Senin, 22 Desember 2014
Rabu, 19 November 2014
Tuhan tak ingin ia terlalu percaya pada kemampuannya, Tuhan hancurkan harapannya. Bukankah semuanya mudah bagi Tuhan?
"Tuhan...", bisiknya perlahan,"Aku ingin kembali. Ampuni aku..."
Jumat, 24 Oktober 2014
"Mungkinkah semuanya akan berjalan dengan baik jika Tuhan kau tempatkan dalam nomor sekian? Mana doa-doa dan air mata yang selalu kau agung-agungkan dahulu? Kau telah kehilangan jati dirimu bukan, sama seperti yang pernah kau tuliskan? Ya, terlalu banyak memikirkan dunia?" nasihat tembok tiba-tiba
Tuhan, izinkan aku kembali ke jalan yang selama ini kutapaki
Rabu, 15 Oktober 2014
Minggu, 12 Oktober 2014
Jika buta maka bukan cinta
Sabtu, 04 Oktober 2014
tapi kau mematahkannya sebelum puncak
Kukira aku bisa menyambungnya kembali
tapi kau bilang lebih baik memulai yang baru lagi
Bukankah kau yang membuatku bermimpi sejauh ini?
Bukankah aku yang bersedia kau temani bermimpi?
Bahagianya tertutup duka dan luka
Mana ada percaya?
Jumat, 12 September 2014
bagaimana mungkin seseorang merindukan dirinya sendiri?
Ya, dia telah kehilangan jati diri
Selasa, 26 Agustus 2014
Sabtu, 09 Agustus 2014
Mungkin kebetulan sedang ada bulan yang menyinari wajahmu, jawabmu.
Bukankah tak ada yang kebetulan? Atau memang kita sengaja dipertemukan? Entahlah.
mimpi serupa surga,
berwarna...
bukankah mimpi tetaplah mimpi?
dan dalam sadar, aku masih ingin tertidur
Tuhan, bangunkan aku!
kejutkan dengan cambukMu
biar saja perih tersisa
asalkan itu mauMu
Kamis, 24 Juli 2014
Tak Bisa Biasa II
Terkadang kita seperti kawan baru
Terkadang kita seperti tak saling kenal
Terkadang kita seperti orang asing
Terkadang kita seperti...
Hidup kita terlalu terkadang
Selasa, 08 Juli 2014
Tak Bisa Biasa
"Tidak, aku pasti salah lihat!" bisiknya perlahan.
Dia mencubit tangannya sendiri. Sakit.
*bersambung
Sabtu, 28 Juni 2014
Jumat, 20 Juni 2014
Kamis, 19 Juni 2014
Sepi sekali di sini...
"Oh, mungkin hatiku saja yang sedang sepi" kukatakan sekenanya.
Mengapa harus memedulikan omongan orang?
"Kau terlalu apatis!" kata kawan suatu hari.
Bukan aku yang terlalu apatis. Kalian yang terlalu dramatis.
"Mengapa selalu kau salahkan orang lain? Tak bisakah kau menyalahkan dirimu sendiri?" kawan beringsut pergi dari sisi meredam benci.
*aku hanya tersenyum kecut*
*hening*
*ditinggalkan, sendirian*
*hening*
*berpikir*
*hening*
*muncul kawan baru*
*muncul kawan baru lagi*
*muncul kawan baru lagi*
*muncul kawan baru lagi*
.......
*kawan lama datang*
Dengan wajah benci memandang remeh,"Bagaimana bisa kau punya banyak kawan?"
Aku diam tak menjawab. Kupikir pertanyaannya sia-sia.
"Ah, topeng!"
Aku masih diam. Bukankah diam lebih baik daripada bicara tanpa manfaat?
"Hidupmu terlalu sulit kumengerti"
Kawan, aku tak selalu ingin dimengerti. Mungkin hanya duduk berdua dengan satu cone ice cream ditangan masing-masing akan memperbaiki hubungan kita. Atau dengan diam dan sesekali menimpali beberapa ceritaku yang selalu kau katakan,"Yang itu sudah pernah kau ceritai". Atau dengan menikmati semilir angin yang kita rasakan bersama.
Tapi sayang, kau tak pernah menyukai ice cream sepertiku. Kau juga sudah malas mendengar ceritaku. Dan kaupun tak pernah mau kuajak duduk berdua menikmati sepi dengan angin sepoi-sepoi yang terkadang membuat perut agak sedikit kembung.
Orang boleh datang. Orang boleh pergi. Bukankah hatiku bagai rumah, menunggu orang-orang tersayang untuk pulang. Sebab, sejauh apapun kau melangkah, kau pasti selalu merindukan pulang, ke rumah.
Rabu, 18 Juni 2014
Kamis, 05 Juni 2014
tapi kalian menertawakan
Kami tidak sedang berdiri di atas podium
tapi kalian bertepuk tangan
Apa kalian terlalu butuh hiburan?
Kami tidak sedang bermain peran, Kawan!
Oh, mungkin kalian benar-benar butuh hiburan
Tapi kami tidak sedang ingin ditertawakan, Kawan!
Kami bukan tontonan
dan kalian bukan penonton
Kita sama-sama berada di atas panggung
Panggung sandiwara, bukan?
Butuh Bahu
hanya itu
Hanya ingin menyandarkan kepala sambil mendengarkan cerita
Hanya ingin melepaskan beban-beban dunia
Cukup diam dan bersandar
kemudian mendengar
Tak perlu kau tahu ceritaku, Bu
Hanya ingin mendengarkanmu bercerita hingga aku tertidur dan bermimpi
Mimpi tentang hidup yang begitu adil
"Bukankah hidup memang selalu adil, Nak?!" katamu
Ibu, aku butuh bahumu
Di sini tak ada yang mau kupinjami bahu
Semua orang sibuk mengangkat bahu
Sementara aku sibuk mencari bahu
"Mengapa kau ingin menyandarkan kepalamu? Terlalu beratkah bebanmu?"
Entahlah, Bu
Aku sedang merasa hidupku tidak seimbang
aku takut Tuhan marah padaku
"Tuhan bukan untuk ditakuti, tapi dicintai, Nak! Jangan kau hiraukan bebanmu. Ikhlaslah, Nak! Jangan biarkan beban-bebanmu membuatmu tak mensyukuri hidup. Tuhan sungguh keterlaluan sayangnya kepada kita. Jangan kau sia-siakan kasih sayangNya"
Ibu,
aku malu pada Tuhan
juga padamu
Senin, 02 Juni 2014
Rindu
aku beri sedikit waktuku
Tuhan beri rahmatNya
aku berulang kali meninggalkanNya
meski kutahu
akulah yang sejatinya tertinggal
Tuhan,
aku rindu
Entahlah, bukankah damai yang dicari setiap orang? Saya ingin menentukan kedamaian saya sendiri. Dulu sampai detik ini saya berpikir, mungkin membuat orang lain bahagia membuat saya bahagia, damai. Tapi saya rindu berdamai dengan diri sendiri. Apa wujud damai itu? Cair, padat atau gas? Mungkin damai menyerupai gas, tak bisa dilihat tapi bisa dirasakan.
Tentang mimpi yang temaram, saya lelah berambisi, saya lelah pura-pura mengejar mimpi. Saya hanya ingin belajar ikhlas, ikhlas dalam melakukan sesuatu, supaya tak ada kata menyesal dan gagal. Bukankah kegagalan atau kesuksesan kita sendiri yang menentukan? Apa kegagalan itu? Apakah saat kita berusaha dan hasilnya tak sebaik milik orang lain dinamakan gagal? Orang-orang yang ikhlas tak akan pernah merasa gagal. Mereka berusaha semaksimal mungkin kemudian tawakal. Jika hasilnya dianggap buruk oleh orang lain, ia tak akan menganggap dirinya gagal sebab baginya cukup Tuhan yang tahu seberapa besar dia berusaha. Mungkin usaha-usahanya tak berarti di dunia tapi belum tentu tak berarti di akhirat bukan? Itulah mengapa saya selalu iri dengan orang-orang yang ikhlas dan mencintai apa yang mereka lakukan. Ajari saya ikhlas...
Kamis, 29 Mei 2014
Rabu, 21 Mei 2014
Abu-abu
juga putih
Hanya abu-abu
Tak warna-warni layaknya pelangi
Ya, hanya abu-abu
Jika sempat kesini, singgahlah
Meski di sini begitu berdebu
debu abu-abu
Katanya abu-abu itu ragu-ragu
Kataku abu-abu itu aku
Terserah kau bilang apa
Aku ya aku
Bukan kamu
Bukan dia
Bukan mereka
Jumat, 16 Mei 2014
Hambar
Menurut saya, cinta itu terlalu istimewa untuk dibicarakan terus-menerus. Sesuatu yang istimewa akan terasa membosankan dan hambar ketika terus menerus dikatakan. Cinta dikatakan, rindu dikatakan, semua isi hati dikatakan, jadinya hatinya kosong, gak bersisa, hampa. Makanya, kalau kalian punya pasangan, atau suka sama seseorang, gak usah deh nyata2in cinta atau bilang rindu, apalagi bawa-bawa nama Allah. Sok tahu banget gak sih orang yang suka sama orang lain terus bilang,"Aku rindu kamu karena Allah". Allah itu terlalu sakral dan jangan-jangan rindunya hanya sebatas nafsu. Taunya dari mana coba kalau dia rindu karena Allah. Allah kasih tahu ke dia? Ngerasa konco plek nya Allah? Iya, ngerasa tok. Kalau belum siap untuk semuanya, mending gak usah dinyatain, ya gpp wes dinyatain tapi gak usah lah bilang rindu atau cinta karena Allah, kecuali kalau sudah benar-benar sah atau ada hubungan. Misal nih, rindu orang tua sama anaknya. Ini nih tersakral kedua setelah cinta sama Allah. Saya aja ngorbanin banyak yang saya senangi untuk membahagiakan orang tua tapi saya gak merasa berkorban sih. Cuma pengen bapak ibuk bangga aja. Saya yakin, kalian pasti juga melakukan hal yang sama kayak saya.
Mari kita mengambil kesimpulan.
Jadiiiii, inti dari postingan ini adalah lagi-lagi gak ada intinya. Hehe.
Jangan mengkhawatirkan sesuatu yang sudah ditentukan. Jalani saja, usaha saja dengan melakukan yang terbaik dan janji Allah adalah benar.
Rabu, 14 Mei 2014
Kita Pejuang
![]() |
| Tulisan Rahma yang sampai sekarang masih ada di buku saya |
Senin, 12 Mei 2014
Kita adalah Guru
Rabu, 07 Mei 2014
Pernah gak sih kalian mikirin negara? Oke, saya kadang-kadang, tapi cuma di ucapan. Kalian tahu gak, saya harus jadi apa supaya bisa mengganti sistem pemerintahan? Saya buta banget sama yang gituan.
Menurut hasil perbincangan saya dengan Mbak Mar'atus, satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi itu cuma Indonesia. Kata Mbak Mar'atus, pemerintahan Demokrasi itu digunakan oleh negara-negara yang kepentingan pribadinya sudah tuntas. Nah kita? Oh bukan, maksud saya, Nah Saya? Saya pribadi untuk memikirkan diri sendiri saja sudah pelik sampai-sampai sering curhat sampai tembok, gimana mau memikirkan negara coba. Atau mungkin saya saja yang apatis.
Jangan-jangan selama ini kita sudah dibodohi. Karena kita tidak terlalu memikirkan negara, orang-orang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin adalah orang-orang yang membawa kepentingan, baik itu kepentingan pribadi maupun golongan~baru nyadar.
Mereka memanfaatkan situasi untuk merebut kekuasaan. Pemimpin dijadikan sebagai pekerjaan. Banyak calon pemimpin berarti banyak yang mencari pekerjaan. Mungkin mereka nganggur. Di desa saya, money politic menjadi rahasia umum, saya pikir di desa kalian juga. Siapa yang memberi paling banyak, dia yang akan menang. Ini menandakan bahwa voting terbanyak belum tentu yang terbaik. Dan yang selalu membuat saya risih adalah kampanye di jalan-jalan di pohon-pohon. Maka dari itu saya males nyoblos kemarin.
Saya selalu ingat kata-kata kakek yang hampir setiap hari bareng naik angkot, kakek itu selalu membaca buku di dalam angkot. Entah kenapa waktu itu kakek tidak membawa buku, mungkin dia lupa. Dita tiba-tiba bilang,"Untuk apa pemilu, buang-buang kertas, buang-buang aluminium buat kotak suara, buang-buang uang untuk membayar saksi, pengawas pemilu dll, kita lupa kalau sila ke 4 pancasila ialah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan"
Selalu kalau saya bercerita tentang kakek tersebut Hajar pasti bilang,"Kan kalau perwakilan gak bisa, musyawarah mufakat yang jadi jalan keluar"
Musyawarah rakyat yang mana? Rakyat disogok dengan "hadiah". Rakyat terlalu banyak kepentingan. Bagi mereka, ada dan tidak ada pemimpin sama saja. Malah yang aneh, sekarang ada BPJS, gak tau singkatannya apa, semacam jaminan kesehatan tapi gak gratis, bayar per bulan. Lah jaminan kesehatan malah membebani rakyat. Jadi semacam asuransi gak sih? Ya mungkin kalo pasien jamkesmas kan di anak tirikan makanya lahir BPJS, mungkin.
Jadi intinya, setiap sistem pemerintahan pasti ada plus minusnya tapi menurut saya, Indonesia belum siap untuk menjadi pemerintahan yang demokrasi.
Selasa, 06 Mei 2014
Untuk Gadis Kecil yang Menunggu
Untuk gadis kecil yang menunggu di depan warung emaknya. Jika menemui kami adalah bahagiamu, kami rela. Tapi tak semudah itu menemui kami. Jika kau hendak menemui kami, cintailah dunia. Ambisi kami luluh lantak bersamanya.
Untuk gadis kecil yang menunggu di depan warung emaknya. Tak usahlah menunggu. Kami tak seperti yang kau pikir~bahagiamu. Belajarlah dariku, aku hanya mahkluk pura-pura yang terjebak oleh satu kata, bahagia, ya, sama sepertimu. Tapi aku hanya pura-pura. Pura-pura bahagia, pura-pura menerima, pura-pura bisa.
Untuk gadis kecil yang menunggu di depan warung emaknya. Pilihlah bahagiamu tapi jangan berpura-pura sepertiku. Kelak kau besar, kau akan tahu apalah arti pura-pura. Jadilah seorang yang merdeka, yang berhak menentukan kemana akan melangkah tanpa dibayangi kebahagiaan orang lain. Tapi kelak, kau pun akan tahu, bahwa kebahagiaan orang lain adalah sesuatu yang begitu kau inginkan. Ya, kebahagiaan bapak mamakmu.
Untuk gadis kecil yang menunggu di depan warung emaknya. Tunggulah, jika memang kedatangan kami adalah bahagiamu. Nikmatilah saat-saat bahagia ditentukan oleh dirimu, bukan lingkungan di sekitarmu. Ikhlaslah, jika suatu hari nanti, bahagiamu terpatri janji-janji membahagiakan orang lain. Sebab dari situ, akan tersungging senyuman-senyuman terindah milik orang lain. Orang yang begitu kita sayangi dan menyayangi kita.
Senin, 05 Mei 2014
Tak adakah yang mengajarinya agama?
Agama ia cari, bukan ia dapatkan dari warisan orang tua, atau topeng kala dia mencintai gadis pujaan anak kyai.
Mungkin setelah ia besar nanti, surga-neraka bukanlah cerita, melainkan jebakan, jebakan untuk orang-orang pamrih. Berbuat baik ingin mendapat surga~bukankah itu suatu pamrih?
Semoga Tuhan selalu menjadi tujuan utama.
Balon Harapan
Balon siap diterbangkan
Terbang ke langit
menemui Tuannya, sang pemilik harapan
tiba-tiba Tuan pecahkan balon
Harapan musnah
kenapa Tuan?
Harapan tersedu
Tuan diam, tak menjawab
Harapan diam, menunggu
entah sampai kapan
tapi ia telah meletus
maka Harapan ialah sisa-sisa penghabisan
Tuan, haruskah harapan meniup balon kembali?
Sabtu, 26 April 2014
Ya, cahaya tak harus lilin. Dan saya bukan cahaya.
Sabtu, 19 April 2014
Benteng
Perempuan pura-pura menjawab, padahal ia tahu
Tahu laki-laki berpura-pura
Mereka bersembunyi
di benteng kepura-puraan
entah sampai kapan
Benteng yang menjadikan mereka terkotak-kotak
Maka akan selamanya begitu
Tak ada yang mau memulai merobohkan benteng
Biar saja
Biarkan saja
Biarkan saja terus begitu
Sampai datang suatu hari
Saat mereka benar-benar mempunyai kekuatan lebih untuk merobohkannya
Kekuatan itu...
Tak termiliki oleh seorang ambisius
Tak termiliki oleh seorang pecinta dunia
Tak termiliki oleh seorang yang mudah putus asa
Iya, itu
Kamis, 17 April 2014
Mencoba Bercerita
Asal kalian tahu, saya juga tidak bisa mengajar. Saya hanya memberikan apa yang saya ketahui supaya adik-adik bisa mengetahui. Makanya saya agak risih kalau disebut sebagai pengajar karena biasanya di spot-spot pembelajaran, saya hanya bermain atau mendengarkan mereka bercerita. Agak egois memang jika hanya ingin membuat diri sendiri bahagia dengan bermain bersama mereka. Tapi itulah yang saya bisa.
Awal sekali saya ikut belajar di Bungkul, hampir tiap kali datang, saya selalu disuruh buat titik-titik sama Dwi atau April atau Roki atau Lia,"Ayo talah, Mbak, tititk-titik ae," kata mereka kala itu. Saking seringnya bikin titik-titik yang membentuk huruf atau angka, kalau pas gak nemu-nemu cara nyelesein tugas, saya pasti bikin titik-titik, atau pas gak mudeng-mudeng dijelasin sama dosen terus bosen, pasti bikin titik-titik.
Kembali ke terlanjur. Saya adalah orang yang belum bisa memanajemen waktu dengan baik dan gak bisa kalau gak fokus. Jadi, saya memutuskan untuk mengurangi banyak kegiatan saya di SSCS, karena IPK saya jelek. Oke, IPK bukan segalanya tapi itu salah satu yang bisa membahagiakan orang tua, SALAH SATU. Terkadang iri sama Mbak Anis yang prestasi di kampus bagus, di SSCS juga aktif. Orang jaman sekarang menyebutnya, wanita karier sukses. Hehe.
Tapi tapi tapi...
Saya terlanjur sayang sama adik-adik...
Kalau lama gak nengok mereka rasanya kangen banget. Yaa..walaupun gak ada yang kangen sama saya..hehe...Jadi sepadat apapun jadwal kuliah, sebanyak apapun tugas masih suka nyempet-nyempetin datang ke adik-adik, meski cuma sebentar. Ya itu tadi, gara-gara terlanjur.
Bukan lagi rasa kasihan selama berada di antara mereka tapi kasih sayang. Saya selalu menganggap mereka adalah seorang anak biasa, bukan anak jalanan. Bagi saya, kita semua adalah anak jalanan. Hampir setiap hari, kita melakukan perjalanan. Dari rumah ke kampus/sekolah. Dari rumah ke kantor. Dari rumah ke mall. Dari rumah ke pasar, dan masih banyak lagi yang intinya, yang menghubungkan kita dengan tempat yang dituju ialah jalan. Berarti kita semua anak jalanan. Itu definisi saya lho yaaa...
Ada satu hal yang saya takutkan dari adik-adik. Saya takut suatu hari nanti mereka tahu arti kata Save Street Child, saya takut ada labelling di mindset mereka bahwa mereka adalah anak jalanan. Bukan berarti saya tidak setuju dengan nama itu, saya hanya takut. Tapi saya juga berdoa, semoga karena label itu, adik-adik kita mempunyai jutaan semangat untuk bangkit dan tidak lagi menjadi anak jalanan.
Pernah terfikir gak kalau suatu hari nanti di Surabaya saja misalnya, tidak ada anak jalanan, jadi komunitas SSCS tidak ada, kita bubar. Dan saya selalu berdoa seperti itu. Tidak berarti saya menginginkan SSCS bubar, tapi saya ingin tidak ada lagi adik-adik kecil yang berjualan di jalan. Atau mungkin memang sudah begitu seharusnya, Tuhan ciptakan adik-adik yang jualan di jalan supaya ada kita, SSC. Ya, mungkin memang seperti itu. Supaya dunia ini seimbang, ada pembeda. Kaya-miskin. Hitam-putih. Baik-buruk. Mungkin jika semua orang di seluruh pelosok negeri ini kaya, maka dunia tamat.
Jadi pada intinya, tulisan ini gak ada intinya. Hehe. Saya hanya mencoba bercerita lewat tulisan terus ikut lomba blog SSC. Untung-untung kalau menang. Hehe. Lagian yang pinter-pinter nulis yang saya kenal udah jadi juri, Mas Indra, Mbak Oci, Mbak Anis, jadi gak mungkin kan mereka nulis sendiri di juriin sendiri. Wkwkwkw.
Besok, kalau saya ada paketan internet lagi, tak nulis lagi deh, tentang adik-adik hebat yang pernah saya temui. Dan celakanya, semua adik yang saya temui adalah adik-adik hebat 8)
Kotak Kebahagiaan
Sabtu, 05 April 2014
Rabu, 02 April 2014
1. Banyak tugas
2. Gak paketan internet
Udah 2 itu aja. Sebenernya bisa sih nulis dulu terus kalau ada paketan baru posting. Tapi mau buka word aja malesnya minta ampun. Sekarang kalau buka laptop cuma buka Matlab kalau enggak ya excel. Hahaha. Sedang mencoba menikmati menjadi mahasiswa yang banyak tugas. Jenuh si banget tapi harus tetap semangat. Sahabat bilang saya terlalu berlebihan kalau stres gara-gara kuliah. Yey, porsi stres orang beda-beda. Relatif si. Mending semangat buat ningkatin IPK yang jeleknya minta ampun. Semangat!
Minggu, 09 Maret 2014
Sedia Payung Sebelum Hujan
Kamis, 06 Maret 2014
Shaf Pertama
"Eh aku sungkan, gak shalat, kayak tempat tongkrongan aja sini", kata Sum.
"Alah paling yang keisi shaf 1 sama 2", saya jawab sekenanya.
Pas maghrib, saya langsung ambil mukena karena wudhunya belum batal. Saya menggelar sajadah di shaf pertama. Di samping kiri saya ada 2 ibu-ibu tua, yang satu udah nenek-nenek yang satu cuma tua tapi belum nenek-nenek. Yang nenek-nenek bilang,"
*&%$#@$^&)*^%@#"
"Apa mbah?", aku gak denger, suara nenek tak terdengar jelas. Nenek bilang lagi,"#$%$^%^@##$$*&", lagi-lagi gak jelas dan saya bertanya lagi,"Apa mbah?"
Nenek kesal,"Walah, yowis nek gak krungu!"
Saya tanya sama-sama ibu di sampingnya,"Nenenk ngomong apa si tadi?".
"Gak tau, gak jelas!", si ibu jawab agak ketus. Selang beberapa menit, nenek nyeplos lagi,"Nah kan ibu-ibuke akeh sing teko!"
Saya bingung, diam, toleh kanan-kiri. Di kanan saya ada ibu-ibu yang juga udah agak tua bilang,"Udah, gakpapa, Mbak"
Saya senyum, tetep bingung. Dan ternyata samping kanan kiri dan belakang saya semua ibu-ibu.
Oke, saya akan mengambil asumsi tentang apa yang dikatakan nenek-nenek berwajah kesal
1. Shaf pertama dan kedua adalah milik ibu-ibu dan nenek-nenek
2. Nenek tidak suka ada remaja atau orang dewasa yang belum ibu-ibu berada pada shaf pertama atau kedua
Pertanyaan saya kalau memang asumsi itu benar, emang salah ya kalau anak muda ingin di shaf depan?
Tapi coba deh kalian ke masjid atau ke mushala-mushala dekat rumah, pasti shaf depan bukan anak muda. Kalau di mushala dekat rumahku ya, baris depan itu nenek-nenek. Baris kedua itu ibu-ibu. Kalau ada bu RT, bu RT biasanya ada di shaf depan juga, biasanya orang-orang sungkan dengan mempersilakan bu RT di depan. Kecuali kalau ibu-ibu yang datengnya telat, pasti dapet shaf belakang. Dan nenek-nenek tak pernah telat :D
Apa dalam islam ada aturan shaf yang tua di depan?
Senin, 03 Maret 2014
Dunia mungkin hanya sementara, tapi jangan jadikan yang sementara menjadi sia-sia.
Bismillah
Minggu, 02 Maret 2014
Ana Insan
Dulu di kampungku, ia bermahkota embun
Tapi di kotaku, ia bermahkota debu
Sepagi ini
Seramai ini
Sebising ini
Peduli apa manusia tentang embun
yang dipikir hanya isi perut, hawa dingin dan kursi empuk
Siapa tak ingin?
Isi perut berubah tanya tentang makan dimana
Bukan lagi makan apa
Hawa dingin ciptaan manusia-manusia tak suka panas berego
Tak apa yang lain panas, yang penting aku dingin
Kursi empuk adalah kenyamanan
Nyaman menjabatnya
Nyaman mempermainkan jabatannya
Matahari berselimutkan mendung
Kyai-kyai memperdebatkan halal-haram
Membicarakan surga-neraka
Ada apa dengan mereka?
Surga dilelang
Sedekah dipamerkan
Pahala diperjual belikan
Hidup hanya tentang untung-rugi
Apalah kita yang mengharap kembali?
Kebaikan tak bisa ditukar meski dengan kebahagiaan
Ujian tak bisa ditukar dengan hikmah
Untuk apa mencari-cari hikmah?
Kita diuji untuk menjadi baik bukan mendapatkan yang baik
Jika kau dapat, itulah anugerah
tapi tak usahlah kau cari-cari
Tuhan, maafkan kami yang belum menjadi khalifatullah
Kami tahu, baik-buruknya kami tak memengaruhi keagunganMu
tapi, jadikanlah kami manusia-manusia yang rindu akan pertemuan denganMu dan rasulMu
aamiin
Tak Termakan Teori
Rabu, 19 Februari 2014
Laki-laki bertampang tanpa ekspresi. Mau marah, sedih, bahagia. Datar. Baginya hidup hanyalah fase sebelum kematian.
Entah Tuhan menjadikan mereka satu atau tetap "aku-kamu". Bagi mereka, jalani saja...hidup bukan hanya memikirkan cinta
Minggu, 02 Februari 2014
Gadis kecil di balik jeruji
Sebatang coklat untuk gadis kecil di balik jeruji. Senyumnya malu-malu tertahan. Ia ingin cepat pulang tapi waktu belum mengizinkan. Cerianya tetap tak terenggut jeruji besi. Salah siapa?
Keadaan?
Kemiskinan?
Orang tua?
Dia mengikhlaskan sorenya untuk jalanan. Menunggu lampu hijau berganti merah. Salah siapa?
Bagiku, tak ada siapa yang lebih beruntung dari siapa. Dengan bersyukur dan menikmati semua yang Tuhan berikan bahkan lebih dari cukup untuk sebutan beruntung. Aku beruntung menjadiku. Kau beruntung menjadimu.
Gadis kecil, baik-baik disana. Tuhan begitu sayang padamu. Tubuh kecilmu harus menghadapi kepungan mahkluk-mahkluk besar suruhan orang yang menganggap dirinya besar. Buanglah jauh kecewamu pada dunia. Dunia begitu adil, Sayang! Hanya mahkluknya saja yang lebih banyak mengagung-agungkan estetika tanpa tahu etika. Hanya ibumu saja yang memulangkanmu terlalu larut. Kelak kau besar, jangan salahkan orang tuamu, Sayang! Kau hanya perlu menunjukkan pada mereka bahwa kau bisa lebih dari apa yang banyak orang pikir. Kau hanya perlu menunjukkan lekuk-lekuk bekas perjuanganmu dengan hasil yang kelak kau peroleh. Tapi ingat, dunia hanyalah tempat berteduh di kala perjalanan panjang. Perjalanan masih jauh, berikan waktumu kepada Tuhan!
Kami tak pernah berharap banyak padamu gadis kecil. Yang kami ingin, engkau sehat dan menjaga terus mimpi-mimpimu sampai Tuhan mempertemukannya dengan kenyataan.
Sabtu, 01 Februari 2014
Kopi pahit tanpa penawar
Beginikah hidup yang bagai roda?
Kadang di atas
Kadang dibawah
Di atas bersorak
Di bawah teriak, kelu
Pahit
Tapi harus bisa bangkit
Minggu, 26 Januari 2014
Ada saja cara Tuhan mengingatkanku. Benar kata padi, hidup tak selamanya indah. Terima kasih Tuhan. Mungkin memang harus terjatuh dulu supaya lebih cepat berlari.
Untuk apa memikirkan kesuksesan orang lain. Bagaimanapun cara mereka mendapatkannya, setidaknya itulah usaha. Daripada berfokus pada yang negatif, mending berpikiran positif. Tapi belajar menerima itu yang paling penting. Mungkin usahaku kurang, mungkin aku punya dosa yang akan terhapus dengan musibah ini. Hehe...aamiin. Yaaa...belajar intropeksi diri lah.
Selasa, 21 Januari 2014
Sambal Penyet
Pemimpi kembali goyah. Ia tak tahu harus berbuat apa ketika harapan tak sesuai kenyataan. Bukankah kesedihan adalah pertanda keputusasaan? Maka jika harus memilih, ia tetap memilih bersedih. Menangisi satu pintu kesempatan yang tertutup. Berlama-lama mengetuk pintu tersebut, meneriaki orang yang di dalamnya bahkan ia mencoba mendobrak pintu. Pintu terbuat dari baja kokoh yang tak bisa ia dobrak. Ia terus berdoa kepada Tuhan. Pikirnya tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Ia lupa. Sungguh lupa. Tuhan tak suka di dikte. Semua kejadian adalah sesuai yang tertulis.
Doa-doa terbaik apakah mampu meluluhkan Tuhan?
Ya, dia mengeluh kepada Tuhan. Memang, Tuhan sebaik-baik penolong. Tapi sayang, Tuhan hanya dijadikan pelariannya disaat Tuhan memberinya ujian. Mana ada sembahyang saat Tuhan mengujinya dengan kesenangan. Tak ada. Air mata mengering. Dengan congkak berjalan di muka bumi sambil berseru kebaikan tapi sendirinya menyeleweng. Perilaku orang munafik.
Maka di sepertiga malam ia kembali, sumber air matanya ialah hati. Tuhan mengujinya dengan kesedihan. Ia malu. Malu sekali. Maka sebab kemaluannya itu ia memutuskan tak berdoa. Ia bingung. Bingung sekali. Bingung akan berdoa apa.
Tobatnya bak makan sambal, tahu jika makan sambal kepedasan dan membuat perut sakit. Tapi setelah sembuh dari sakit ia akan makan sambal lagi.
Maukah Tuhan memaafkan setelah ia berbuat sedemikian rupa?
Dia bertanya tentang jawaban. Mengapa semua begitu membingungkan. Apakah Tuhan menunggu? Menunggu kita siap menerimanya atau menunggu malaikat meniup sangkakala? Mungkin tak semua pertanyaan memberi jawaban.
Mungkin Tuhan ingin membuatnya jera. Kesempatan terbaik milik orang-orang baik. Kehidupan memberikan pilihan. Mungkin mulai hari itu pemimpi akan membangun dirinya yang hancur lagi. Sebab saat ini ia berfikir sedang hancur. Yang tersisa hanya hati. Segumpal yang menentukan baik-buruk seseorang.
Tentang doa, kau mau tahu, doanya begitu singkat. Dia belajar berdoa.
Cintai aku Tuhan, bisiknya dalam doa
Kita ditindas Kota
Murni berjalan sendiri. Tertatih. Rudi telah pergi meninggalkannya sebelum mereka benar-benar dekat. Mungkin dulu Rudi tak sungguhan mencintainya. Mungkin dulu Rudi hanya singgah melepas lelah. Mungkin memang Tuhan tak mengizinkan. Mungkin Murni yang terlalu percaya diri.
Kemudian Murni memutuskan pergi. Meski tetap tertatih. Dia menemukan tempat-tempat baru, kawan-kawan baru, pengalaman baru dan kesempatan baru. Rudi mulai tak memedulikannya. Murni pun mulai lupa. Baginya masa lalu hanyalah pelajaran yang harus diambil hikmah.
Murni selalu begitu, terlalu cepat jatuh cinta dan terlalu cepat melupakan. Ia tak pernah mau stagnan dengan satu orang. Tak ada paksaan dalam mencintai. Jika satu orang pergi tanpa janji mengapa harus menunggunya kembali? Mengapa tak mencari pengganti?
Bukankah hakikat cinta itu melepaskan? Saat ayah begitu mencintai anaknya, maka ayah harus merelakan sang anak pergi menggapai mimpi. Ayah tak pernah khawatir sebab suatu hari nanti anak pasti kembali. Sebab bagi anak, rumah adalah tempat kembali. Maka Murni menjadikan hatinya sebagai rumah, tempat kembalinya orang-orang yang benar-benar mencintainya.
*to be continue...
Pernahkah kamu merasa tak bisa berbuat apa-apa kecuali menunggu keputusan Tuhan? Akhir-akhir ini aku sering sekali. Yakin Tuhan sudah menyiapkan obat saat Dia menciptakan penyakit. Hanya orang-orang tertentu yang tau macam obat. Tapi kupikir aku tak butuh orang lain sebagai penyembuh. Cukuplah Tuhan sebagai penolongku.
Minggu, 19 Januari 2014
Akan ada saat dimana kita lupa dengan apa yang kita ucapkan taoi orang lain hafal betul tiap titik koma pengucapan kita
Selasa, 14 Januari 2014
Alam bawah sadar kita sudah terdoktrin dari kecil, kalau gak sekolah mau jadi apa kamu besok besar. Kita sudah terlalu mensucikan lembaga sekolah sebagai institusi yang bisa menjadikan seseorang besar. Padahal sekolah hanyalah salah satu usaha dari sekian banyak usaha. Bukankah orang-orang yang menyangkal penjelasan,"Tidak ada hubungan sebab akibat itu", menjelaskan tentang ayat Tuhan,"Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jikalau kaum itu tidak mengubahnya sendiri". Mungkin pikiran kita terlalu dangkal dengan apa yang disebut dengan usaha. Bukankah usaha untuk menjadi kaya itu bermacam-macam. Tidak munafik bahwa kebanyakan orang bersekolah tinggi tujuannya untuk hidup yang lebih baik. Harta, tahta atau sekadar ingin hidup nyaman.
Kembali ke usaha. Usaha itu bermacam-macam, tidak hanya sekolah. Tapi sayang kita sudah terperangkap dalam zaman dimana orang-orang begitu menyucikan lembaga sekolah. Maka akan ada pertanyaan,"Berarti besok kalau kamu punya anak gak bakal disekolahin, Tir?". Haha. Ya tetep tak sekolahin tapi tak akan kupaksa untuk sekolah. Lihatlah orang-orang lulusan teknik yang bekerja di bank atau lulusan manajemen yang menjadi wiraswata. Maka akan muncul pernyataan,"Ya emang di situ sih rejekinya". Ya jalan hidup itu memang begitu misterius. Kita bukan Tuhan yang serba tahu semuanya. Jadi jalani saja. Trus hubungannya sama usaha apa? Ehmmm...Usaha tidak ada hubungannya dengan hasil kawan, usaha itu perintah hasil itu pemberian Tuhan. Tuhan memang menyuruh kita berusaha. Tapi Tuhan tak mau di dikte. Hak prerogatif Tuhan untuk mengatur apapun yang ada pada diri kita. Jadi berusahalah semaksimal mungkin, jika Tuhan tidak berkenan dengan mimpimu, Tuhan pasti mengganti dengan yang lebih indah. Selamat bermimpi, selamat berusaha, selamat menikmati kejutan dari Tuhan dan selamat siang!
Mimpi
Bermimpilah! Maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.
Dulu, kawan bercerita tentang mimpinya yang ingin bersekolah jauh-jauh dari sini. Selang beberapa bulan, Tuhan menjawab, mengganti setiap sakitnya "belajar". Dia pergi ke tempat yang ia inginkan, negeri di mana dalam satu tahun musim berganti selama empat kali. Waktu berjalan, akupun jua, meski di tempat.
Kini, datang kawan baru, pun bercerita tentang mimpinya. Mimpi menikmati dinginnya salju, teriknya matahari, kerasnya hidup dan perjuangan demi sebuah mimpi. Sama percis seperti 3 tahun yang lalu, yang hanya ada Tuhan, dia dan aku.
Aku tetap sama, tak punya mimpi setinggi mereka. Mimpiku hanya satu.
Jika suatu hari nanti Tuhan mengabulkan mimpi kawan baruku, aku pasti ikut bahagia.
Tapi kini, kuputuskan untuk membuat mimpi. Menulis kembali daftar-daftar mimpiku. Terus "belajar" supaya Tuhan melihatku. Terus berdoa supaya Tuhan mengasihku.
Mimpi, akhirnya kutemukan kau kembali!
Senin, 13 Januari 2014
Masa lalu
Pecinta masa lalu hidupnya tak akan damai
Terhantui bayang-bayang
Meragukan masa depan
Merindukan jawaban penantian
Simpan saja masa lalu pada kotak
Tutup rapat
Lalu sembunyikan kuncinya
Jika kau rindu, kau dapat membukanya
Jika tiap hari merindu?
Tak ada salahnya
Tapi apa guna kotak?
Kalau begitu, buang saja kotak ke laut
Beri batu kotak itu
Biar dia tenggelam
Tenggelam bersama kenangan
Kata kawan,"Masa lalu bukan hanya tentang kenangan"
Kataku,"Masa lalu hanyalah pemeran figuran"
Minggu, 12 Januari 2014
Sang Pemberani
Sebelum datang, anak membohongi dirinya dengan berani. Bilang ke mamak bapaknya bahwa inilah waktunya. Maka hari itu, keluarga kecil datang dengan semangat mamak bapak, anak tidak. Datang ke sebuah gedung bertingkat di jalan basuki rahmat. Masuk ke sebuah kotak yang yang dapat bergerak, ke atas dan ke bawah. Tiba di ruangan yang dapat membuat menggigil kedinginan.
Anak mendapat giliran tengah-tengah. Namanya dipanggil saat dia sedang berdoa supaya Tuhan menguatkan hatinya. Dia terus bertanya pada kawannya,"Enggak sakit kan?". Tanpa ia sadari, ia telah belajar membesarkan hati, sendiri.
Saat dokter memasukkan benda tajam ke dalam tubuhnya ia menangis. Lari, terbirit-birit ketakutan. Mamak bapak mengejar. Meyakinkan. Ikut membesarkan hati. Setelah dibujuk untuk kesekian kalinya, sambil menyeka air mata, anak mencoba berani masuk kembali. Tapi ia lari lagi. Mamak marah-marah. Anak minta maaf. Mamak reda, bapak marah-marah,"Kau tahu, hatimu sekecil ini", bapak menunjuk pucuk kelingking. Anak tambah menangis. Bapak membesarkan hati dengan mengecilkan hati sang anak. Anak tetap menangis. Pada detik sekian, sakit jantung bapak kumat. Ia memegangi dadanya. Anak tak peduli, menangis. Mamak kemana entah pergi, malu anaknya tak mau-mau.
Dalam tangisannya sang anak berpikir,"Tak apa aku sakit, asal mamak bapak bahagia". Ya, memang harus ada yang dikorbankan. Meski tidak semua kebahagiaan.
Untuk ketiga kalinya anak masuk, menyeka air mata. Dokter ikut membesarkan hati. Mamak bapak disampingnya mengaji, pun anak. Tuhan ada dalam setiap hembusan nafas mereka. Anak dibius kembali. Tenang sambil mengaji dan tak menangis sama sekali. Keluar dari ruang, anak tersenyum kembali saya ledeki,"Cieee si pemberani"
Doa Ibu
Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ia menyerah
Mengaku kalah
Dan tak mau lagi melangkah
Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ia tersandung
Jatuh
Dan tertinggal jauh
Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Ibu sudah berdoa yang terbaik
Untuk anak yang dianggapnya paling baik
Padahal tinggal beberapa langkah lagi
Memang Tuhan tak merestui
Tapi Tuhan mengganti
Sesuai dengan doa doa terbaik sang ibu
Kamis, 09 Januari 2014
Tuhan baik beri semua yang ia mau. Ia kemudian terlena dengan posisinya. Ia ingin seperti kawan-kawannya yang lain, membagi. Tapi ia belum cukup bekal untuk membagi sebab setelah dibagi-bagikannya, ia malah merugi. Bermanfaat untuk orang lain tapi membawa mudorot untuk dirinya sendiri, layaknya lilin. Ia tahu, cahaya tak berarti harus lilin. Tapi ia bisa apa. Kawan-kawan yang menginginkannya. Kawan mendekat bila ia terlihat. Kawan menjauh saat ia terbunuh. Kemudian ia berpikir untuk tak berteman. Tidak tidak. Dia juga takut kesepian. Maka ia memutuskan untuk menambal luka-lukannya sendirian. Mungkin setelah tertambal ia akan kembali bergabung dengan kawan-kawannya. Sebab ia berpikir kawan hanyalah orng yang ingin melihatnya bahagia.
Selasa, 07 Januari 2014
Suatu Hari Nanti
Suatu hari kau akan tahu
Suatu hari kau akan paham
Tapi suatu hari
Sebab hari ini,
Tak kubiarkan kau tahu
Remah-remah kukunyah sendiri
Menikmatinya sambil berlalu
Menggerusnya tanpa kau tahu
Entah,
Suatu hari nanti
Kau akan tahu sendiri
Atau aku memberi tahu
Yang jelas, kau tak akan kuberi tahu
Mungkin dengan diam aku mengatakan
Mungkin dengan bernyanyi aku mengatakan
Mungkin dengan menulis aku mengatakan
Kopi dingin
Kopi dingin
Padahal tak kutambahkan bongkah es
Udara memainkan perannya
Kopi dingin
Tetap kuseruput
Tak peduli dingin, panas
Tak peduli pahit
Asal jangan terlalu manis
Kopi dingin
Sedingin perlakuanmu, padaku
Sabtu, 04 Januari 2014
Kembang Api
satu menit
dua menit
tiga menit
tak ada bunyi ledakan
benda silinder panjang tersebut diam
Kau beri aku api
setelah sebelumnya kau beri aku air
air dan api tak mau jadi satu
Anak menyulut kembali
berusaha kemudian berharap
"salah siapa tak menyala?" batinnya dalam hati
Mengapa kau terus memaksa?
Tak adakah cara lain supaya aku bisa menyala?
Satu menit
dua menit
tiga menit
lagi-lagi tak mau menyala
Anak terdiam
tertunduk
menangis
tersedu
