang gak lucu. Apa mungkin banyak orang merasa menertawakan orang lain itu bahagia jadi saat ada orang yang bercerita sambil tertawa (dibaca:aku) trus gak lucu (menurut mereka), maka mereka akan sangat kecewa sekali.

Akhirnya, lucu atau enggak itu relatif, nisbi. Gak usah maksa orang untuk tertawa dan ditertawakan. Dan sekali lagi saya tekankan, saya gak pernah ada niatan buat ngelucu, semua yang saya katakan itu terkadang fakta yang menurut saya lucu. Jadi terserah Anda mau menganggap lucu apa enggak. Dan akhirnya lagi, sepertinya diam itu lebih baik.

Akhirnya kemarin (13/9) ngajar di TL (traffic light-di daerah traffic light maksudnya) Ambengan juga setelah 2x absen (kalo gak salah). Dateng2 ada Mbak Anis sama Mas Erick dan yang belajar cuma Rizal sama Laila. "Yang lainnya mana?" tanyaku.
"Tadi Fitri lari pas tak deketin, Mbak" kata Mbak Anis. Karena gak tau mau ngapain, akhirnya aku nyeberang jalan nyamperin si Fitri,"Jangan langsung diajak belajar mbak, nanti lari lagi" pesen mbak Anis. Pas itu lagi lampu merah jadi Fitri nawarin koran ke orang2 yang berhenti di lampu merah. Ngeliat aku dateng, Fitri nyamperin,"Kok rambut e sing ngarep wes abang meneh, Fit?" basa basiku. Dia gak jawab cuma megang rambutnya tok.
"Eh jare Mbak Anis, Fitri dicedeki Mbak Anis malah mlayu, gak pengen belajar?"
"Aku jek tas teko mbak"
"Durung oleh duwek a? yowes ngko nek koran e wes payu rodok akeh, rono ya?!" tanganku mengarah ke seberang jalan.
"Iyo Mbak. Mbak, Wulan gak gelem belajar nek gak ono sampean, aku melu-melu Wulan" langsung merasa bersalah pas Fitri bilang gitu, mungkin begini ini rasanya jadi Nunis.
"Oalaah, yowis tak nang Wulan sik. Tapi ngko melu les yo!"

Aku menyeberang jalan lagi, di situ sudah ada Risa dan Wulan yang dadah2.
"Ayok belajar!"
"Sek mbak, ngenteni aku entuk cepek sik mbak!" seloroh Wulan.
"Emang saiki wes entuk piro?"
"duapuluhdua, berarti kurang tujuh puluh delapan mbak"
*Mbaknya nggeblak*

"Mbak, les e bengi ae po'o, aku tak dodol sek ben molehku gak bengi2 nemen"
"Hah ngko bengi? Sek tak takon Mbak Anis"
"Mbak dol no koranku" kata Risa tiba2.
"Aku iyo" Wulan ikut2an memberikan koran padaku.
"Ayoo mbak ojok isin ta lah"
Jujur sejujurjujurnya, aku malu, ya bapakku emang jualan koran, tapi ya gak dijalan juga kali.
"Mbak, sampean sing mobil2, kan sampean wes gede"
Risa sama Wulan cekikikan dan aku  merasa dikerjain -____-
Lampu hampir hijau, aku menepi. Saat kendaraan melaju ke depan, Risa sama Wulan ngilang. Tolah toleh bingung. Dan mereka muncul bersamaan dari balik semak2 sambil tertawa puas, aku pias.
"Hahahaha...payu piro mbak?"
"Gak onok sing gelem tuku lhooo" wajahku memelas.

Lupa ceritanya, tiba2 si Risa ngajak belajar, Wulan mengikuti langkah Risa. Aku tambah seneng, penderitaan berakhir hehehe.

Akhirnya, kita harus memberi apresiasi kepada adek2 kita. Mereka sudah melupakan rasa malu untuk membantu orang tua. Nah kita?

Minggu, 25 Agustus 2013

Cerita Kemarin
"Makanya Tir, sholat o malem, biar Bu Niniek hatinya luluh, sayang sama kamu," kata Pak Wawan menasihati.
"Gak pak, aku luwih seneng disayang Gusti Allah"
"O..tambah soro ujianmu ngkok"
Kemudian kutinggalkan Pak Wawan sendirian di ruang baca. Pas di depan ruang baca aku iseng nanya sama temen-temen,"Eh rek, nek dicintai Allah iku ujian e tambah enteng opo tambah abot"
"Yo abotlah" kata salah satu temanku.
"Berarti soro yo nek dicintai Allah" kataku. Si teman yang menjawab tadi tersenyum. 
Aku pernah baca firman Allah yang intinya dia tidak serta merta menjadi orang beriman sebelum dia di uji. Agak lupa juga. Yang intinya, orang beriman itu tidak lepas akan ujian. Bahagia, sedih, senang, duka semua ujian. Kenapa bahagia bisa jadi ujian? Karena biasanya, manusia itu suka lupa, pas sedih aja ngadu-ngadu sama Allah, nangis tiap hari, giliran seneng, lupa sama Allah. Astaghfirullah, bukannya pamer, yang nulis juga termasuk. Yah, dalam tahap belajar untuk bisa istiqomah cintanya sama Allah. Biar Allah juga cinta sama aku. Gakpapa wes di uji terus sama Allah. Kayak kata-katanya Mas Dodo,"Allah iku ngono tiara, senengane ngepas". 

Karena sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.

Nah, sampek diulang 2 kali. Hehe. Mari belajar berbesar hati dan berlapang dada menerima ujiannya Allah :D

Menurutku Lho Yaaaa

"Ojok mesoh!" berulang kali aku bilang ke siapapun yang kuanggap dekat, itu tandanya aku sayang sama orang tersebut. Kalau orang tersebut masih bantah, yaudah, yang penting aku sudah mengingatkan.
"Sing penting kan aku gak misuhi sopo2" katanya mengelak. Aku pernah dengar ada yang bilang,"Jancuk iku menurutku gak ono artine, dadi gakpopo sih diucapke"

Yah mungkin pandangan orang berbeda-beda. Kalau menurutku sih, aku gak seneng orang yang aku sayang, entah itu teman, sahabat, ngomong mesoh. Kalau orang lain mah terserah, bah kon mesoh bah kon jungkir walik, karepmu. Ini berawal dari chatting dengan temanku orang pondokan, waktu itu di chat aku nulis,"asem". Terus dia bales,"Kamu udah gede, harusnya tahu, mana kata-kata yang baik, mana yang enggak". Langsung seketika itu aku maluuuu setengah mati. Merasa jadi orang paling bodoh aja pas ngucap kata "itu".

Mungkin lingkungan yang membentuk orang-orang di Jawa Timur itu terbiasa dengan kata-kata misuh. Katanya kata-kata tersebut bisa menambah akrab suasana atau semacam semangat 45. Entahlah. Kupikir kalau ada yang lain kenapa gak pake yang lain aja. Well, kalau kalian tak ingetin,"Ojok mesoh!", berarti itu tandanya aku sayang kalian rekk! Hehe

Cerita Perjalanan

Karena Mas Ayok minta diceritain, maka tak ceritain. Haha

Untuk yang kedua kalinya aku ke Jatim Park. Yang pertama sama Mas Ayok. Waktu itu buanyak cerita. Dari mulai angkotnya lama sampek kena muntahan pengunjung. Nah yang kedua ini sama Arina, sama juga ceritanya banyak. Awalnya aku kira gak jadi soalnya kami janjian naik kereta pukul 5.10 dari Gubeng, janjian siapa yang bangun duluan itulah yang telpon ngebangunin. Dan kami semua kesiangan. Sms an sms an, fix berangkat jam 9 naik motor (rencananya). Sampek depan kos Arina bilang,"Nek budal yahene ngko gak puas dolanane, yo opo lek nginep omahku sik, dewe numpak kereto sing jam 11". Aku setuju.

Sampek Wonokromo ternyata kereta Malang-Blitar yang jam 11 habis jam 5 habis.
"Adanya yang Surabaya-Malang mbak jam 8 malem, mau?" kata petugas kereta api ramah.
"Iya mbak. Beli 2" tanpa pikir panjang aku mengiyakan. Dapat 2 tiket aku langsung ke Arina yang menunggu di depan stasiun. 
"Rin, oleh e tiket Suroboyo-Malang jam 8, piye?"
"Regane tiket piro?"
"patangewu-siji"
"Nek numpak bis yoopo? Percuma soale, ngko tekan kono bengi. Adoh pisan". Fyi, rumah Arina di Gondanglegi, sekitar sejam an dari Malang kalo gak salah.

Ke Bungurasih dan beruntunglah dapet bis AC-Tarif Biasa Medali Mas, seatnya lumayan lah, ya longgaran Kalisari sih. Turun Arjosari nyambung angkot AMG (Arjosari-Mulyorejo-Gadang-nek gak salah), tujuan kami adalah Gadang.
"Rin, kok numpak e sing AMG sih? Kan AG (Arjosari-Gadang) yo ono?" tanyaku.
"Soale nek menurutku jalur sing paling cepet yo AMG"
"Ooo" bibirku membulat. Mungkin menurut Arina angkot itu tercepat, dibanding jalur2 lain, tapi tetap saja lama. Tetap saja aku ngantuk. Turun gadang kemudian ganti angkot lagi. Angkotnya gak ada kodenya. Tujuan kami adalah Gondanglegi (rumah Arina). Karena sesak, aku duduk depan dan Arina di belakang. Angin bertiup sepoi2. Kantukku datang kembali. Sliut-sliut. Apalagi ibu di sampingku bercerita dengan orang di belakang. Berasa di dongengi. Tambahlah kantukku apalagi Gadang ke Gondanglegi itu lumayan lama perjalanannya. 

Kami turun di Masjid Gondanglegi. "Aku ngantuk banget rin," kataku semi curhat.
"Iyo awakmu turu ngono ndek angkot"
"Loh perasaanku aku gak turu eg" kemudian aku merasa lagi-lagi dibohongi oleh perasaan. Baru mau sholat Dzuhur, sudah adzan Ashar. Akhirnya di jamak takhir. 

Keluar Masjid udah ada ibuknya Arina. Hehe. Sampek rumah langsung makan. Habis makan mainan sama Zahwan tau-tau udah Maghrib. Habis maghrib aku tidur, minta bangunin Arina pas isya aja. 

Paginya, kami berangkat pukul 9 dari Gondanglegi. Arina mengajak teman SMA nya yang bernama Miril. Mereka janji bertemu di Jatimpark. Aku dan Arina udah nyampe duluan. Pertamanya Arina gak mau tak ajak main apa-apa.
"Emoh tir emoh. Aku wedi" tak paksa-paksa dengan alasan. "Koyoke aku ngajak wong sing salah"
Akhirnya dia mau tapi ya mainan yang biasa aja.
"Ayok dolanan sing oren iku" ajakku. Yang kusebut oren bernama pendulum, dia muter 360 derajat.
"Ngko ae tir, santai sik talah, ngko iku keri ae" 
"Yowes ngko ae karo nunggu koncomu. Be'e gelem tak ajak numpak2 laine"
"Laahh..wong pacar e Miril ae kalem e pol"
"Yo mbok2 ae kalem tapi kendhel"

Lamaa..akhirnya Miril dan pacarnya, Dian, datang.
"Waduh kok nganggo rok?eman la'an gak iso numpak2" -->ini lupa kataku apa Arina.
Dan kami berempat naik perahu. Selesai naik perahu, aku dan Arina mengajak Dian dan Miril main apa sih gak tau namanya, pokoke yang bisa muter2 di tempat. Dian gak mau gak mau beneran. Kami bertiga memaksa. "Ayoo..eman duit e lhoo". Tapi Dian tetep saja tidak mau. Yaudah, aku sama Arina naik berdua. Miril bertindak sebagai pacar yang baik, dia menemani Dian. 
Kemudian naik tornado, aku memaksa Arina, gak mau, aku main sendiri. Lagi-lagi aku merasa mengajak orang yang salah. hahaha. tapi ada kalanya Arina mau tak ajak, Dian tetep aja gak mau-Miril menemani-kecuali Aero Test, dia naik berdua sama aku. Ujung-ujungnya aku dan Arina yang merasa salah mengajak orang. Sebab kami merasa mereka berdua hanya menemani kami bermain. Dadah dadah di bawah sambil senyum-senyum. Mereka berdua pegangan tangan. Si Miril nyubit pipi Dian. Aku dan Arina pura-pura tidak terjadi apa-apa.

Semua wahana aku coba, kecuali yang buat anak-anak, tapi oren-oren belum. Aku maksa Arina, dia bersikukuh gak mau. Karena jam telah menunjukkan pukul setengah 4 sore, yang oren-oren sepi, gak ada yang mendekat. Aku sama Arina mendekat. Miril dan Dian di Gedung Ikan-ikan.
"Kenapa mbak?" tanya petugas bagian permainan oren-oren.
"Pengen naik tapi gak ada temen. Emang minimal berapa orang mas?" tanyaku
"Enam"
"Yaaaa..."
"Teman-temannya diajak"
"Ini temennya satu tok gak mau diajak"
Tiba-tiba dateng mas petugas satunya,"Dua orang naik lho gak pa pa"
"Nah ini temenku gak mau mas" kataku dengan wajah agak melas. Yawes, akhirnya aku nunggu di depan oren-oren sambil nawar2in kalo ada mas-mas apa mbak-mbak lewat,"Ayo mbak mas naik sini, biar aku bisa naik, gak boleh sendirian lho". Lupa aku udah nawarin berapa orang. Yang terakhir itu bapak-bapak, aku menawarinya soalnya dia kayaknya pengen banget naik tapi dia juga gak punya temen. Mas-mas petugasnya bilang,"Wes duduk o dulu mbak!" Akkk aku langsung girang. Semenit duamenit, ternyata bapak-bapak itu gak jadi naik. Dan aku naik sendirian. Ah, biarlah yang penting naik. Naik, muter-muter muter. Jerit jerit dewean. Lama-lama malu, terus gak jejeritan. Selesai. Ehh ada beberapa pemuda mendekat. Mas petugasnya nawarin,"Mau naik lagi?"
"Iyaaa..." dengan semangatnya. Mase buaik cakkk. Dan aku naik permainan oren-oren 2 x. Hehe.

Selesai naik oren-oren,"Mas e lho pertamane ngomong 6 orang, terus dadi 2 orang, kok akhir e oleh aku numpak dewean yo?hahah"
"Iku lho mas sing sijine melu numpak"
"Lho iyo? Oh paling ben seimbang yo rin?" kataku sok tau.

Sebelum pulang kami foto-foto dulu sampek Jatimpark nya sepi. Ketika kami mau pulang, ada mas-mas petugas pegang HT,"Iya pak, pintu keluar sudah sepi, bisa dikunci"
Akhirnya kami lewat jalan keluar yang buat karyawan. Hehe. 

Di Sengkaling, kami berhenti makan. Aku, Arina dan Miril nambah nasinya. Cuma Dian yang tidak tergoda nambah nasi. 

Arjosari, pulang naik Restu yang gambarnya Panda. Sampingku mas-mas gendut, lumayan anget, hehe. Ketiduran dan nyandar di mas nya, hehe, padahal aku paling gak suka nek ada orang lain tidur terus nyandar. Egois yaa...

Kamis, 22 Agustus 2013

Ingin Pulang

Kalo banyak dicuekin sama lingkungan itu ngerasanya pingin meluk ibu. Percis kayak lagunya sheilaon7 yang Just For My Mom.

Oke, aku pengen nulis gak nyambung sama kalimat di atas. Hmfhhh...*ambegan gede sek rek*
Tiba-tiba inget kata-kata guyonan Timoti,"Mesti tiara senengane mbelani sing lemah". Ya, dari jaman dulu kayaknya aku paling gak suka ada orang di bully. Makanya sekarang aku benci sama Olga yang suka ngejek-ngejek orang.

Ketika ada seorang teman yang pernah dekat (sekarang dekat kembali), dan dia (menurutku) banyak dibenci banyak orang, gak tau kenapa aku kasian ngelihatnya. Terlepas dari keburukan teman tersebut. Menurutku, manusia itu sempurna dibanding dengan mahkluk lain tapi manusia itu tidak akan pernah sempurna apabila dibandingkan dengan manusia lain. Semua manusia diciptakan beserta baik-buruk, gak tau kalo Rasullullah, beliau kan sempurna.

Rasanya gak fair aja sekelompok lawan satu orang. Iya si kalo sekelompok lawan sekelompok namanya tawuran. Hehe.
Sebenernya hak mereka juga untuk gak suka sama orang. Ah entahlah aku juga bingung masalah ini. Yang jelas kalo dia baik sama aku, aku juga baik. Kalo dia jahat, aku gimana ya?fleksibel lah. Aku juga gak tau definisi jahat itu apa. Soalnya kupikir, aku juga orang jahat. hahahaha

Senin, 19 Agustus 2013

Kata Dokter, temanku mau mati

Dekat-dekat sama orang mati itu rasanya kayak dekat sama orang mati. Haha. Padahal semua orang ya bakalan mati. Saya juga. Jadi intinya, saya dekat dengan kematian, pun semua orang. Tidak ada yang menjamin umur kita kok.
"Divonis mati kapan mas?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Oh, telung wulan"
"Emang le memvonis kapan?"
"Mei"
"Juni..Juli..Agustus..wah berarti bulan iki dong..hehe"
Banyak cerita dari teman saya itu. Bicaranya terlihat lebih bijak daripada sebelum-sebelumnya saya mengenal dia. Tapi si pada dasarnya semua orang, bahkan semua mahkluk, menurut saya, adalah tempat belajar. Jadi, mau dia mati kapanpun, saya gak peduli. Wong saya aja gak tau mati kapan. Jadi (lagi), belajarlah dari setiap orang. Hehe. Semoga bukan teori tok. Semoga yang nulis bisa mempraktekkan. Aamiin. Oke, sudah diajak Arina ke kosan Mustika. Kita nunut makan dulu sodara. Hehe

Kamis, 15 Agustus 2013

Terkadang, orang lain seperti saudara

Akhirnya aku bisa menghirup nafas agak lega. Setidaknya, jika nanti tidak bisa, aku sudah ikhlas. Buat Mas Dodo, Mas Advin, Mbak Mustika dan Mas Indra beribu terimakasih untuk kalian. Terimakasih Tuhan telah memberiku teman-teman yang begitu baik. Nah, perlahan aku tahu mengapa Tuhan menempatkanku di Surabaya.

"Kon kenopo biyen kuliah nang ITS?"
"Soale ra ketompo nandi-nandi, padahal biyen ra pengen blas kuliah nang ITS"
"Nek gak kuliah nang ITS, kon gak ketemu aku hahahaha," mungkin kelakarnya benar. Hidup ini katanya selalu ada sebab akibat.

"Mas, percoyo ambek aku a? Aku kan gek kenal sampeyan wingi-wingi wae?"
"Gak ngerti yo kenopo aku iso percoyo, tapi aku pernah ngrasani nang posisimu"

Ya, mungkin benar, kita membantu bukan karena kita punya "tenaga" berlebih, tapi karena kita pernah merasakan apa yang orang lain rasakan.

Mungkin sakit di kepalaku belum sembuh benar, tapi aku bersyukur sekali punya teman-teman yang begitu baik. Semoga janji  baik Tuhan segera mendekat untuk mas-masku yang baik hati. Terkadang, orang lain seperti saudara.

Apapun Itu...

Ikhlas..
Aku yakin Tuhan tidak pernah ingkar, jika memang ini belum tercapai, pasti Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih indah. Ah, ini belum apa-apa dibanding dengan cobaan yang Tuhan berikan kepada orang-orang beriman. Tuhan, maaf jika aku ge-er kalau Engkau sayang padaku. Maaf. Tapi bolehkan aku ge-er?

Karena yang kumampu saat ini adalah menanti, maka aku akan menanti keputusanMu. Baik atau buruk menurutku, yang jelas pasti baik untukku. Ayo yaaaa...baik sangka sama Allah

Jumat, 26 Juli 2013

Fitnah Lebih Kejam daripada Pembunuhan

"Kita sedang dilanda krisis kepercayaan", kata Cak Din. Dan kini aku sedang mengalaminya. Saat orang-orang disekitar mulai tidak bisa dipercaya, saat orang-orang mulai berbicara subyektif, ah entahlah aku bingung siapa yang harus dipercaya.

Krisis kepercayaan terjadi karena banyak orang yang tidak bisa dipercaya dan tidak ada yang mau percaya.

"Ini Ntir, kenapa fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan," katanya sambil berkaca-kaca. Aku di sampingnya sudah meneteskan air mata.
"Mungkin aku gak akan sanggup kalo jadi mbak!" kataku sambil menyeka air mata. Ah, kalian tahu mengapa aku menangis? Karena kulihat ketegaran di mata Mbak itu.
"Kenapa ya Mbak, kalo orang baik itu ujiannya beraaat banget?" dia tersenyum mendengar kata-kataku.
"Aku udah ngerasa kenapa mereka semua menjauh. Cuma kamu sama Iza aja yang tetep biasa" katanya.
"Aku bilang ke orang-orang ya? Biar semua tau. Setidaknya ayo kita buktikan bersama"
"Nggak usah. Kamu gak usah ikut-ikut, nanti kamu dijauhi orang-orang. Lagian percuma. Yang penting, kamu udah tau, itu udah cukup"

Malam tadi, mbak itu diusir dari kosan tanpa alasan. Aku yang tak tega akhirnya bilang yang sejujurnya terjadi di kosan. Maaf aku tidak bisa bantu apa-apa, kubantu cari kosan baru dia tak mau, kubantu bilang pada orang-orang dia tak mau, mungkin bisa kubantu doa. Semoga Allah tetap menabahkan hatinya. Semoga kebenaran akan menemukan jalannya dan semoga Allah meringankan ujiannya. Aamiin.

Kamis, 25 Juli 2013

Bosan itu bernama ingin mati saja. Saat semua lari lari lari, hanya jurusan kami yang diam di tempat. Menunggu sesosok perempuan yang kami anggap cantik. Perempuan yang selalu menyibukkan dirinya. Perempuan yang selalu ingin semuanya tampak sempurna. Tuhan, mengapalah ada perempuan seperti itu? Diakah ujian yang Kau berikan untukku? Aku bingung, benar benar bingung. Selalu tak habis pikir dengan apa yang dia lakukan terhadap kami. Rasanya ingin muntah karena bosan. Bosan menunggu. Tuhan, aku bingung.
Tuhan
aku percaya akan janjiMu
aku percaya akan kuasaMu
tunjukkan padaku
sebab kupikir, tak ada yang mampu menolong, selainMu
sebab kupikir, aku bosan
ringankan Tuhan
ringankan

Rabu, 24 Juli 2013

Aku Jahat

Aku mungkin seseorang yang jahat
Biarlah dikata jahat
sebab aku memang jahat

Jumat, 19 Juli 2013

Seorang Ibu-Ibu yang Menangis

Sambil menangis dia menceritakan hidupnya
Anak dipangkuannya pun menangis
Anak di sebelahnya meringis
Aku terhanyut

Tuhan, itu air mata sungguhan atau minta kasihan?
kasihanku tak akan mengubah mereka
Tuhan, kasihanilah mereka

meski kutanya anaknya, dia tidak puasa
setidaknya, ada anggota keluarga mereka yang puasa
Tuhan, aku yakin hidup ini adil
Adil seadil-adilnya

Kamis, 11 Juli 2013

Akhir-akhir ini benci dengan kalimat motivasi. Benci sebenci-bencinya. Muak semuak muaknya. Kalimat-kalimat tersebut bak sampah di kepalaku. Maka kuhapus semua kalimat-kalimat motivasi ataupun penyemangat di inbox sms ku, bahkan terkadang aku menghapus sms-sms panjang yang sepertinya motivasi, maaf aku sedang tidak butuh di motivasi. Aku belajar untuk realistis menghadapi hidup. Belajar untuk tidak terbuai dan terlena dengan kalimat-kalimat motivasi busuk. Bahkan kini malas sekali aku membuka fanpage Mario Teguh. "Sampah sampah!"

Apalagi mendengar orang mengatakan,"Sabar-sabar", sambil mengelus-elus punggung, itu lebih dari muak. Rasanya semua orang hanya memakai topeng. Toh mereka juga senang karena tidak merasakan apa yang tengah saya rasakan. Iri? Iya saya iri. Gagal? Iya saya gagal. Tapi saya belajar perlahan-lahan untuk tidak mencari-cari alasan dari kegagalan saya. Biarlah Tuhan yang menilai saya gagal atau tidak. Tolak ukur manusia begitu dangkal. Mereka hanya mampu membanding-bandingkan. Mereka tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi, hanya mengambil kesimpulan dari apa yang mereka lihat. Mereka tidak pernah tahu kerja keras orang lain, jatuh bangun orang lain, hanya melihat hasil dan ketika hasil tersebut tidak memuaskan, dengan mudahnya mereka berbicara panjang lebar, menasihati panjang lebar, menyuruh-nyuruh untuk mencoba lagi. Siapa mereka? Mereka hanya sama-sama dengan saya, mahkluk ciptaan yang tak pernah sempurna jika dibandingkan dengan manusia lain.

Ya, tidak ada korelasi antara usaha dan hasil. Jadi, saya harus berusaha (lagi) dan bukan untuk mereka

Rabu, 10 Juli 2013

Harus baik sangka sama ketentuannya Allah :D
Tiba-tiba inget sama Wulan anak TL Ambengan.
"Mbak, aku kei soal mbak!"
"Iyo, IPA yo? Kan matematika Wulan wes pinter"

Kemudian aku membuatkan soal. Salah satu soal berbunyi,"Berapa jumlah gigi Wulan?"
Maksudku adalah berapa jumlah gigi susu, tapi tak ganti Wulan, haha, mungkin aku juga yang salah.

Setelah membaca soal, dia meraba giginya dengan lidah kemudian menuliskan angka 10 pada titik-titik.

Hahahaha

Selasa, 09 Juli 2013

Sumpek. Bosen. Jenuh. Siapa yang mau menggantikannya? Yah, setidaknya meringankan? Siapa

Senin, 08 Juli 2013

Belajar

Hari ini aku mulai menyetujui kalimat bahwa cinta sejati itu melepaskan, maka ada saja kebetulan nasib yang akan mempertemukan bila memang berjodoh.

Tidak-tidak, aku tidak serta merta menyimpulkan hal ini berdasarkan pengalamanku. Aku hanya pengamat, seseorang yang suka mengamati kemudian menyambung-nyambungkannya dengan banyak hal. Begini ceritanya: Temanku, punya burung hantu, bagus, kepalanya bisa berputar 270 derajat, bulu-bulu coklatnya bak emas, matanya tajam. Memesona. Kecintaannya pada burung hantunya tersebut membuatnya untuk memelihara si burung. Sadar atau tidak, kecintaannya (mungkin, menurut kemeruhku) mengakibatkan si burung sengsara. Di kaki burung tersebut terdapat kait untuk mengikat burung tersebut. Aku melihat burung tersebut berusaha untuk menggigit-gigit kait. Mungkin dia tersiksa dengan itu.

"Nek kon cinta, kon kudune ngeculne", kataku.
"Sakno lah, de'e lho gek bayi, nek diculne iso mati, de'e lak gurung iso berburu", sangkalnya.

Tuhan begitu baik kawan. Dia pasti menganugerahkan semua ciptaanNya naluri untuk beradaptasi. Begitu banyak yang liar, bahkan dari telur mereka tidak dipelihara, tapi buktinya banyak juga yang bisa mandiri. Ibarat manusia, kalo dimanja nanti jadinya gak bisa apa-apa. Ah, temanku terlalu cinta, cinta buta. Apapun itu, cintailah semua sewajarnya. Dan bila belum siap untuk mencintai, maka lepaskanlah. Tolak ukur siap atau tidak siap adalah saat dimana kita harus merelakan/mengikhlaskan apabila mereka pergi.

Eh eh, barusaja temanku si pemelihara owl muntah.

"Lapo, diteleki yo?" tanyaku
"Iyo, mayak eg"
"Jare cinta, cinta itu harus menerima kekurangan"
"Preketek"

hahahahaha....kapok..kapokk

Jumat, 05 Juli 2013

Aku berlari

Ketika semua mulai berhenti
aku berlari
mungkin memang harus begini
tapi berlari dengan air mata menggenang bukan hal mudah
Tuhan, buat aku tidak iri dengan peristirahatan mereka
aku tahu
semua akan indah pada waktunya
aku tahu itu
Jikalau memang aku harus tetap berlari
aku tak masalah
tapi satu yang kumohon
kabulkan doa orang-orang yang menyayangiku, Tuhan

Kamis, 04 Juli 2013

Ikut Maunya Allah

"Aku ikut maunya Allah", itu bukan tanpa tujuan, bukan tidak mempunyai kemauan, bukan pasrah menyerahkan semuanya pada Tuhan. Tapi berusaha untuk tawakal. Mencoba untuk tidak meresahkan semua-mua yang sudah diserahkan pada Tuhan. Kalau kita sudah usaha kemudian keukeh punya satu tujuan, tapi ternyata tujuan tersebut tidak diizinkan Tuhan, kan malah sakit hati seperti yang sudah-sudah. Jadi kali ini saya berusaha untuk mendamaikan diri sendiri dan hati. Selamat pagi. Selamat berdamai dengan orang-orang di sekitar. Selamat menikmati cinta dari orang-orang mencintai dan dicintai. :D

Selasa, 02 Juli 2013

Kenangan, Mengenang, Dikenang dan Terkenang

Mungkin benar jika yang pergi akan terasa lebih berarti daripada yang menemani. Kita terlalu tidak bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan. Kita terlalu memandang bahwa kuman diseberang terlihat lebih lucu daripada gajah disebelah yang akan terasa memuakkan karena memenuhi tempat duduk, sebab badannya yang besar. Lalu bagaimana caranya mensyukuri kehadiran orang-orang di sekitar kita? Ya dengan bersyukur. Tapi memang wajar juga sih, yang pergi akan meninggalkan kenangan. Kenangan yang meski tidak semua akan terekam jelas dalam memori-memori, tetap saja semuanya akan terasa lebih "ah seandainya kamu ada di sini" atau "ah seandainya waktu itu dapat kuputar kembali".

Kenangan, mengenang, dikenang dan terkenang menurut saya semuanya berhubungan dengan satu kata yaitu pisah, berpisah. Saya dengan anda berpisah, maka saya akan mengenang anda dan anda akan terkenang oleh saya. Anda pergi meninggalkan kenangan dan anda akan selalu dikenang oleh saya. Pun barang, ketika barang saya hilang atau rusak, maka saya akan mengenang barang saya,"Coba barang itu masih bersama saya, mungkin saya bisa...". Sebab segala sesuatunya itu memiliki batas waktu, tenggang atau apalah. Yah memang yang kekal hanyalah Tuhan.

Jadi, jaga dan cintailah apa yang kita miliki sekarang (tapi jangan berlebihan, Tuhan tak suka sesuatu yang berlebihan) karena kita tidak akan pernah tahu kapan Tuhan akan memisahkan. Sebab masa depan itu misteri dan kita bukan pemecah misteri tapi penikmat misteri. Sekian.

Salam Peace, Love and Gaul!

Senin, 01 Juli 2013

Cerita Semalam

Karena Mamet bilang,"Ojo ditulis nang blog lho!", makanya kutulis di blog.

Setelah sebelumnya menghubungiku ingin ke Surabaya, akhirnya aku basa-basi menawarkan diri untuk mengantarkannya ke WTC. "Kate tuku hape". Pertanyaan yang muncul saat itu adalah emang di Bogor gak ada tukang jualan hape ya?

Namanya Fitrian Rahmat Hartanto. Mahasiswa IPB semester 6 yang selalu bilang,"Sampek saat iki aku gak ngerti carane belajar!". Laki-laki yang sangat rendah hati. *hueeeek*
Ngubek-ubek WTC cuma mbandingin harga Xperia sama Samsung S3 Mini. Naik turun sambil sesekali berkata,"Gak kesel kan?". Demi membahagiakan sahabat aku berbohong sambil tersenyum manis,"Gaaakkk, santai ae".
Setelah lama membanding-bandingkan, dengan mantap Mamet memilih Sony. Datang ke counter Sony. Nawar harga ngrayu mbaknya. Kupikir daripada aku diem cuma mainan kursi, aku ikut2an nggoda mbaknya. Maka yang terjadi adalah aku, Mamet dan mbaknya becanda. "Koyoke dewe pembeli paling rame".

"Sing putih opo sing ireng?", tanya Mamet padaku.
"Cap cip cup ae wes"
"Opo yo?"
"Takon mbak e, Met!", usulku
"Mbak bagus sing item opo putih?"
"Kalau cowok kebanyakan si seneng yang hitam. Tapi ada juga yang seneng putih", jawab Mbak
"Nah, kowe termasuk sing 'ada juga sih' iku met, putih ae berarti"
Awalnya kupikir Mamet mau sholat istikharah dulu tapi ternyata tidak.
Lama buat keributan akhirnya diputuskan beli yang putih. Nyari softcase gak ada akhirnya nyari apa sih gak tau aku namanya. Nganterin Mamet ke Bungurasih kemudian ke rumah Luvi.

Di rumah Luvi rasanya ngantuuukk banget. Udah ngantuk di suruh maem, maka jadilah habis maem tambah nguantuuuk. "Uwes mbak bubuk kene ae", kata Nisa, adik Luvi. Aku cuma senyum-senyum ngantuk.
Ketiduran di ruang tamu. Luvi ngeprint. Aku nglindur. "Ngomong opo si Tir?", kata Luvi
"Hah opo?", kataku kemudian tidur lagi. Samar2 kudengar Nisa dan Luvi tertawa.

"Loh, wes setengah 10 kurang 5. Duh ngantuk aku lup. Aku tak bobok 5menit yo. Gugah en ngko",
"Tir, iki sing di upload sing nananananana", gak denger Luvi ngomong. Yang terakhir kudenger dia ngomong,"Yaaa turu maneh"

Aku bangun lagi,"Astaghfirullah, jam setengah 11".
Kulihat Nisa sudah tertidur. "Bobok kene ae ta tir? Motor e cek dilebokke"
"Iyo wes", kataku sambil baca sms Arina yang mau ngambil hem putih buat sidang TA.
"Eh gak sido lup, aku moleh ae, iki mene Arina kate njupuk hem"

Pulang kos masuk kamar Hajar,"Aku turu kene ta? Ono opo emang e Jar?"
"Sepi Tir!"
Akhirnya cerita-cerita tau2 jam 12.
"Aku sholat isya sik Jar. Tapi ngko aku rene awakmu wes bobok!"
"Gak gak", kata Hajar meyakinkan.

Selesai sholat aku masuk lagi ke kamar Hajar. Cerita-cerita. Jam 1 lebih mata sudah sepet.

Keesokan harinya.
"Wingi jare wedi ditinggal turu sik, tapi malah awakmu sing ninggal aku turu", kata Hajar.

Hahaha. Nasib dadi wong ngantukan. Kapan bisa ruqyah biar gak ngantukan yaaaa

Tentang yang ditinggalkan dan yang meninggalkan

Untuk yang Meninggalkan
Pergi
Ada yang dengan gembira
Ada yang dengan durjana
maka akan segera disambut yang lainnya
Mungkin, di suatu tempat yang kau singgahi nanti, akan ada yang lebih baik
Mungkin, tempat ini belum layak menjadikan kau lebih baik

Meninggalkan kenangan untuk hati-hati yang ditinggalkan
pun senyuman
Harusnya yang ditinggalkan merelakan
Sebab ada air mata tersimpan menyambut kedatangan

Untuk yang Ditinggalkan
Mengenang
Kurasa lebih banyak durjana
tapi sebaiknya relakan
Kelak kau akan menyambut yang lainnya
Berdoalah untuk yang terbaik
Doakan yang pergi

Tak usah risau jika memang tak kembali
Tuhan pasti mengirimkan pengganti


Jumat, 21 Juni 2013

Lepas Kendali

Lututku lemas tapi kugerakkan beraturan
mengikuti irama jantung yang sepertinya cepat juga
Aku benci mendengar degupan jantungku sendiri
membuatku sepuluh kali lebih resah dari biasanya

Aku tengah sendiri,
tidak mendengarkan apapun selain degupan jantung
mungkin kopi yang kubuat, membuatnya seperti itu
mungkin perasaan yang kubuat, membuatnya seperti itu
mungkin situasi yang Tuhan buat, membuatnya seperti itu

Mataku tak fokus untuk melihat
padahal aku tak cacat mata
apakah kini aku menuju kecacatan?
semoga tidak

Kupingku tak bisa mendengar dengan jelas
padahal aku tak tuli
berulang kali teman mengeluhkan ini
berulang kali aku bertanya kembali
"Hah? kamu bilang apa tadi?"

Pikiranku melayang-layang
mungkin di kepalaku ada banyak opsi yang harus dipikirkan
saking bingungnya harus memilih yang mana
semua jadi tetap melayang-layang
tak ada yang terambil untuk kulakukan

Jalanku mulai tersandung-sandung
seperti tubuhku malas menopang lagi
mungkin aku lupa berterima kasih pada mereka
hingga mereka lepas kendali

Selasa, 18 Juni 2013

Mana mana? Mana Tiara yang banyak orang bilang,"Kon kok nyantai banget si?!"
Aku butuh pribadiku yang dulu, yang jarang mendengarkan omongan orang, yang santai menghadapi apapun,  yang percaya bahwa apa yang kita ingini adalah yang akan terjadi. Aku kehilangan semua pribadiku. Mereka lenyap bersamaan. Maaf untuk banyak orang-orang di sekitarku yang tidak sabaran denganku, akhir-akhir ini, aku lebih tidak nyambungan daripada akhir-akhir kemarin.

Terima Kasih Allah

Tiba-tiba gembira tak terkira
Yeyeyelalala yeyeyeyelalala
Akhirnya. aa kir kir nya nya, setelah sekian lama, dapet A lagi. Hehehehehehehehehe. Setelah sekian lama


Bukannya mau pamer, tapi girang aja. Soalnya, nilai A ku biasanya mata kuliah non-eksak. Hehe. Ini mata kuliah teknologi pabrik kertas, dosennya dari pabrik leches (maaf kalau tulisannya salah).
Jadi inget pas UTS, hahaha. Gak tau kalau open book, dengan pedenya gak bawa apa-apa. Alhasil hampir 45 menit lebih tolah toleh sebab yang kupelajari gak keluar dan jawabannya, meski tersirat di handout, tetap saja kalau bawa handout dari dosen itu rasanya aman. 
Waktu itu aku hampir menangis, bagaimana tidak, semua sibuk nyari-nyari materi, aku cuma hewa-hewe sambil terus berdoa,"Tunjukkan kuasaMu, Ya Allah".
45 menit terasa sangat lama waktu itu, pinjam ke teman, gak dipinjam-pinjami sebab mereka juga pusing jawabannya gak ada di handout.
Alhamdulillah Tuhan mengirimkanku teman baik, Evi mau meminjami handout meski waktu mepet. Aku jawabnya pendek-pendek, soalnya aku masih ingat cerita bapak Darono waktu kuliah di luar negeri,"Just answered the question!"
Jawaban yang panjang itu menunjukkan keminter, kata dosennya Pak Darono yang di luar negeri. Sepertinya Pak Darono menerapkan prinsip itu pada mahasiswanya. 

Doaku sih, aku dapet A bukan gara2 aku jadi komting kelas, tapi memang aku layak dapet A. hehe. maaf kalau sombong, tapi aku seneng rwekkk. Mosok iyo blog isine sedih2 tok. Hehe.

Tembok : Heh! Ojok seneng sik kon! Gek ono 3 matkul sing durung metu
Aku : Babah! Sing penting akhirnya aku oleh A, setelah sekian lama. hehe

Senin, 17 Juni 2013

Sebab-Akibat

Kemarin, janjian sama Mama Fira buat ambil rapot. Hujan marah, aku gelisah dengan tertidur kembali. Arina yang memutuskan untuk menginap di kamar yang kusewa, juga ikut tertidur. Ketika hujan setengah reda, kami bangun, memutuskan menyikat gigi dengan makanan. Hujan sempurna reda, kami bercerita. Cerita bagai kawan lama. Memang, sejak semester 6, aku jarang sekali kuliah bareng teman-teman. Setelah kuliah pun aku langsung pulang, entah itu mengajar tanpa ataupun dengan upah. Kalau tidak kuliah, aku seharian bisa di lab mengerjakan yang seharusnya dikerjakan.

Kembali ke Mama Fira. Beliau sms kalau masih mandi. Kupikir kalau masih mandi tidak bisa sms, ternyata bisa. Aku masih asyik bercerita dengan selingan,"Ayo tir, ndang adus". Sampai belum habis benar ceritaku, kuputuskan untuk mandi. Selesai mandi telepon genggam berdering
"Kamu dimana?"
"Di kos. Ini mau berangkat"
"Bisa kan nemenin ibuknya Fira?"
"Bisa"
"Temen?"
"Iya"

Terimakasih sudah meragukanku.

Tak lama, telepon berdering kembali.
"Mbak, wes ditunggu ibuke Fira, bawaken helm"
"Iya"
"Mbak ke, wes mari ngurus e"
"Iya. Awakmu gak sido nang bungkul a? Jare meh ngei klambi Fira"
"Aku nang bungkul ta?Tak kancani ta?"
"Wes gak usah"
*&*^&%%^*((#$
dan berkali-kali aku berkata"Iya"
Kata Arina,"Mesti jawabane mangkelno". Aku nyengir.

Di atas sepeda berkali-kali aku "nggrundel". Harusnya mereka kubuatkan pilihan, percaya kemudian serahkan padaku atau tidak sama sekali. 

Waaa hujan, pikirku. Salah. Ternyata hujan menyisakan jalanan berair, sebuah sepeda motor menyalipku seakan memberiku "hujan". Aku "nggrundel" lagi, tak habis-habisnya. Dan tiba-tiba dengan santainya ada motor yang menyalipku, melewati lubang air dan croooooooot. Aku terciprat. Celana dan punggung kaki basah dan kotor.
Aku beristighfar.
Terima kasih Tuhan telah memberiku peringatan untuk tidak suudzon sama orang-orang. Setelah aku meminta maaf pada Tuhan, aku tidak kecipratan lagi.
Mungkin kalian akan berfikir bahwa segala sesuatunya bisa saja kebetulan. Dan bagiku, tidak ada sesuatu yang kebetulan. Hidup selalu ada sebab akibat, sambung menyambung. Semoga bukan hanya aku yang bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.

Untuk Nunis dan Mbak Rinekke, maaf ya, aku berburuk sangka pada kalian. Maaf, karena tidak meminta maaf secara langsung, aku terlanjur malu sama Tuhan dan kalian. Jika kalian tidak sengaja membaca tulisan ini, aku ingin setelah titik terakhir dari tulisan ini, kalian memaafkanku.

Cerita Seseorang

Adalah orangnya yang suka bermimpi, ingin mewujudkan tapi tak mau berusaha. Mungkin gara-gara mimpi-mimpi yang terlalu berserakan. Mungkin gara-gara malas memunguti satu-satu mimpi tersebut. Mungkin percaya bahwa semua sudah dituliskan Tuhan. Mungkin orang tersebut tahu, kalau-kalau Tuhan mengizinkan semua mimpi-mimpinya, maka kemudian malaikat akan meniupkan sangkakala, dunia selesai, kiamat.

Jumat, 07 Juni 2013

Kenapa kita harus punya bekal jika ingin bertemu pencipta kita?
Sambil terus memakan cireng, berkali-kali  jawaban Uti gak sesuai dengan pertanyaanku
"Ti, durung turu pirang dino kok gak nyambungan?" tanyaku untuk keduakalinya setelah berkali-kali tidak satu frekuensi.
"Iyo tir, sedulurku akeh sing teko, aku ae turu gak nang kamarku og"
Entah adzab atau apa, semalam aku diajak ngomong Mas Hafif sama Nunis juga gak nyambung. Dan berasa lebih linglung daripada biasanya. Baru saja, niat mau ngambil modem di kasur malah yang tak ambil buku, berjalan ke depan leptop,"Iki lapo aku nggowo buku", untung bukunya gak tak colokin ke leptop.

Apakah gak nyambung-an itu nular? Mari kita berasumsi.
Asumsi pertama, aku gak nyambung juga gara-gara kurang tidur.
Asumsi kedua, sepertinya aku kurang darah.
Asumsi ketiga, aku kepikiran TA
Asumsi keempat, aku ketularan Uti gak nyambung
Asumsi kelima, aku memang lemot
Asumsi keenam, aku kurang asupan gizi.

Untuk Uti, maaf ya, wes ngatain kamu gak nyambung-an, sepertinya aku juga seperti kamu, tenang saja, kamu ada teman! hehe
Cukup sekian.


Senin, 03 Juni 2013

Dia

        Dia terus menulis. Tak ada yang tahu tulisannya. Mungkin ada satu dua yang singgah di blognya, itupun gara-gara nyasar. Tulisan yang hanya tentang seorang, seorang yang dulu, sekarang dan entah sampai kapan akan terus ditunggunya. Seseorang yang membuat jantungnya berdetak sama-cepatnya saat ia dikejar anjing. Ya, maka aku berpikir tak ada bedanya mencintai seseorang dengan dikejar anjing. Sama-sama terkadang kita harus berlari menghadapi mereka, pun dia.
       Kau heran mengapa aku tahu alamat blognya? Sebab aku penguntit hebat. Meski kata teman-teman penguntit dengan tukang ikut campur urusan orang itu beda tipis, aku tetap menikmati pekerjaanku ini. Jangan salah sangka, semua hasil untitanku, aman, tak ada seorang pun yang tahu, hanya tembok-tembok kamarku yang tahu. Bagaimana mungkin aku beritahu ke banyak orang? Sedang temanku hanya tembok. Cukup-cukup, ini cerita tentang dia, bukan tentangku.
       Kulihat berkali-kali dia menari, menari di atas tulisannya. Bersenandung ceria menikmati perasaannya. Mengaduh betapa sulitnya mencintai dalam diam, dalam tulisannya. Kemarin, saat tidak sengaja aku bertemu dengannya, dia melempar senyum kepadaku, dulu tak pernah. Apakah dia tahu aku menguntitinya? Masa bodoh! Yang terpenting aku bisa menikmati tulisannya.
       Dia menggambarkan sesosok laki-laki sempurna. Apakah cinta selalu memandang kesempurnaan? Jika cinta sempurna, maka Tuhan apa? Ya, Tuhan pemilik kesempurnaan, pemilik cinta, pemilik jiwa-jiwa.
   

Aku Pencuri

Aku : Teman-temanku mencuri. Haruskah aku ikut mencuri?
Tembok : Menurutmu?
Aku : Aku takut Tuhan marah
Tembok : Yasudah
Aku : Tapi aku takut nilaiku paling jelek sementara nilai teman-temanku bagus-bagus
Tembok : Kau takut pada Tuhan atau takut nilaimu jelek?
Aku : dua-duanya
Tembok : Terserahlah! Kau sudah besar
Aku : aku minta pendapatmu
Tembok : Kau bertanya hal yang kau sendiri tahu jawabannya. Kalau kau takut nilaimu jelek, itu artinya kau tidak percaya pada Tuhan
Aku : Bagaimana bisa?
Tembok : Bukankah Tuhan berpihak pada orang-orang baik. Kau tidak mau jadi orang baik?
Aku : mau
Tembok : mungkin, besok nilaimu paling jelek di mata manusia. tapi belum tentu di mata Tuhan nilaimu buruk
Aku : memangnya Tuhan punya mata?
Tembok : Entah! tapi yang jelas Tuhan Maha Melihat
Aku : oh iya
Tembok : Terus?
Aku : Terus apanya?
Tembok : Terus kau akan tetap mencuri
Aku : Boleh gak kalau aku liat trus aku cari tahu sendiri
Tembok : Melihat itu juga proses mencuri. Sebab si empunya gak tahu kalau dilihat
Aku : tapi kata teman-teman kemarin, bapaknya nyuruh ngopy
Tembok : Terserah kamulah

Penikmat Pagi

        Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya, biasa untuk menjadikan aku orang spesial. Tuhan menghamparkan lukisan langit dimana warna merah muda dan biru berdampingan, rasanya aku terlalu ge-er dengan mengira ini semua diciptakan untukku, tapi biarlah. 
       Menghirup nafas lega, pagi membuatku lega. Aku berdiri menatap pagi, sendiri. Aku sudah terbiasa menikmati pagi sendiri. Dulu, aku paling tak suka diajak ibu untuk menikmati pagi. Banyak sekali alasan untuk menolak menemaninya menikmati pagi, meski akhirnya mau-tidak mau, aku terpaksa mau. Terpaksa membuatku terbiasa. Dan kini hampir setiap hari aku merindukan kebiasaan kami. Mungkin benar, kita tidak akan pernah tahu apa yang kita miliki hingga nanti kita kehilangan. Kehilangan? Ya, aku kehilangan. Ibu pergi menyisakan kenangan.
      Satu bulan setelah ibu hilang, rumah kacau, ayah kacau, akupun kacau. Jangan ditanya bagaimana susah payahnya aku dan ayah mencari ibu. Tiada hari tanpa pencarian. Kemarin, aku dan ayah untuk pertama kalinya masuk televisi, pencarian orang hilang. Semoga ada hasilnya.

***
       Di suatu malam setelah kelelahan mencari ibu. Aku dan ayah sama-sama membaringkan diri di sofa ruang keluarga. Ayah terpejam, pun mataku.
       "Ayah, Ayah tahu mengapa Ibu tega meninggalkan kita?" mataku masih terpejam sambil membayangkan senyum ibu. Ayah diam, lama. Kubuka mata, kutengok wajah lelah Ayah. Air jatuh dari sudut matanya. Ayah menyeka air tersebut, mataku reflek terpejam.
     "Ayo sholat isya jamaah dulu!" ajak Ayah. Aku tanpa diperintah dua kali langsung mengikuti langkah Ayah untuk mengambil air wudlu. Selesai sholat, ayah sesenggukan. Aku mendekat, menyeka air matanya. Untuk kedua kalinya aku melihat Ayah menangis. Pertama saat di sofa. Ini keduakalinya. Aku tak mungkin ikut menangis. Tangisanku akan membuat Ayah semakin sedih. 
      "Ayah, Allah sayang sama keluarga kita. Ibu pasti kembali" meski umurku baru 13 tahun, kupikir aku lebih dewasa menyikapi ini daripada Ayah.
       "Maafkan Ayah, Dek! Ayah tidak bisa menjaga ibumu dengan baik" aku tersenyum memeluk Ayah.

***

       Satu bulan sepuluh hari hilangnya Ibu.

Seorang perempuan berumur 37 tahun yang diketahui identitasnya bernama Komala ditemukan tewas di bantaran sungai Cigepeng. Diduga perempuan tersebut tewas terpeleset ke sungai yang sedang meluap kemudian hanyut terbawa arus. 

      Aku dan Ayah terperanjat mendengar berita televisi sekilas info tersebut. Cepat-cepat menuju lokasi. Ayah memacu mobil lebih cepat dari biasanya, aku tak berharap itu ibu walaupun penyiar tersebut jelas-jelas membaca nama yang sama seperti nama ibuku. 

***

      Lututku lemas. Itu Ibu. Wajahnya masih terlihat cantik meski sudah menjadi bangkai.

   "Maafkan aku, tak seharusnya aku mengusirmu! Aku menyesal! Dia hanya menginginkan hartaku! Mengapa kau benar-benar pergi waktu itu? Aku tak benar-banar ingin poligami!" untuk ketiga kalinya kulihat Ayah menangis. Lututku menjadi semakin lemas. Mataku berkunang-kunang. Sekelebat kulihat senyum ibu memanggil-manggil namaku. Ibu berada di garis antara merah muda dan biru-nya pagi. Cantik. Sangat cantik. Seribu kali lebih cantik dari biasanya.

Sabtu, 01 Juni 2013

Wajahku (belum) Bercahaya

Pagi-pagi sekali Mas Andik nge-rituit akunnya Pak Awy'
Kemudian aku iseng bertanya demikian. Memang dari dulu ingin sekali kutanyakan tapi belum sempet-sempet dan belum tahu tanya sama siapa.

Siang Bapaknya jawab






Kemudian ada yang nambahi
Dan dibalas lagi







Aku penasaran
Bapaknya baik, dibales lagi
Karena aku tipe orang berpikiran pendek maka aku ingin wajahku bercahaya. Hehe. 
Kata teman-teman kampusku, wajahku seringsekali terlihat murung, melas, sedih. Padahal sebenarnya aku tidak sedang seperti apa yang mereka sangkakan. Nah, kalo kata Mbak Tata, wajahku ngeselin. Maka kupikir cahaya jauh sekali dariku. Akkkkk. pengen. Pengen jadi kekasih Allah


Aku, Keakuan, Mengaku aku

Orang-orang berlomba-lomba mendapatkan yang terbaik
Aku berlomba dengan diriku sendiri untuk mendapatkan terbaikku
Orang-orang saling sikut untuk duduk di kursi
Aku memilih berdiri dan menyilahkan yang lain duduk
Orang-orang membaikkan citra diri sendiri supaya dicap baik
Aku memilih mengecap diri sendiri

Sebab
terbaikku dengan terbaik mereka beda
dan aku sedang ingin mengalahkan diri sendiri terlebih dahulu
Sebab
aku masih kuat berdiri
Sebab
aku tak butuh penilaian dari mereka
Tiap-tiap mulut pasti mengucap beda
biarkan mereka bicara
Sebab
memang harus ada yang diam

Sugesti

       "Kau tak merasa kita punya masalah?" Dimas mengawali pembicaraan di teras rumah. Sengaja aku tak menyuruhnya masuk rumah, biar di luar, biar masuk angin. Akhir-akhir ini udara yang bergerak di Surabaya membuat badan tak enak. Musim mulai tak jelas. Sama tak jelasnya dengan hubunganku dengan Dimas.
     Yang ditanya asyik memainkan handphone, tak peduli pada lawan bicaranya. Aku sudah mendiamkan Dimas dari sebulan yang lalu. Dia tidak punya salah apa-apa. Aku hanya jenuh. Boleh dibilang ini salahku. Tapi apakah jenuh adalah suatu kesalahan?
       "Ada yang lain selain aku?" Dimas bertanya lagi. Aku tetap tak acuh. "Aku tak bisa kau diamkan terus menerus. Kau terlalu asyik dengan duniamu. Kamu mau kita putus?" nadanya mulai meninggi.

*hening

     "Yaaaa...kalah kan! Kamu sih ganggu konsentrasiku!" aku kembali asyik dengan game setelah menyalahkan Dimas. Diam-diam kudengar Dimas mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya. Berat. Sepertinya dia ancang-ancang ingin beranjak dari tempat duduknya, kemudian duduk kembali.
     "Aku pulang!" katanya kemudian. Beranjak, menoleh ke tuan rumah, berjalan satu langkah, menoleh kembali kemudian menghembuskan nafas kesal.
    "Besok Riska ulang tahun, kalau kamu mau kita bisa berangkat bareng, tapi kalau kamu nggak mau yaudah!" kataku sambil berlalu masuk ke dalam rumah. 
    Sebenarnya aku juga merasa aneh dengan sikapku akhir-akhir ini. Ini gara-gara aku membaca artikel yang isinya cinta itu cuma bertahan 3 tahun. Nah, aku sama Dimas udah pacaran 3,5 tahun. Itu artinya, cinta kami harusnya sudah habis. Harusnya. Tapi aku merasa biasa saja. Anehnya, setelah membaca artikel tersebut, aku merasa jenuh dengan Dimas, semacam tersugesti untuk menjadi jenuh. Ternyata susah juga jadi orang yang mudah tersugesti. Sedikit-sedikit ikut arus. Sedikit-sedikit ikut sedih. Sedikit-sedikit ikut termotivasi. 

     Beberapa menit setelah Dimas pulang, telepon genggamku berbunyi. Layarnya tertulis nama Dimas Singodimejo. Kutekan tombol "accept"
      "Kin, aku nggak mau terus-terusan kayak gini. Kalau kamu mau kita putus, aku rela" yang diseberang berbicara dengan nada lemah.
*hening
     "Kin?" dia sepertinya menunggu aku bicara.
     "Sebenernya yang pengen putus aku apa kamu sih? Yaudah kita putus" aku menjawab kesal kemudian memutus sambungan telepon.

Kamis, 30 Mei 2013

Kata Pengantar

Setelah lamaaaa gak ke Bungkul, akhirnya ke Bungkul juga. Tadi malam rencananya, adek2 latihan buat tampil With Care to Share (ulang tahunnya SSC). Biasanya, mereka latihan di studionya Mas Ujang. Kata Mas Indra, Mas Ujang-nya gak bisa, jadilah latihannya di Bungkul.

Datang berdua sama Hajar. Akhir-akhir ini kemana-mana sama Hajar. Ayo tebak kenapa? Karena Hajar tidak sedang sama Galih. Haha
Begitu datang, mendekat ke Pansa yang sedang bermain skateboard,"Dengaren gawe katok dowo?" tanyaku.
"Mau kate ng studione Mas Ujang tapi gak sido". Tidak lama berselang Risky menghampiriku, lari-lari kecil langsung menggandeng tanganku,"Gak oleh nandi-nandi...gak oleh nandi-nandi". Akkkkkk...mereka selalu membuatku rindu.
"Haa, kangen yo karo Mbak Tiara?" kataku PD
"Enggak. Yudi iku sing kangen"
"Ayok ayok kesana," aku menggiring mereka berkumpul dengan yang lain. Di sana ada Fira, Karina dan Yanti yang sedang berlatih membaca puisi. Yang melatih baca puisi adalah anak-anak SSC sendiri yang hebat-hebat, Mas Awan dan Mbak Anis.

Awalnya datang ke Bungkul, disuruh Mas Indra bantuin nglatih baca puisi, tapi aku juga bingung, membaca saja aku susah. Jadilah bermain-main saja. Hehe. Main sama Ami. Sayang, Ami-nya enggak nangis, padahal aku pengen liat Ami nangis. Haha

Mereka selalu membuatku punya kekuatan 10 x lipat dari biasanya. Tidak tidak. Malah bisa jadi 50 x lipat. hehe lebay.

Kemarin pas liat skripsinya Mas Indra, liat kata pengantarnya tok maksudte, ucapan terimakasih di urutan setelah orang  tua ialah nama pacarnya yang dulu yang biasa kita sebut dengan mantan. Untung aku gak punya pacar, jadi gak usahlah nyantumin nama pacar di kata pengantar Tugas Akhirku besok, iya kalo pacar jadi suami, kalo jadi mantan, trus pas punya suami, ditanya,"Sayang, kenapa namaku gak ada disitu?" sungkan kan ya sama suami. Hahaha
Sek2, intinya, besok di kata pengantarku, harus ada nama-nama adek adekku yang hebat.

Yang pertama terimakasih pada Tuhan. Kedua, orang tua dan kakak. Ketiga, Hajar sekeluarga. Keempat, sahabat-sahabatku SMA dan sahabat-sahabatku yang di Surabaya. Kelima, buat Bu Munir, warung depan kosan. Keenam, buat Bu Niniek, dosen pembimbing. Ketujuh, Tere Liye. Kedelapan, Iza, temen sekamar. Kesembilan, buat orang-orang yang sayang sama aku.

Dan pertanyaannya adalah, boleh gak sih kata pengantar tugas akhir 4 halaman gitu?kan tugas akhirnya kertas A5, kalo cuma 1-2 halaman gak cukup, apalagi aku TA gak sendirian. Pasti Maryos juga pengen nulis  kata pengantar.

Inti dari tulisan ini adalah, adek-adekku harus masuk kata pengantar. Titik. Sekian

nb: yang nulis sok2an ngrancang kata pengantar, TA-ne ae gak mari2. Hehe. Mimpi mimpi. Mimpi 107 itu namanya, Bos!

Selasa, 28 Mei 2013

Gen


“Bapakmu kan dulu pacaran sama ibuku”
“Bapakku? Sama ibumu? Kata siapa?”
“Aku dikasih tahu Bulik Erna”
“Masa sih? Bapakku kan galak, ibumu juga, masa bisa pacaran?”
Yo ndak ngerti. Kamu wis pernah pacaran?”
“Belum”
Entah mengapa aku jadi teringat percakapanku dengan Arum, adik kelas waktu SMP dulu. Ingatan yang menemaniku sms-an sama dia malam ini. Tak bertemu 8 tahun lebih, tadi siang kami masih saling kenal, bertukar nomor, dan kusapa duluan barusan. “Hai, lagi apa?” tulisku di layar hape, memilih nama “Arum SMP” dari kontak, kemudian mengirimnya. Yang dikirim membalas,”Sp?”. Perasaan kemarin nomorku sudah disimpan dalam phonebook-nya. Aku ke-ge er-an,”Ciee, yang pura-pura lupa”. Tak ada dua menit Arum membalas,”Maaf, sepertinya Anda salah nomor!”. Kelakuan Arum dari SMP tak pernah berubah, suka sekali menggodaku,”Ini Joe, Joko, nomorku belum kamu simpan? Ini Arum kan?”. Balasan kali ini lebih cepat dari sebelumnya,”Bukan, ini Linda!”. Apa? Linda? Linda siapa? Apa aku salah mencet nomor sewaktu Arum menyebutkannya tadi siang? Bodohnya. Yang pasti balasan sms Arum yang ke-3 tadi benar-benar seperti air bah yang tumpah ke taman warna-warni. Seperti rencana bermain di kepala bocah yang tiba-tiba buyar saat geledek terdengar. Hancur. “Ini Joe Joko yang sok keren itu? Teman Arum SMP? Aku Linda, sahabat Arum, ingat?”
Sejauh yang kuingat, Arum tak pernah punya sahabat bernama Linda. Lupakan, besok kalau jodoh, takdir pasti mempertemukan aku dengan Arum. Kulempar handphone ke tempat tidur, tidak usah dibalas, tak penting. “Sok keren dengkulmu” batinku dalam pejam meregang lelah. Seharian sudah letih badan dan pikiran “mengejar” dosen pembimbing Tugas Akhirku. Malam begini sakit hati, apes apa aku? Kenapa juga Pak Mukidi harus mengajar di dua kampus, sok pintar sekali. Kenapa juga Arum kuliah di kampus Pak Mukidi, sok FTV sekali. Ah, Arum lagi.
***

Minggu, 19 Mei 2013

Rumit

Ini sepenggal kisah di pagi hari. Saat semua sibuk untuk memulai rutinitasnya. Saat aku dengan riangnya menyambut teman (dibaca: bayar utang), tiba-tiba tawaku terhenti oleh tangisan teman. Lamat-lamat kudengarkan. Dia bercerita sesak, cemburu pada seseorang yang lain, teman kami. Aku ingin terbahak melihatnya menangis. Maaf. Mungkin masalah ini begitu menggelikan bagiku yang tak pernah menaruh hati begitu dalam pada seseorang.

"Aku ngerti saiki aku uduk sopo-sopone. Tapi kok kebacut ambek konco dewe", tangisnya belum berhenti juga. Padahal sang mantan sudah memberikan penjelasan.
"Teman, cinta sejati itu melepaskan...."
"Taek!", dia memotong bicaraku.
Haha. Mengapa urusan hati selalu begitu rumit. Dirumitkan atau memang benar rumit? Entahlah

Minggu, 12 Mei 2013

Dingin. Bagaimanakah menghubungkannya dengan kebahagiaan? Semoga aku bisa. Meski dingin ataupun tidak.

Sistem

Jumat kemarin, karena menunggu Mas Dodo yang berbuat apa pada motor saya yang gak tau dimana, saya memutuskan menunggu di dekat parkiran Taman Bungkul. Ada belasan Satpol PP mengusir 2 pengasong di sekitar sana. Banyak dari satpol pp yang diam. Perkiraanku banyak yang hatinya teriris-iris, melakukan yang tidak ingin dilakukan.
Dari seberang, seorang pria gendut berbaju apa saya lupa, membawa handytalky berteriak-teriak,"Suruh kesana!". Yang diteriaki berwajah bingung dengan mengusir mangu-mangu. Tertinggallah satu karung goni yang saya tak tahu isinya. Pria gendut berteriak kembali,"Buang saja!". Yang diperintah mengambil karung goni kemudian dibawa kemana lah.

Saya tak mengerti apa itu keindahan. Sungguh. Taman yang rapi? Bebas pengasong? Ah, mereka menganggap mencari uang tidak di tempatnya adalah dosa. Mereka? Satpol PP? Bukan! Pria gendut? Bukan juga! Tahulah siapa yang menyuruh pria gendut itu. Saya tak percaya jika pria gendut bertindak tidak sesuai doktrin. Doktrin dari siapa? Entahlah. Doktrin dari Tuhan kah yang menyebutkan mencari nafkah di Taman itu dilarang, membuat Taman tidak indah? Kurasa bukan. Kurasa Tuhan mereka sudah berganti. Kurasa kalian tahu "Tuhan" mereka itu siapa. Terlalu patuh. Takut jika tidak menurut akan bangkrut.

Mengapalah takut jika kita dengan sombong berbicara bahwa kita punya Tuhan? Atau jangan-jangan Tuhan sudah mengalami perluasan makna di mata kita? Nafsu kita jadikan Tuhan. Majikan kita jadikan Tuhan. Maka bagaimana seharusnya?

Baiklah, aku mulai tak mengerti

Bagaimanalah Tuhan memberiku keajaiban jika aku terus melototi yang terkadang ada yang harus lebih dipelototi. Keajaiban? Aku tahu, aku tidak boleh menergantungkan diri pada keajaiban, tapi bolehkan untuk mempercayainya? Layaknya aku percaya Tuhan itu ada, aku percaya Tuhan selalu ikut campur dalam setiap usaha dan urusanku.

Pada doa-doa malam yang ibuku selalu panjatkan, air-air yang mengalir malam-malam yang sudah jarang kukeluarkan, aku ingin sedekat dulu, supaya air-air mengalir dalam kebahagian, dada buncah keharuan, orang-orang tua memberikan jempol kepada anaknya, aku. Kemanalah seharusnya ini berlabuh jika berlayar saja jangkarku masih di dermaga.

Dekat. Diam-diam aku mendekat. Kutangkap diam-diam supaya tak lari. Jika dia mempunyai pendengaran supersonic dan menyadari kehadiranku kemudian terbang, itu bukan salahku, salahnya, mengapalah tak mau kutangkap. Maka akan kutangkap yang lain, yang sekiranya bisa kugapai, yang sekiranya Tuhan mengizinkan, yang sekiranya bapak ibu ridho. Apalah itu? Entahlah. Rencana Tuhan selalu misteri menurutku, apakah menurutmu juga begitu? Tapi dengar-dengar, kalau kita mendekat, Tuhan tak segan-segan membuka satu-persatu misterinya. Adakah yang tahu caranya? Bolehlah sekiranya berbagi denganku. Oh, kau malas komen di blog bobrok ini? Iya, sms aja. Handphone ku terlalu sederhana untuk diakses kok, jangan khawatir.

Sabtu, 11 Mei 2013

Untukmu Bapak

Bapak, aku di sini bersama Tuhan
janganlah kau khawatir
Bapak, aku di sini bersama orang-orang yang menyayangiku
janganlah kau khawatir
Bapak, setiap mahkluk ada penjaganya
janganlah kau khawatir

Jika suatu saat nanti, Bapak
malaikat meninggalkanku,
aku masih punya orang-orang yang sayang padaku
seandainya suatu saat nanti, Bapak
orang-orang mulai menjauhiku
aku masih punya Tuhan
doakan saja terus
doakan Tuhan selalu bersamaku
doakan Tuhan tak pergi dariku
doakan aku, Bapak
doakan anakmu

Terkadang, Bapak
manusia "menendangku" kasar
atau "mencubitku" dengan halus, cubitan kecil tapi pedih, membekas
tapi tak apa, Bapak
mungkin itu cara Tuhan untuk membangunkanku
mungkin mereka punggawa Tuhan untuk menjadikanku lebih hebat
Bapak, apakah aku ge-er kalau Tuhan cinta padaku?

Kemauan


Aku bingung. Tiba-tiba ada seorang kawan bilang aku orang yang berbeda. Entahlah, sampai saat ini belum kutanyakan maksudnya berbeda dalam hal apa. Jangan-jangan aku mengalami semacam kelainan hingga dikatakan berbeda. Kalo memang kelainan, kira-kira kelainan apa ya? mental apa fisik?

Beda. Bukankah memang di dunia ini setiap mahkluk diciptakan berbeda-beda, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Itu tandanya aku bukan orang special sebab aku hanyalah bagian dari perbedaan-perbedaan yang diciptakan Tuhan.
Ada penyebabnya mengapa dia bilang aku berbeda. Sorenya, kami membincangkan sesuatu. Seseorang lebih tepatnya. Seseorang yang menangis dan aku ingin tahu alasannya menangis. Sebagai seseorang dengan rasa ingin tahu yang minim, kupancing dia untuk bercerita, berharap dengan bercerita aku bisa mendengarkan ceritanya. Sebab aku pendengar, bukan peringan masalah. Yang meringankan masalah kan Tuhan.
Dari panjang cerita, akhirnya aku bertanya,”Kira-kira apa yang bisa membuatmu bersemangat kembali?”
“Aku bisa berbaur dengan teman-teman”
“Sudah kau coba?”
“Sudah. Tapi gak berhasil. Iklim mereka gak cocok denganku”
“Kamu pikir aku cocok sama mereka? Enggak. Tapi aku mencoba bisa. Kalau aku sedang butuh teman, aku gak segan-segan ikut nimbrung dengan mereka, meski akhirnya kepalaku pening. Tapi kalau aku pengen sendiri, ya aku sendiri”
“Oh, pantaslah kamu suka menyepi”
“Maksudku, kita butuh topeng!”
*kemudian aku lupa percakapan lainnya*

Maka entah kalian akan berpikir aku ini seperti apa. Bukankah setiap orang akan baik jika ada maunya dengan seseorang yang lain?
Bahkan, yang katanya seseorang suka menolong dengan tulus, bukankah dia juga ada maunya? Mau mencari ridho Allah. Kita semua terjerumus dalam suatu kemauan. Apa hakikat kemauan itu sendiri? Apakah ada tingkatannya suatu kemauan itu? kemauan yang baik atau buruk.

Yang lebih aneh adalah “teman” Maryos. Ketika aku datang hendak meminta sesuatu dia bertanya,”Ngapain kamu kesini?”
“Di sini ada ****** gak, Pak?”
“Kamu kesini kalo ada maunya ya? ha? Kamu butuh, baru kamu kesini. Kamu anggap apa tempat ini?”
Aku tersenyum.
Dia melanjutkan kalimatnya,”Kalo saya bilang ada, kamu mau apa. Kalo saya bilang gak, ada kamu mau apa?”
“Kalo ada, saya minta, kalo gak ada, yasudah”
“Sebenernya ada, tapi saya bilangnya gak ada”
“Oh yaudah”
“Enak nggak dibilang kayak gitu?”
“Biasa aja, Pak”
“Kamu gak ngerasa punya masalah ya?”
“Enggak”
“O yaudah. Tadi kamu nyari apa?”
“******”
“Iya. Itu ada, tapi saya bilang gak ada”
“Oh yaudah”

Hehe. Sebenernya gak nyambung sama percakapan sebelumnya. Tapi marilah kita sambungkan. Begini Kawan, mau, kemauan, keinginan, tujuan, menurutku hakikatnya sama. Kita melakukan sesuatu karena sebuah kemauan, keinginan atau tujuan. Manusia itu ladang nafsu sampai-sampai orang ekonomi bilang manusia itu terpenuhi kebutuhan satu muncul kebutuhan lain. Bukankah kebutuhan juga suatu kemauan, keinginan atau tujuan? Salahkah kita jika melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan hingga ada orang bilang,”Kamu kesini kalo ada maunya saja”. Dan jawabannya,”Kalo saya gak butuh, ngapain saya kesana”. Orang datang ke warung aja karena ada maunya, dia lapar. Orang mendatangi kantor pos karena ada maunya, dia ingin mengirimkan sesuatu. Orang berbincang dengan orang lain pun ada maunya, dia ingin berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi informasi. Orang cangkruk pun ada maunya, dia ingin melepas penat, ingin bertemu kawan-kawan dan lain-lain. Orang membuat lagu juga ada maunya, dia ingin yang ada di dalam pikirannya tersampaikan. Orang menyanyi ada maunya juga, dia ingin suaranya di dengar, ingin yang mendengarkan terbawa dalam emosi. Dan akhirnya, aku menulis ini pun ada maunya, aku ingin menuliskan apa yang ada dipikiranku supaya orang lain mengenalku.

Hey, kita terlalu hipokrit dengan mengatakan,”Dia datang ke aku kalau ada maunya saja”. Kita mandi saja ada maunya, mau bersih harum tidak bau dll.
Manusia itu banyak maunya memang, sampai-sampai orang-orang tua kita selalu bilang kalau jika kita di surga kelak, kita akan mendapat apa yang kita mau. Mereka mengiming-imingi kita dengan kemauan tak terbatas. Jadi apakah salah jika seseorang melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan atau kemauan?

Jumat, 10 Mei 2013

Rantai Sepeda

Kemarin, 9 Mei 2013, dua kali rantai sepedaku lepas. Pertama pagi-pagi saat akan ke kampus. Untung ada bapak-bapak baik hati yang tiba-tiba nengok melihat motor saya berhenti mendadak.
"Kenapa, Mbak?"
"Rantainya lepas, Pak"
Si bapak menyetandar tengah sepeda, mengambil sampah yang ada di dekatnya, takut tangannya kotor mungkin.
"Go..go..go..!", kata si Bapak.
Saya hanya mengucap bismillah dalam hati. Dan selesai :)
"Ini nanti dikencangkan rantainya, Mbak!"
"Oh, iya, Pak! Terima kasih banyak"
Bapak itu kemudian meninggalkan saya yang senyum-senyum,

Allah bersama saya

Pergi sama Uti, Dira dan Iin. Lelah, kami lepas di kosan Dira dan Iin. Ngrembug sebentar, saya pergi ke rumah Mbak Anis sama Mas Indra dan Mas Andik. Sepeda lancar lah, meski agak takut-takut ngebut. Selepas dari Mbak Anis, ke kos Mas Indra dulu melanjutkan lembaran-lembaran impian. Cuma dapet beberapa lembar tok, Mas Andik cerita terus sih, saya seneng mendengarkan, jadilah bertiga nggedabrus. Saya diajari Mas Andik untuk kepo dengan akun-akun tertentu. Pantaslah kalo beliau tahu berita atau issu artis-artis, bahkan "artis-artis SSC" beliau juga kepo-in. Mas Andik, rasa ingin tahumu sungguhlah besar, saya bangga jadi temanmu!

Setelah maghrib saya ngelesi Dek Lita, ngebut. Sampai depan Unair B, lagi-lagi rantai sepeda lepas. Beruntungnya saya berhenti tepat di depan tukang tambal ban. Di sana banyak anak muda dan bapak-bapak, tapi mereka hanya memperhatikan, tidak bertanya, saya yakin mata mereka menuju rantai sepeda saya.
Bapak Tukang Tambal Ban ternyata ada di atas becak, sedang tertidur. Dibangunkan oleh bapak-bapak lain, kayaknya si bapak penjual nasi.
"Woo mbak, ininya harus sama kayak yang sebelah sini!", kata BTTB
"Hehe gak tau pak, gak mudeng saya"
"Nah, ini juga harus ada bautnya, bahaya ini Mbak"
"Hehe. Lama ya Pak?"
"Gopo ta Mbak? mau kemana?"
"Ngelesi di Pacar Keling, Pak"
"Sebentar"
"Pak, berarti gak bisa buat ngebut ya?"
"Bisa kok Mbak" BTTB ngambil kunci-kunci, mengencangkan yang kendor-kendor. Krim anti aging kalah pokoknya, gak bisa sekencang cara BTTB mengencangkan rantai sepeda saya.
"Kok AA dari mana Mbak? Cirebon ya"
"Purworejo Pak. Jawa Tengah"
"Ini Mbak. Kanan sama kiri harus sama"
"Apa jangan2 gara-gara dilepas sama tukang parkir kampus saya ya Pak? Saya telat ngeluarin sepeda soalnya"
"Nggak. Ini paling pas mbongkar sepeda lupa gak dipasang bautnya"

BTTB menyadarkan saya untuk tidak suudzon . Jadi pengen membentur-benturkan kepala di tembok. Maluuuuu...Malu udah suudzon.

"Udah Mbak"
"Berapa Pak?"
"lima ribu"
saya menyodorkan lima puluh ribuan.
"Gak ada uang lagi Pak"
"Yaudah bawa aja"
"Loalah pak, ini!"
"Bawa aja Mbak"
"Makasih ya Pak"
"Iya"
"Maturnuwun nggih, Pak"
"Iya"
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"

Indah. Semoga saya tidak ge-er kalo Allah benar-benar bersama saya :))